Beda Komika dan Komikus Dilihat dari Asal dan Makna Kata

Beda Komika dan Komikus Dilihat dari Asal dan Makna Kata

Komikus dan komika sama-sama berasal dari kata bahasa Inggris comic yang punya dua makna, yaitu:

1. Komik: sebuah cerita bergambar yang biasanya bersifat lucu atau menghibur. Misalnya, "I love reading comic books" yang berarti "saya suka membaca buku komik." 

2. Pelawak: seseorang yang tampil sebagai komedian, terutama dalam konteks stand-up comedy. Misalnya, "The comic made the audience laugh" berarti "pelawak tersebut membuat penonton tertawa."

emperbaca

Komikus

 

Komik, berdasarkan KBBI, artinya cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Maka orang yang membuat komik disebut sebagai komikus.

Akhiran -kus dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk membentuk kata benda yang menunjukkan profesi atau peran seseorang. 

Penjelasan lebih rumit ada di kata "komika" karena sama-sama berasal kata komik (comic) dan menunjukkan profesi, tapi maknanya berbeda.

Komika 


Dalam KBBI komika artinya pelawak yang membawakan lawakannya sendirian, biasanya di depan pemirsa langsung.

Selain berasal dari kata comic, komika juga berasal dari bahasa Inggris stand-up comic (pelawak yang berdiri). Kata comic diserap ke bahasa Indonesia jadi komik dan ditambah akhiran -ka jadi komika.

Dalam bahasa Indonesia, akhiran -ka digunakan untuk membentuk kata benda yang menunjukkan profesi, peran, atau pelaku dari suatu tindakan atau aktivitas. 

Akhiran ini sering digunakan untuk membuat kata yang lebih ringkas dan mudah diingat. Dalam konteks komika, akhiran -ka digunakan untuk menunjukkan bahwa orang tersebut adalah seorang pelawak tunggal.

Namun, sebenarnya kata komik yang berasal dari kata stand-up comic mestinya diberi akhiran -kus sama seperti musikus, politikus, dan praktikus, untuk menjadi komikus. Akan tetapi, istilah komikus sudah lama dipakai untuk orang yang membuat komik (cerita bergambar), maka dipakailah akhiran -ka dan jadilah komika.

Istilah komika secara spesifik disematkan pada pelawak tunggal yang melawak sambil berdiri di depan penonton. Komika termasuk pelawak, tapi tidak semua pelawak adalah komika.

Komika Pertama Indonesia

 

Kita pasti spontan menyebut komika pertama adalah Pandji Pragiwaksono. Ternyata, komika pertama Indonesia adalah pelawak Indrodjojo Kusumonegoro yang kita kenal dengan Indro Warkop dari grup lawak Warkop DKI (Warung Kopi Dono Kasino Indro). 

Indro merupakan pelopor stand-up comedy yang dimulai pada tahun 2011. Sedangkan orang yang menyebarkan dan mempopulerkannya ialah Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono.

*** 

Singkatnya, komika adalah sebutan untuk stand-up comedian atau pelawak tunggal atau pelawak berdiri. Sedangkan komikus adalah sebutan untuk orang yang membuat buku komik. 

Tetap Ngopi dan Liburan Meski Duit Mepet Karena Lipstick Effect

Tetap Ngopi dan Liburan Meski Duit Mepet Karena Lipstick Effect

Padahal sedang tongpes (kantung kempes) alias bokek. Bokek adalah kondisi tidak punya uang atau uang kita cuma cukup buat makan sederhana. Namun, banyak dari kita yang ingin tetap ngopi, merokok, beli skincare, atau mencari hiburan.

emperbaca

Hanya saja karena sedang tongpes, maka kopinya ganti ke kopi saset, rokoknya merek yang murah, skincare ganti merek dalam negeri, dan mencari kesenangan dengan cukup nonton YouTube yang cuma modal kuota.

Tidak heran kalau penjualan kopi, rokok, dan pembelian paket data di operator selular meningkat, padahal ekonomi sedang sulit.

Salah satu ciri ekonomi sedang sulit adalah jumlah kelas menengah yang terus turun sejak 2019 sampai 2024, seperti yang diwartakan Tempo, Kompasid, Detik, BBC, dan laporan Indef.

Kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya Rp2,04jt sampai Rp9,9jt per bulan.

Turunnya jumlah kelas menengah ini karena mereka kena PHK dan beralih ke sektor informal sehingga tidak punya penghasilan tetap. Karena tidak punya penghasilan tetap mereka jadi tidak bisa membelanjakan uangnya secara rutin pula.

Kelas menengah adalah kelas yang paling sering belanja yang membuat ekonomi dalam negeri berputar. Makin banyak kelas menengah makin bagus karena mereka berpotensi jadi kelas atas yang bisa membuat ekonomi negara makin maju.

Orang-orang yang tetap membeli kopi, rokok, beli kuota, bahkan ganti HP walau ekonomi sedang sulit terjadi karena lipstick effect.

Asal Kata Lipstick Effect

 

Istilah lipstick effect muncul tahun 1929-1933 di AS kala negara itu mengalami Depresi Besar atau krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah moderen. Angka pengangguran sampai 25% dan banyak petani kehilangan sawahnnya.

Namun, penjualan kosmetik terutama lipstik malah meningkat.

Lipstick effect terlihat lagi di Indonesia pada libur long weekend 5 hari bertepatan dengan Isra Miraj dan Imlek 2025.

Saat ini daya beli masyarakat sedang turun, penurunan jumlah kelas menengah, dan makin banyaknya pengangguran, masyarakat masih mencari hiburan yang terjangkau untuk mendapat kebahagiaan.

Pakar bisnis dan ekonomi Prof. Rhenald Kasali menyebut, meskipun banyak yang mengatakan daya beli turun, masyarakat tetap mencari kemewahan dalam bentuk aktivitas liburan yang terjangkau.

Kenapa Disebut Lipstick Effect?

 

Karena efeknya sama seperti meningkatnya pembelian lipstik dan kosmetik saat krisis ekonomi parah di AS era 1930-an.

Saat ekonomi sulit orang bukannya mengerem keinginan membeli barang, tapi menggantinya dengan barang yang lebih murah. Jadi daya beli untuk barang/jasa yang satu menurun, tapi daya beli untuk barang/jasa yang lebih murah meningkat.

Siapa Pelaku Lipstick Effect?

 

Semua kelas ekonomi dari masyarakat bawah, menengah, sampai kaya punya kecenderungan jadi pelaku lipstick effect.

Dengan tetap membeli barang kesukaan, melakukan hobi, dan mencari kesenangan kita merasa dapat mempertahankan rasa self-care atau self-reward di tengah ekonomi sulit. Kita pun jadi pelaku lipstick effect.

Secara singkat lipstick effect adalah cara manusia yang selalu mencari cara bersenang-senang, mencari kebahagiaan, dan memuaskan diri meski ekonomi diri dan negaranya sedang sulit. Makanya tidak sedikit orang yang tetap ngopi bahkan ganti HP meski ekonomi sedang sulit.


Beda Cuti Bersama dan Libur Nasional

Beda Cuti Bersama dan Libur Nasional

Libur nasional adalah hari-hari resmi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memperingati peristiwa penting nasional atau keagamaan. Sedangkan cuti bersama adalah hari libur tambahan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melengkapi libur nasional atau memperpanjang waktu libur.

Libur nasional kita libur, cuti bersama libur juga. Kalau sama-sama libur terus bedanya apa? Cuti bersama diadakan untuk melengkapi libur nasional.

Cuti Bersama atau Collective Leave


Cuti bersama tidak mengurangi jatah cuti tahunan yang dimiliki oleh ASN (PNS dan PPPK-Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Sementara itu penerapan berbeda diterapkan oleh perusahaan swasta.

Banyak perusahaan swasta yang menerapkan aturan memotong jatah cuti tahunan bagi karyawan tiap ada cuti bersama. Makanya tidak sedikit karyawan yang tetap bekerja meski di kalender ada cuti bersama supaya jatah cuti tahunan mereka tidak berkurang.

Ada juga perusahaan yang mewajibkan semua karyawannya ikut cuti bersama dengan tetap memotong jatah cuti tahunan.

Kebijakan antara perusahaan swasta dengan instansi pemerintahan tentang cuti bersama bisa berbeda karena awalnya cuti bersama ini ditujukan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Belakangan banyak kantor swasta yang memberlakukannya juga.

Cuti bersama biasanya diberlakukan bersamaan dengan libur keagamaan seperti Idulfitri dan Natal. Hari libur kemerdekaan yang berdempetan dengan libur akhir pekan biasanya juga dijadikan cuti bersama.

Tujuan cuti bersama adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja serta memberikan kesempatan bagi pekerja untuk istirahat lebih lama.

Libur Nasional atau Public Holiday

 

Libur nasional berlaku untuk seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali, dari direktur utama sampai buruh pabrik. Dari kepala dinas sampai pelajar dan mahasiswa. 

Libur nasional diberikan untuk memberi kesempatan pada warga negara untuk merayakan atau memperingati suatu peristiwa. 

Perayaan keagamaan yang dijadikan libur nasional yaitu Idulfitri, Natal, Nyepi, dan Waisak. Umat beragama memanfaatkan waktu libur nasional untuk melakukan ibadah dan perayaan.

Sementara itu, libur untuk memperingati perayaan nasional biasanya jatuh pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Sedangkan libur memperingati peristiwa penting dalam sejarah negara misalnya diadakan pada Hari Pahlawan 10 November.

Selain untuk memberi waktu ibadah, peringatan, dan perayaan, libur nasional juga memberi kesempatan kepada rakyat untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, beristirahat, atau bepergian.

Kekacauan Rumit yang Berasal dari Ketidaksengajaan Sepele

Kekacauan Rumit yang Berasal dari Ketidaksengajaan Sepele

Kamus Merriam-Webster mengartikan butterfly effect (efek kupu-kupu) sebagai sistem kekacauan yang terjadi saat ada perubahan kecil di kondisi awal yang mengakibatkan kekacauan sistem dalam skala besar di masa depan.

Simpelnya, butterfly effect adalah istilah yang dipakai dalam teori kekacauan. Teori itu melihat bahwa sesuatu yang kecil dan sepele pada akhirnya dapat menimbulkan konsekuensi yang besar dan rumit.

Laman HowStuffWorks mencontohkan ketika kupu-kupu mengepakkan sayapnya di India, perubahan tekanan kecil pada kepakan itu ternyata menyebabkan tornado di Iowa, AS.

Asal Mula Teori Butterfly Effect

 

Pencetus butterfly effect adalah Edward Lorenz, seorang Matematikawan dan Meteorologis dari Masachusset Institute of Technology (MIT) yang mengemukakan tentang teori kekacauan (chaos). 

Edward membuat dokumen ilmiah berjudul Prediktabilitas: Apakah Kepakan Sayap Kupu-kupu di Brasil Memicu Tornado di Texas?

Dokumen itu menjelaskan bahwa kepakan sayap kupu-kupu, jika disinkronkan di Brasil, dapat memicu tornado di Texas. Tentu saja Edward tahu ini keliru. Berbagai kondisi cuaca harus terjadi secara bersamaan untuk mencapai hasil yang kacau dari tornado, dan bukan berdasarkan kepakan sayap kupu-kupu semata.

Akan tetapi ide teori kekacauan dari Edward Lorenz ini menunjukkan kalau seluruh kehidupan cuma bisa diprediksi, tapi tidak pernah bisa dipastikan. Keputusan terpisah pada suatu hari atau terlambat satu menit pada hari lain dapat memicu rangkaian peristiwa yang sangat berbeda.

Butterfly Effect di Kehidupan Sehari-hari

 

Warga yang tinggal di pinggiran Jakarta seperti Depok, Bekasi, dan Tangerang Selatan tahu benar apa efeknya kalau mereka berangkat kerja pukul 05.30 dan 05.35. Cuma beda lima menit. 

Mereka akan tiba di kawasan Senayan, Sudirman, dan Thamrin di Jakarta Pusat pada pukul 07.00 kalau berangkat dari rumah pukul 05.30. Namun, mereka akan sampai di sana pukul 08.30 kalau berangkat pukul 05.35.

Logikanya kalau selisih berangkatnya cuma lima menit, sampai di tempat tujuannya juga selisih lima menit, yaitu pukul 07.05. Nyatanya semua yang tinggal di pinggiran Jakarta mengalami hal yang seperti itu.

Contoh lainnya saat kita beli tumis kacang panjang di warteg untuk makan siang. Didalam kacang panjang itu rupanya masih ada telur cacing karena tidak dicuci bersih saat akan dimasak. Hanya karena makan satu kali tumis kacang panjang yang ada telur cacingnya, kita sampai harus dioperasi untuk mengeluarkan cacing yang telah beranak-pinak di usus.

Butterfly Effect di Alam

 

Kita mungkin sering berpikir, "Ahh, gak apa beli sebotol air kemasan plastik. Toh, cuma satu." Kalau jutaan orang di Indonesia berpikir sama, maka akan ada jutaan botol plastik dalam satu hari dan bisa menimbulkan masalah lingkungan di darat dan laut.

Contoh kecil dan sepele lainnya yang menimbulkan dampak besar adalah saat kita memetik bunga di pinggir jalan.

Didalam kelopak bunga itu ternyata ada lebah madu yang terbawa. Ketika terbang keluar dari kelopak bunga, lebah itu tidak tahu di mana sarangnya. Dalam waktu paling lama dua pekan si lebah madu akan mati karena tidak bisa hidup jauh dari sarangnya.

Karena si lebah madu mati, penyerbukan antarbunga terganggu dan akibatnya banyak bunga yang mati karena tidak bisa berkembang biak. 

Selintas tidak masuk akal, ya? Tapi itulah butterfly effect. Hal-hal sepele yang tampak tidak ada artinya ternyata berdampak besar dan rumit ke waktu mendatang.

Butterfly Effect yang Positif


Butterfly effect tidak selalu menimbulkan dampak negatif, ada juga positifnya misal membuang sampah pada tempatnya dapat menjaga kebersihan lingkungan dan meminimalisir penyakit yang datangnya dari lalat.

Mengurangi pemakaian kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum juga memberi dampak besar bagi kualitas udara dan pemanasan bumi.

Runtuhnya Tembok Berlin

Pada 9 Desember 1989 Gunter Schabowski pejabat Jerman Timur tidak sengaja mengumumkan di depan TV kalau sejak hari ini warga Jerman Timur dapat bepergian ke Jerman Barat. Situs Deloitte menyebut pengumuman itu memicu kerumunan besar di Tembok Berlin, dan akhirnya tembok tersebut runtuh.

Namun runtuhnya Tembok Berlin justru membawa persatuan bagi Jerman dan kemakmuran bagi Jerman Timur. Kini Jerman jadi salah satu negara maju di dunia yang terkenal dengan teknologi tingginya di industri otomotif dan elektronik.

Penisilin

Ilmuwan Skotlandia bernama Alexander Fleming meninggalkan laboratoriumnya selama sebulan dan saat kembali dia lihat ada jamur di cawan petrinya.

Alex tidak membuang jamur itu dan menyimpannya. Ternyata didalam jamur itu ada kandungan penicilum yang menghasilkan penisilin yang dia temukan tahun 1928. Penisilin merupakan antibiotok pertama di dunia dan sampai sekarang masih digunakan untuk melawan bakteri dalam tubuh.

Andai Alexander Fleming membuang jamur itu kita mungkin belum punya obat untuk mengatasi bermacam infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri.

Bisakah Kita Menghindari Butterfly Effect?

 

Bisa saja walau tidak bisa sepenuhnya menghindar karena tidak ada yang pasti di dunia ini. Semua bisa diprediksi, tapi hasilnya tidak ada orang yang tahu. Begitu juga dengan butterfly effect, kita bisa menghindarinya dengan melakukan bermacam cara, namun hasil akhirnya tetap tidak ada yang tahu.

Ini cara menghindari butterfly effect yang negatif di kehidupan sehari-hari.

1. Tidak sering mengambil keputusan yang terburu-buru. Selalu pikirkan dulu apa efek dan konsekuensi jangka pendek dan panjangnya sebelum membuat keputusan.

2. Menghindari melakukan hal negatif yang merugikan orang lain dan diri sendiri seperti mengejek, memaki, mengadu-domba, dan tindakan buruk lainnya yang tidak beradab dan berperikemanusiaan.

3. Tidak merusak lingkungan seperti membakar sampah dan membuang sampah sembarangan.

4. Hindari melakukan tindakan yang melanggar hukum serta norma sosial dan agama seperti korupsi, melakukan nepotisme kepada saudara sendiri, atau hidup bersama pasangan tanpa menikah (kkkumpul kebo).

Butterfly Effect dan Hukum Sebab-Akibat


Butterfly effect mirip seperti hukum sebab-akibat yang artinya sesuatu tidak akan terjadi kalau tidak ada sebabnya. 

Bedanya, butterfly effect merupakan teori yang berdasar pada kekacauan besar dan rumit yang berawal dari hal yang kecil dan sepele.

Sedangkan hukum sebab-akibat adalah prinsip yang menyatakan bahwa setiap peristiwa atau fenomena di dunia ini memiliki penyebab dan akibat yang saling berkaitan. Prinsip ini berlaku secara universal dan dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari. 

Filsuf Yunani Kuno Plato mengatakan kalau segala sesuatu yang menjadi atau berubah pasti melakukannya karena suatu sebab karena tidak ada yang bisa terjadi tanpa sebab. Hukum sebab-akibat juga diterapkan dalam ilmu sejarah di mana segala sesuatu yang terjadi dan berubah harus ada sebabnya.

Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Mengacu pada ilmu psikologi, social loafing atau kemalasan sosial berarti orang cenderung malas bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas/kepentingan kelompok walau sebenarnya mereka rajin dan bukan pemalas.

Meski begitu, social loafing tidak berlaku dalam kelompok sosial di mana anggotanya punya kesadaran bahwa mereka harus selalu bekerja bersama-sama dengan orang dalam kelompok itu.

Kerja kelompok relatif menyenangkan kalau orang dalam kelompok itu sama-sama terlibat di aktivitas sosial, misal PKK, karang taruna, ormas keagamaan, organisasi sosial, bisa juga Pramuka.

Orang yang sama-sama ikut kegiatan sosial punya hasrat yang sama untuk menjadi pelayan warga, jadi mereka dengan senang hati bekerja sama dalam satu kelompok dan masing-masing mengeluarkan usaha terbaiknya.

Maka bisa disimpulkan kalau social loafing lebih cocok diterapkan untuk pekerjaan kantoran, pabrik, atau perkebunan dan pertanian.

Asal Istilah Social Loafing 


Laman Simply Psychology melansir istilah social loafing atau kemalasan sosial datang dari hasil pengamatan dan percobaan yang dilakukan insinyur pertanian Prancis Max Ringelmann (1861-1931) pada pekerja perkebunan.

Max tertarik tentang bagaimana pekerja perkebunan memaksimalkan produktivitas mereka. Dia lalu menemukan bahwa tugas yang dikerjakan secara kelompok dapat hasil lebih baik daripada kalau dikerjakan secara individu, tapi ternyata masing-masing pekerja tidak mencapai kinerja maksimalnya.

Eksperimen Menarik-Tali Ringelmann


Pada 1913 Max Ringelmann kemudian membuat percobaan dengan tali dan minta orang-orang menarik tali yang dipasang pada pengukur tekanan. Dia meminta orang menarik tali itu sendirian kemudian menarik tali bersama-sama. Dari situ dia menemukan bahwa semakin banyak orang menarik, semakin rendah potensi kinerja mereka.

Jika dua orang masing-masing mampu menarik 100 unit maka ketika menarik bersama-sama total yang mereka tarik besarnya cuma 186 dari yang seharusnya 200 unit. Lalu delapan orang yang menarik bersama-sama total hanya dapat menarik 392, setengah dari total potensi keseluruhan mereka yaitu 800.  

Max Ringelmann mengaitkan fenomena itu dengan hilangnya koordinasi dan motivasi yang jadi sebab utama social loafing.

Hilangnya koordinasi disebabkan tidak adanya kesinambungan pekerja untuk mengeluarkan kemampuan yang sama dari awal sampai selesai. Lalu hilangnya motivasi disebabkan karena tiap orang dalam kelompok membiarkan yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Pada 1974 beberapa peneliti mengulang percobaan Ringelmann yang sedikit dimodifikasi. Para peneliti itu membuat dua kelompok. Kelompok pertama diisi sepenuhnya oleh para sukarelawan yang menarik tali. Pada kelompok kedua yang menarik tali hanya satu orang sukarelawan, yang lain cuma pura-pura menarik tali tanpa diketahui oleh satu sukarelawan itu.

Hasilnya kelompok pertama yang seluruh anggotanya menarik tali mengalami penurunan kinerja individu paling besar dibanding kelompok kedua.

Related: Lima Sifat Kepribadian Manusia Ternyata Tidak Ada Introvert

Percobaan sama yang dilakukan tahun 2005 lalu menemukan bahwa orang-orang mengeluarkan kinerja lebih besar bila bekerja dalam satu kelompok kecil dalam situasi terdistribusi maupun terkolokasi.

Namun, orang yang berada dalam kelompok terkolokasi cenderung mengalami tekanan untuk terlihat sibuk padahal sebetulnya tidak sibuk. Makanya mereka jadi pura-pura sibuk. Sedangkan orang yang berada dalam kelompok terdistribusi tidak mengalami tekanan seperti itu.

Kelompok terkolokasi dalam konteks pekerjaan artinya berada dalam lingkungan atau divisi yang sama, rincian pekerjaan yang serupa, dan tiap orang punya jabatan/posisi yang juga sama.

Penyebab Social Loafing

 

Social loafing bisa bikin frustasi ketua kelompok karena anggota kelompoknya tidak bekerja maksimal yang menyebabkan penurunan produktivitas. Situs Very Well Mind menyebutkan salah satu penyebabnya adalah besar-kecilnya kelompok.

Berikut alasan orang lebih malas bekerja dalam kelompok daripada bekerja sendirian.

1. Skala kelompok. Makin besar kelompoknya makin anggotanya tidak produktif karena merasa tidak dibutuhkan.

Sebaliknya, orang dalam kelompok yang lebih kecil akan bekerja giat karena merasa keberadaannya penting dan akan berkontribusi lebih banyak.

2. Motivasi. Orang-orang yang tidak suka berada dalam satu kelompok yang tidak disukainya (tidak satu circle, minder dengan anggota yang lain, atau merasa anggotanya tidak bisa diajak kerja sama) cenderung tidak termotivasi.

Karena tidak ada atau kurangnya motivasi mereka jadi malas bekerja akhirnya terjadi social loafing alias kemalasan sosial.

3. Pembagian tanggung  jawab. Orang akan cenderung terlibat dalam social loafing kalau mereka tidak merasa punya tanggung jawab terhadap tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan berkelompok.

4. Sangkaan. Saat melihat anggota kelompok bermalas-malasan, kita biasanya tidak ingin jadi orang yang mengerjakan semuanya sendiri. 

Makanya kita jadi cenderung ikut bermalas-malasan juga. Meski begitu, saat ada di dalam kelompok yang kebanyakan anggotanya berprestasi atau rajin, kita juga cenderung ingin bermalas-malasan karena beranggapan mereka dengan sendirinya akan menyelesaikan tugas itu dengan baik.

Apakah Orang yang Melakukan Social Loafing Berarti Egois?


Banyak orang yang terlalu lelah melakukan kerja kelompok karena harus menyesuaikan diri dengan karakter orang lain yang bisa saja bertolak belakang dengannya.

Related: Hustle Culture dan Tipe Karyawan yang Senang Melakoninya

Kerja kelompok juga mengharuskan banyak orang untuk saling bekerja sama. Bagi sebagian orang, kerja sama dianggap hanya buang waktu karena pekerjaan bisa selesai lebih baik dan cepat tanpa harus bekerja dengan banyak orang.

Selain itu orang pemalu dan pendiam juga kurang suka bekerja dalam kelompok karena merasa terpinggirkan hanya karena mereka tidak banyak bicara.

Jadi apakah orang yang terlibat social loafing berarti egois?

Mencegah Social Loafing

 

Kemalasan sosial dilakukan oleh banyak orang atau hampir semua orang dalam kelompok, jadi bisa berakibat tugas tidak selesai atau hasilnya alakadar.

Hal  yang dapat dilakukan untuk mencegah social loafing adalah sebagai berikut:

  1. Memberi tugas yang berbeda pada tiap anggota kelompok.
  2. Membentuk kelompok kecil dan membangun akuntabilitas individu yang artinya tiap anggota kelompok dapat dimintai pertanggungjawabannya.
  3. Menetapkan standar dan aturan yang jelas. 
  4. Mengevaluasi kinerja individu dan kelompok.
  5. Menilai prestasi atau hasil kerja masing-masing anggota sebagai individu.

***

Orang yang rajin dan giat bekerja, tapi tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya saat kerja kelompok bukan hal baru karena sudah diteliti sejak tahun 1913. Jadi kita tidak perlu heran kalau sekumpulan orang-orang pintar ternyata tidak bisa menghasilkan karya spektakuler saat mereka bekerja di dalam kelompok, lebih-lebih di kelompok yang sama.

Asal-usul "Segede Gaban" yang Dipopulerkan Gen X dan Milenial

Asal-usul "Segede Gaban" yang Dipopulerkan Gen X dan Milenial

Gaban adalah tokoh jagoan dari Jepang yang bentuk dan rupanya sama seperti Power Rangers. 

Kalau Power Rangers beranggotakan 5 jagoan, Gaban cuma ditemani partner-nya yang bernama Shariban (ditulis dengan nama Sharivan) yang baju tempurnya berwarna merah, sedangkan Gaban putih.

Ukuran Gaban


Ukuran tubuh Gaban, juga Shariban, tidak besar seperti Optimus Prime dan Bumblebee dalam film Transformer. Gaban bertubuh seperti manusia normal. 

Segede gaban
Jagoan anak-anak era 1980-an bernama Gaban (foto: Metal Heroes Wiki)

Namun ada sebabnya anak-anak Gen X dan Gen Y (Milenial) sering memakai kiasan "segede gaban" untuk menggambarkan sesuatu yang ukurannya besar dan outstanding.

Umur Berapa Gen X dan Milenial Sekarang?


Gen X, berdasarkan klasifikasi lembaga riset marketing Pew Research Center, adalah mereka yang lahir tahun 1965-1980.

Sedangkan Gen Y atau yang akrab disebut Milenial adalah mereka yang lahir tahun 1981-1996.

Gen X yang lahir setelah tahun 1970 dan Milenial yang lahir sebelum 1985 inilah yang kemudian mempopulerkan istilah "segede gaban". 

Serial Gaban


Gaban tayang perdana pada 1982 di Jepang berjudul asli Uchuu Keiji Gavan. Dipasarkan dengan nama Inggris ke seluruh dunia menjadi Space Cop Gabin, ada yang menulisnya dengan Space Cop Gavan.

Pada 1985 Gaban tayang di TVRI sampai sebanyak 44 episode. Episodenya tidak banyak dibanding serial Unyil dan Goggle V yang sama-sama populer di Indonesia saat itu.

Goggle V sama kerennya seperti Gaban, tapi karena beredar dalam bentuk video VHS yang pemutarnya cuma dimiliki orang-orang berduit, Google V tidak bisa dinikmati semua anak.

Populernya Gaban yang membekas di hati anak-anak masa itu sampai membuat mereka menggambarkan sesuatu yang besar dan megah sama seperti Gaban.

Bagaimana Gaban tidak membekas wong waktu itu memang enggak ada hiburan lain, tayangan tivi satu-satunya waktu itu, ya, cuma TVRI. 

Shariban
Rekan tempur Gaban bernama Shariban (foto: Metal Heroes Wiki)

Anak-anak orang kaya yang sudah mainan game konsol Atari pun tetap suka Gaban, apalagi saat ditemani Shariban.

Kenapa Harus Segede Gaban?


Ini alasan kenapa istilah "segede gaban" dipakai oleh generasi jadul untuk menggambarkan sesuatu yang ukurannya besar.

1. Terpukau dengan pesona Gaban

Film jagoan yang futuristik, banyak monster, dramatis, penuh tembak-tembakan laser, dan melibatkan ruang angkasa pertama kali yang dilihat orang Indonesia adalah Gaban.

Saking terpesonanya dengan kecanggihan dan kejagoanan Gaban, maka hanya Gabanlah yang terlintas di benak anak-anak jaman dulu untuk menggambarkan sesuatu yang outstanding.

2. Tidak banyak acara hiburan

Tanpa internet, smartphone, apalagi YouTube dan TiKTok, tidak banyak hiburan layar yang dinikmati anak-anak masa itu.

Jadi semua acara anak yang tayang di TVRI pada pukul 16.00-17.00 akan dinikmati dengan hikmat oleh mereka, terutama yang tinggal di kota.

Selain di waktu tersebut, TVRI hanya menayangkan acara-acara serius yang tidak menghibur. 

3. Acara impor anak-anak pertama

Serial hiburan anak pertama dari luar negeri yang tayang pertama di tivi adalah Gaban.

Kalau film dan serial anak yang beredar dalam bentuk video VHS memang banyak, tapi yang tayang nasional untuk dinikmati seluruh anak Indonesia barulah Gaban.

Setelah terbiasa menonton Unyil yang cuma boneka kayu tanpa ekspresi, melihat Gaban beraksi rasanya wow banget. Spektakuler di mata anak-anak masa itu.

Patung Gaban di Dufan 


Istilah "segede gaban" yang valid datang dari Dunia Fantasi. Arena hiburan bagian dari Taman Impian Jaya Ancol di Jakarta Utara itu memajang patung Gaban setinggi 11 meter tahun 1990-1995.

Kesukaan anak-anak pada Gaban dan munculnya patung Gaban ukuran raksasa di Dufan kemudian memunculkan istilah "segede gaban".

Apakah kalau patung Unyil raksasa yang dipajang di Dufan istilah yang muncul kemudian adalah "segede Unyil"?

Tidak. Walau tayang duluan di tahun 1981 daripada Gaban, Unyil populer bukan karena kekaguman anak-anak terhadap tokoh-tokoh dan kisahnya, melainkan karena enggak ada tontonan lain.

Gaban sangat disukainya pada masanya karena menghibur dan memancing imajinasi anak.

Lagipula, karena dari tahun 1981 enggak gede-gede, Unyil identik dengan hal-hal yang berukuran kecil.

***

Meski begitu, istilah "segede gaban" lebih cocok disebut sebagai bahasa slang (bahasa pergaulan sehari-hari) anak-anak Jakarta di era 1980-1990.

Anak-anak Jakarta ini kemudian pindah ke kota-kota satelit yaitu Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi mulai 1990 karena rumah orang tua mereka tergusur oleh pembangunan ibu kota.

Sebagian lagi ikut pindah ke Bodetabek karena berkeluarga dan tidak mampu membeli rumah di Jakarta yang harganya selangit.

Orang-orang inilah yang lantas menyebarkan istilah "segede gaban" ke daerah lain dan sampai sekarang masih dipakai terutama oleh Gen X dan Milenial.