Go Woke dan Gerakan LGBTQ yang Makin di Luar Nalar

Go Woke dan Gerakan LGBTQ yang Makin di Luar Nalar

Gerakan Woke (bentuk lampau dari awake atau wake-bangun) berasal dari Amerika Serikat dan kini diikuti orang-orang di Eropa. Berawal dari politik untuk menghilangkan diskriminasi terhadap kulit hitam dan kaum minoritas, kini wokeness telah merambah ke berbagai konteks kehidupan.

Ilustrasi: The Economist/Juanjo Gasull

Gerakan Woke juga sampai ke industri film. Disney membuat-ulang film Snow White (Putri Salju) pada 2023 yang pemeran utamanya berdarah Amerika latin Rachel Zegler. 

Rachel ditolak penggemar Disney lantaran kulitnya agak coklat dengan wajah latino dan kurang putih untuk memerankan Snow White.

Snow White disebut white karena kulitnya seputih salju, jadi aneh kalau pemeran Snow White kulitnya tidak putih, kata mereka. Namun, alasan itu ditentang Disney dan penganut gerakan Woke. Mereka bilang siapa saja boleh memerankan Snow White meski orang Asia sekalipun.

Banyak orang AS bilang Disney telah memainkan agendanya yang pro-wokeness karena telah melenceng dari pakem film Disney yang asli. Modifikasi boleh, tapi tidak melenceng, kata mereka. Film Snow White direncanakan tayang pada 2025.

Apa itu Gerakan Woke?

 

Go Woke mendorong orang untuk punya keberanian dalam bersikap, berpikir bebas, dan setara dengan yang lain. Saking bebas dan setaranya mereka boleh jadi apa saja yang mereka mau. Laki jadi bencong, perempuan jadi laki, anak-anak jadi kucing, dan sebagainya.

Padahal awalnya wokeness digunakan dalam konteks politik pada tahun 1930-an untuk "membangunkan" (wake) kulit hitam di Amerika Serikat supaya sadar akan masalah sosial dan politik yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Senator Marcia Fudge memegang kaus Woke pada 2018 (dok. akun X Marcia Fudge)

Makanya kamus Oxford mengartikan wokeness sebagai kewaspadaan dan keprihatinan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan sosial.

Gerakan wokeness mulai bergeser pada tahun 2010-an dari pemahaman politik menjadi gerakan yang mempermainkan nalar, termasuk didalamnya dukungan terhadap lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer atau LGBTQ. 

Orang-orang yang akalnya sehat yang tidak menyukai kebebasan ala LGBTQ sering dicap diskriminatif. 

Gerakan wokeness juga menyebut waria, bencong, dan sejenisnya sebagai gender (jenis kelamin) ketiga. Karena itulah orang berakal sehat yang berkukuh bahwa di dunia hanya ada dua jenis kelamin laki-laki dan perempuan dikatakan sebagai transphobia (fobia terhadap transgender).

Go Woke dan Black Lives Matter


Wokeness makin menggema pada 2014 berbarengan dengan gerakan Black Lives Matter. Ketika itu lelaki kulit hitam bernama George Flyod meninggal dunia karena lehernya diinjak polisi selama 9 menit dalam kondisi terborgol. 

George dituduh membayar rokok di toko dengan uang palsu pecahan $20. Kasir di toko tempat George membeli rokok bilang dia langsung menduga uang yang dibayar George palsu karena ada "warna biru yang tidak biasa" di uang itu. 

Apalagi sebelumnya teman George juga beli rokok pakai uang palsu. Saat George datang, si kasir berbaik sangka mungkin George tidak tahu kalau uang itu palsu, jadi waktu dia lihat "warna biru yang tidak biasa" di uang, si kasir tetap menerimanya, tapi memberitahu manajer toko.

Manajer toko kemudian memanggil George dan bilang uangnya palsu, tapi George dua kali menolaknya. Manajer lalu menyuruh pegawai lain menelpon 911.

Sampai sekarang belum jelas apakah George benar membayar rokok dengan uang palsu atau tidak.

Kematian George Floyd ditangan polisi memicu lagi gerakan Black Lives Matter yang telah ada sejak 2013.

Gerakan #BlackLivesMatter dibuat oleh tiga wanita Alicia Garza, Patrisse Cullors, dan Opal Tometi sebagai gerakan politik dalam menanggapi pembebasan George Zimmerman yang melenyapkan nyawa kulit hitam Trayvon Martin.

Black Lives Matter juga dianggap sebagai bagian dari gerakan Wokeness karena dua dari pendirinya merupakan queer. Mereka juga memperjuangkan hak dan kesetaraan LGBTQ kulit hitam.

Murid Jadi Kucing

 

Gerakan wokeness makin meluas tidak cuma mengkampanyekan LGBTQ, melainkan juga kehidupan manusia jadi hewan.

Ada guru di AS yang bingung karena muridnya bertindak dan berperilaku seperti kucing. Tiap ditanya selalu menjawab meong atau miauw. Anehnya guru tidak boleh marah dan menegur siswa karena dia akan dianggap melanggar hak queer. Si guru bisa dipecat.

Murid yang bertingkah jadi kucing masuk dalam kategori queer alias bukan laki, bukan perempuan, dan tidak terikat pada jenis kelamin tertentu. 

Ada juga orangtua yang mempertanyakan kenapa nilai ulangan anaknya jeblok. Gurunya lalu bilang kalau si anak menjawab soal dengan meong, meong, dan meong, jadi dapat nilai nol.

Orangtuanya marah kepada sang guru, tapi untungnya kepala sekolah bisa menghindarkan guru dari tuntutan hukum. Si anak akhirnya pindah sekolah di mana dia bisa diterima sebagai "kucing".

Ada juga tante (masih dari AS) yang cerita di Reddit kalau dia menegur keponakannya waktu si keponakan seharian bertingkah sebagai anjing. Kata si Tante biar gak kebablasan. 

Semua itu kedengarannya seperti cerita aneh gak masuk akal, tapi nyatanya memang seperti itu yang dihadapi banyak orang di AS dan Eropa terhadap fenomena Wokeness atau Go Woke.

Go Woke Go Broke

 

Dulu orang normal mempersilakan kaum LGBTQ melakukan yang mereka suka, termasuk memakai simbol pelangi untuk mewakili identitas mereka. Saking seringnya LGBTQ menggunakan simbol pelangi, sekarang pelangi jadi identik dengan mereka.

Orang Barat (Amerika dan Eropa) menyebut kaum LGBTQ sebagai kaum pelangi. Meski begitu tidak sedikit orang yang menyayangkan pencomotan pelangi oleh gerakan Wokeness yang membuat orang normal tidak lagi leluasa menggunakan gambar pelangi.

Lama-lama kampanye gerakan LGBTQ yang memakai jargon gerakan wokeness makin masif sampai ke sekolah, kampus, dan berbagai lapisan masyarakat bahkan anak-anak. Hal ini bikin resah warga AS.

Keresahan memuncak karena para penganut Go Woke mencap orang yang normal sebagai orang yang berpikiran konservatif (kuno, jadul, sempit) karena tidak menerima kenyataan adanya kebebasan dan hak LGBTQ. 

Melihat gerakan Go Woke makin ngelunjak karena selalu memkampanyekan gaya hidup yang tidak masuk akal, banyak orang lalu melakukan penentangan terang-terangan. Salah satu yang berani menentang transgender adalah J.K Rowling.

Salah satu yang ditentang JK Rowling adalah penempatan atlet transgender pria ke tim olahraga wanita. JK Rowling bilang lelaki tetaplah laki-laki dan tidak bisa jadi wanita. 

Apa yang dikatakan JK Rowling sebetulnya cuma secuil dari kenyataan. Di kehidupan nyata di AS, banyak laki-laki yang wajah, gaya, dan pakaiannya masih laki banget masuk ke tim olahraga perempuan.

Mereka merasa berhak masuk ke tim perempuan karena menganggap diri mereka sebagai queer. Anggota asli yang semuanya perempuan protes karena mereka tidak nyaman latihan bareng laki-laki, tapi pelatih tidak bisa berbuat apa-apa.

Pelatih tidak boleh menolak kehadiran laki-laki di tim perempuan. Kalau menolak bisa dilaporkan ke Komnas HAM karena menolak hak LGBTQ. Akhirnya tim itu bubar karena semua perempuan tulen mengundurkan diri.

Jadi keberadaan LGBTQ dan Wokeness sebetulnya meresahkan banyak orang di AS dan Eropa. Namun, mereka kuatir kena masalah kalau menentang hal tersebut.

Sebagai jalan menyuarakan keresahan, mereka memboikot perusahaan atau produk yang nyata-nyata mendukung wokeness dan LGBTQ seperti Disney, Paramount, Adidas, Victoria's Secret, Gillette, dan Snapchat.

Tercatat setidaknya 20 perusahaan besar yang bangkrut setelah mereka mendukung Wokeness. Dari situlah jargon go woke go broke (ayo bangun ayo bangkrut) dimulai.

Bebas Tidak Berarti Semaunya


Ada remaja yang tidak mandi selama 19 hari. Ibunya marah dan berkali-kali menyuruhnya mandi karena badannya sudah sangat bau. Di depan kamera yang videonya tayang di YouTube, si remaja bilang dia bebas tidak mandi sampai kapanpun karena itu haknya.  

Hampir semua orang di kolom komentar menganggap gerakan wokeness sudah merusak akal sehat karena tidak lagi masuk akal. Orang-orang yang menganut paham go woke malahan terlihat konyol, memalukan, dan membodohi diri sendiri.    

Memang betul, manusia diberi kebebasan jadi apa saja yang mereka mau. Jadi pilot, dokter, penulis, blogger, gubernur, bahkan presiden. Bahkan pindah agama saja boleh walau pasti dilaknat agama asal masing-masing.

Namun, kebebasan itu haruslah yang sesuai kodrat, fitrah, etika, dan norma manusia sebagai makhluk berakal. Akal sehatlah yang membedakan manusia dari hewan. Hewan saja kadang punya rasa malu dan bisa dilatih untuk bersikap baik dan tidak semaunya, mosok manusia tidak.


Gaya Hidup Rebahan Ternyata Bukan Buat Pemalas

Gaya Hidup Rebahan Ternyata Bukan Buat Pemalas

Si sulung asyik scroll TikTok, si adik main game, eh, si ibu ikutan mager nonton drakor maraton langsung 10 episode. Apa cuma si bapak yang gak terpengaruh sedentary lifestyle

sedentary lifestyle

Ternyata si bapak di kantor juga kerjanya cuma duduk seharian mengetik di depan komputer dan membuat laporan. Saat rapat pun bapak duduk terus..

Keseharian sehari-hari yang seperti itu dengan hanya duduk, berbaring, dan jarang beraktivitas fisik dinamakan sedentary lifestyle. 

Sedentary lifestyle adalah gaya hidup yang minim aktivitas fisik baik yang disengaja atau tidak. Pada kehidupan sehari-hari kita mengenalnya dengan istilah mager (malas gerak).

Awal Mula Munculnya Gaya Hidup Mager Sedentary Lifestyle

Sedemtary lifestyle muncul ternyata bukan dipicu oleh keberadaan internet dan digitalisasi. Laman Thought menyebut gaya hidup mager sudah ada sejak 12.000 tahun lalu sejak manusia memutuskan untuk menetap dan hidup dalam kelompok masyarakat yang punya pembangian tugas.

Pembagian tugas itu meliputi bertani, beternak, dan berburu dengan subtugasnya masing-masing. Sejak antarkelompok masyarakat tidak lagi nomaden (hidup berpindah-pindah), sejak itulah sedentary lifestyle atau gaya hidup menetap ada sampai sekarang. 

Related: Social Loafing Orang si Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Lama-lama sedentary lifestyle mengalami pergeseran makna, dari gaya hidup menetap jadi gaya hidup sambil duduk, kurang gerak, dan minim aktivitas. Menetap juga, sih, ya, tapi makna menetap disini jadi lebih sempit. Menetap di satu kamar, satu ruangan, atau di satu rumah.

Perubahan makna sedentary lifestyle juga dipicu munculnya revolusi industri di awal abad 20 yang serba mesin menggantikan tenaga manusia.

Sedentary Lifestyle Kaum Rebahan

Istilah kaum rebahan disematkan pada mereka yang senangnya main medsos berjam-jam, pemalas, dan mau apa-apa serba instan. Stereotip ini awalnya marak disemangatkan pada Milenial pada masa 2010-2019. Bagi generasi sebelumnya Milenial terlihat gak pengin ngapa-ngapain, tapi mau langsung sukses.

Kebanyakan dari mereka juga menghabiskan waktu dengan berbaring (rebahan) atau duduk-duduk malas sambil berselancar di internet atau main game.

Related: Social Loafing Rajin Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Nyatanya, pekerjaan yang cuma duduk dan rebahan itu kini terbukti bisa menghasilkan rupiah yang tidak sedikit dari menulis konten, nge-blog, dan menciptakan video konten untuk medsos.

Para pekerja kreatif kadang rebahan saat menyelesaikan pekerjaannya entah karena bosan duduk, capek berdiri, atau ingin sambil bersantai.

Related: Beda Remote Working dan Digital Nomad dari Cara Kerja sampai Tempat Tinggal

Risiko Gaya Hidup Mager

Meski menghasilkan uang dari duduk dan rebahan, kita sesekali harus berdiri dan melakukan gerakan fisik. Lebih bagus kalau rutin jalan pagi atau jogging minimal sepekan sekali.Sedentary lifestyle bisa memicu datangnya penyakit kalau terus-terusan kita lakukan tanpa diimbangi aktivitas fisik.

Saat kita kebanyakan duduk dan tidak banyak bergerak, kadar oksigen dalam darah jadi rendah. Situs Normal Breathing menyebut kalau oksigenasi sel-sel tubuh normalnya terjadi tiap 40 detik, tapi pada orang yang menerapkan sedentary lifestye terjadi tiap 20 detik. 

sedentary lifestyle gaya hidup mager
Orang mager lebih cepat lelah daripada yang banyak gerak karena sel-sel tubuh mengalami oksigenasi lebih cepat (sumber: normalbreathing.com)

Artinya, sel-sel tubuh tidak dapat cukup oksigen karena datang-perginya oksigen itu terlalu cepat. Maka orang yang jarang bergerak justru lebih sering merasa cepat lelah daripada orang yang banyak gerak.

Dalam jangka waktu lama, sedentary lifestyle bisa memicu penyakit lebih berat, yaitu:

  1. Diabetes melitus tipe 2, karena metabolisme gula darah terganggu.
  2. Hipertensi, karena tekanan darah menjadi tinggi akibat aliran darah yang terhambat.
  3. Dislipidemia yaitu kondisi dimana kadar lemak dalam darah tidak normal.
  4. Kegemukan atau obesitas karena kalori yang masuk lebih banyak daripada yang dibakar.
  5. Risiko kanker karena peradangan kronis dan ketidakseimbangan hormon.
  6. Osteoporosis sebagai akibat dari rapuhnya tulang karena kurangnya rangsangan mekanik.

Keseimbangan

Keseimbangan membuat hidup kita jadi nyaman. Hal baik dan buruk dalam hidup pun terjadi untuk keseimbangan. Tidak semua hal selalu berjalan baik dan tidak melulu buruk. Sama halnya dengan aktivitas kita sehari-hari.

Kadang kita perlu duduk kadang perlu berdiri dan kapan harus berolahraga. Atlet pun tidak melulu latihan, blogger tidak melulu ngeblog. Maka sedentary lifestyle boleh mendominasi hidup kita asalkan kita selingi dengan aktivitas fisik.

Jadi sesusah menulis berjam-jam di depan laptop, kita bisa merapikan rumah, menyapu dan mengepelnya sendiri sampai bersih. Kemudian di akhir pekan, kita bisa jogging mengelilingi komplek atau di taman kota. Bisa juga ke mall sambil berjalan melihat-lihat barang-barang bagus.

Yang penting keseimbangan.

Alasan Dibalik Keengganan Kita Menolong Korban Kecelakaan

Alasan Dibalik Keengganan Kita Menolong Korban Kecelakaan

Ada perempuan yang tiba-tiba jatuh dari motor karena karena dia baru belajar mengendarai motor ditengah jalanan yang basah karena hujan.

Ilustrasi efek pengamat (bystander effect) dibuat dari Microsoft Designer

Apakah kita akan menolongnya? Atau biar saja, deh, orang lain yang nolong daripada saya kena masalah

Ternyata orang yang enggan menolong orang lain saat terjadi kecelakaan dan kesulitan di tempat umum bukan cuma kita saja, melainkan hampir semua orang melakukannya. Itulah yang disebut dengan bystander effect

Bystander effect adalah fenomena psikologis ketika seseorang tidak berkeinginan menolong korban dalam situasi darurat saat disitu sudah ada orang lain yang hadir. Makin banyak orang yang ada di TKP (tempat kejadian perkara) makin banyak juga yang tidak mau menolong.

Awal Mula Fenomena Bystander Effect

 

Bystander (pengamat) dan effect (efek/dampak) terjadi karena ada difusi (penyebaran atau perembesan) sosial dan tanggung jawab. 

Difusi tanggung jawab terjadi ketika makin banyak orang yang ada di satu tempat saat kecelakaan atau krisis terjadi, makin rendah rasa tanggung jawab individu untuk bertindak. Sedangkan difusi sosial terjadi saat orang yang ada di TKP saling tunggu dan mengawasi orang lain untuk menentukan bagaimana harus bertindak.

Istilah efek pengamat (bystander effect) ini pertama kali tercetus oleh pembunuhan Kitty Genovese pada 1964 di luar kediamannya di New York. Kitty amat mungkin selamat kalau 38 tetangganya menelepon polisi atau menolongnya saat perampokan, pemerkosaan, dan penikaman itu terjadi. Tapi mereka cuma melihat dan mendengar tanpa melakukan apa-apa.

Setelah peristiwa itu, mengutip Psychology Today, psikolog sosial Bibb Latané dan John Darley kemudian melakukan beberapa studi dan percobaan kenapa orang sampai tega ga nolong atau minimal lapor polisi. Dari keduanyalah istilah bystander effect muncul.

Percobaan Sosial yang Mencetuskan Bystander Effect 

 

Eksperimen pertama yang mereka lakukan adalah merekrut mahasiswa untuk jadi peserta dalam diskusi kelompok melalui interkom. Bibb Latané dan John Darley memberitahu para peserta kalau mereka akan bicara bergantian dengan orang lain yang tidak terlihat dan hanya melalui interkom.

Nyatanya, tidak ada orang di seberang interkom. Para peserta cuma mendengar rekaman suara yang sudah disiapkan. 

Pada suatu titik, salah satu suara pura-pura mengalami kejang epilepsi dan minta bantuan. Bibb Latané dan John Darley mengukur seberapa cepat dan seberapa sering para peserta mencoba menolong atau minta bantuan orang lain. 

Bibb Latané dan John Darley menemukan bahwa jika para peserta berpikir bahwa mereka adalah satu-satunya yang mendengar suara itu maka 85% dari mereka menolong dalam waktu satu menit. Namun, kalau mereka berpikir bahwa ada empat orang lain yang juga mendengar suara itu, cuma 31% dari mereka yang menolong dalam waktu satu menit.

Eksperimen kedua yang dilakukan Bibb Latané dan John Darley ialah meminta para peserta untuk mengisi kuesioner di sebuah ruangan. Selama mereka mengisi kuesioner, asap mulai keluar dari ventilasi di ruangan itu. 

Bibb Latané dan John Darley mengamati seberapa lama para peserta memperhatikan asap, seberapa lama mereka memeriksanya, dan seberapa lama mereka melaporkannya kepada orang lain. 

Hasilnya, kalau para peserta sendirian di ruangan itu, 75% dari mereka melaporkan asap dalam waktu enam menit. Akan tetapi, saat peserta bersama dua orang lain, yang sebenarnya adalah konfederat yang pura-pura tidak memperhatikan asap, cuma 10% peserta yang melaporkan asap dalam waktu enam menit.

Konfederat adalah orang yang bekerja sama dengan peneliti.

Bibb Latané dan John Darley membuat percobaan lain dan beberapa studi yang melahirkan bystander effect. Mereka berpendapat ada banyak faktor sosial yang dapat menghambat atau memfasilitasi setiap tahap ini, seperti jumlah orang yang hadir, norma sosial, karakteristik korban, dan karakteristik penolong. 

Mereka juga mengemukakan beberapa konsep untuk menjelaskan mengapa orang kurang bersedia membantu ketika ada orang lain di sekitar, seperti difusi tanggung jawab, penilaian sosial, dan kesesuaian sosial.

Kenapa Orang Diam Saja dan Tidak Menolong Korban?

 

Selain karena kondisi psikologis yang terjadi karena pengaruh orang banyak yang ada di sekitar, yaitu difusi tanggung jawab dan difusi sosial, ada alasan lain yang lebih pribadi yang dirasakan saat menyaksikan kejadian memilukan.

Alasan itu bisa karena:

1. Shock (terkejut). Beberapa dari kita perlu mencerna sejenak apa yang sedang terjadi. Setelah otak mampu mencerna, kita tidak langsung bertindak karena berbagai pertimbangan, dua diantaranya karena difusi tanggung jawab dan sosial itu tadi.

2. Merasa lemah dan tidak berdaya untuk menolong. Situs Simply Psychology mengatakan ada banyak orang yang takut menolong karena merasa tidak berdaya dan lebih lemah dari pelaku atau dari kejadian yang terjadi di depan mata, misalnya kecelakaan mobil atau kebakaran.

Mereka memilih diam atau pura-pura tidak tahu dan berharap orang lain yang jadi penolong atau melakukan sesuatu untuk menolong.

Betul juga, alih-alih menolong bisa jadi nyawa kita yang terancam. Ini biasanya terjadi di kejahatan jalanan seperti begal, klitih, penjambretan, penodongan, atau tawuran. Orang yang paling berani menolong saat ada kejahatan jalanan biasanya cuma tentara dan polisi.

3. Merasa bukan urusannya. Saat ada orang lain di TKP, kita cenderung cuek dan tidak ingin terlibat karena merasa hal itu bukan urusan kita.

Kita merasa sudah punya masalah dan urusan sendiri dan tidak ingin menambahnya dengan menolong atau mengurusi korban.

Contoh paling nyata ada di kasus KDRT. Keluarga dan tetangga sering tidak menolong karena merasa itu urusan rumah tangga suami-istri dan bukan urusan mereka.

4. Takut dihukum. Di negara kita, alasan hukum juga membuat kita enggan menolong. Sudah bagus kita mau nolong, lha, kok, malah jadi tersangka. Kalaupun tidak jadi tersangka, minimal jadi saksi yang bisa berkali-kali dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.

Kejadian ini pernah menimpa Amaq Sinta yang jadi korban begal. Dia melawan dua begal yang mengancamnya dengan senjata dan mau merampas motornya. Amaq sudah berteriak minta tolong, tapi tidak ada warga yang datang. 

Berbekal pisau kecil yang dibawanya, Amaq menikam dua begal yang akhirnya tewas itu. Amaq kemudian melaporkan pembegalan itu ke polisi. Ternyata dia malah jadi tersangka pembunuhan. Untunglah penyidikan dihentikan setelah Kapolri Listyo Sigit turun tangan.

Apakah Bystander Effect Dibenarkan?

 

Efek pengamat bisa dikurangi kalau masyarakat punya empati terhadap korban atau terhadap kejadian memilukan yang terjadi di depan mata. 

Cara meminimalisir bystander effect adalah mengasah empati dan kepekaan sosial. Jadi kita tidak perlu saling tunggu dan pura-pura tidak tahu yang bisa berakibat nyawa korban melayang.

Pelaku Bystander effect bisa dibilang tidak sesuai dengan moral agama karena ajaran agama mengharuskan kita saling tolong-menolong. 

Kalau kita kebetulan ada di situasi yang menyebabkan muncul korban seperti kejahatan jalanan, kecelakaan, KDRT, atau hal lain yang bisa menimbulkan korban, kita bisa menelpon nomor 112. Laporkan kejadian itu kepada operator 112 dan mereka akan meneruskannya ke polisi, pemadam kebakaran, BNPB/BPBD, atau pihak lain yang terkait.

Dengan begitu kita tidak perlu terlibat langsung, tapi bisa meminimalisir kejadian buruk yang bisa menimbulkan korban raga atau jiwa.

Kenapa Kita Melihat Wajah Orang Manusia dan Bentuk Hewan di Benda Mati?

Kenapa Kita Melihat Wajah Orang Manusia dan Bentuk Hewan di Benda Mati?

Pernah melihat awan berbentuk wajah manusia atau lafaz Allah? Eh, atau pernah juga melihat pohon bentuknya seperti raksasa? Ilusi visual itu namanya pareidolia. Ilusi visual dapat dimaknai sebagai kekeliruan dalam memaknai sebuah gambar pada objek.

Makanya pareidolia juga sering disebut dengan gangguan persepsi. Contoh pareidolia paling terkenal adalah penampakan manusia di bulan dan cemilan Cheetos yang bentuknya seperti spesies gorila harambe.

Penampakan jagung Cheetos yang diklaim berbentuk gorila harambe (kanan) yang laku 99,9 dolar di e-Bay (USA Today)

Sementara itu, arti pareidolia menurut kamus Merriam-Webster adalah kecenderungan untuk melihat gambar, pola, atau makna tertentu dalam rangsangan visual yang samar atau acak seperti melihat wajah, binatang, atau objek di awan, bulan, atau pada benda mati. 

Kenapa Kita Mengalami Pareidolia


Pareidolia berasal dari bahasa Yunani para dan eidolon. Para berarti disamping, bersama, atau salah. Eidolon artinya gambar, bentuk, atau rupa.

Kita mengalami pareidolia karena otak manusia cenderung mencari makna dan pengenalan di mana pun pada kesempatan apa pun karena pengaruh bagian otak yang disebut dengan fusiform face area.

Fusiform face area bertanggung jawab untuk mengenali wajah. Jadi saat kita melihat sesuatu yang mirip dengan wajah, bagian otak ini aktif dan membuat kita percaya kalau kita sedang melihat wajah betulan. 

Psychology GeniePsychology Genie melansir bahwa aktivitas saraf dalam otak, seperti di area lobus temporal, terlibat dalam pengenalan pola dan wajah. Saat kita mengalami pareidolia, area-area ini menjadi aktif karena otak mencoba untuk menafsirkan stimulus yang samar menjadi sesuatu yang bermakna.

Pareidolia dan Kondisi Mental 


Laman Psychology Today bilang kalau pareidolia mungkin ada hubungannya dengan mood dan tingkat kecemasan seseorang.

Namun banyak studi yang nelihat kalau pareidolia tidak ada hubungannya dengan mood dan tingkat kecemasan seseorang. Se-mood apa pun kita kalau otak tidak langsung memroses suatu benda, maka pareidolia tidak akan muncul.

Yang pasti pareidolia muncul karena persepsi dan keinginan kita untuk menafsirkan sesuatu yang sebetulnya tidak punya arti apa-apa menjadi sesuatu yang jelas dan nyata.

Pareidolia dan Halusinasi 


Jadi kalau kita melihat busa cappucino berbentuk mata atau awan berbentuk malaikat, sangat mungkin itu bukan firasat atau tanda alam, tapi kita sedang mengalami pareidolia karena otak kita memroses persepsi visual sesuai kebiasaan dan kemauan kita. 

Pareidolia dalam kopi (reddit/manojkathuria)

Apakah mungkin fenomena ini bisa disebut juga dengan, anak sekarang menyebutnya halu?

Dulu pareidolia sering dianggap halusinasi dan delusi, sekarang dianggap sebagai fenomena wajar yang dialami manusia yang disebabkan cara otak memroses rangsangan dan membentuk persepsi.

Pareidolia dan Penyakit Saraf


Meski merupakan fenomena wajar, tidak menganggu kesehatan fisik dan mental, orang yang mengalami pareidolia terus-menerus harus diwaspadai mengidap gejala skizofrenia atau epilepsi temporal.

Pemeriksaan gejala skizofrenia dan epilepsi harus dilakukan psikiater dan dokter saraf, bukan berdasarkan asumsi sendiri.

Jadi awan wajah siapakah yang kamu lihat tadi?



Butterfly Effect Saat Kekacauan Rumit Bermula dari Ketidaksengajaan Sepele

Butterfly Effect Saat Kekacauan Rumit Bermula dari Ketidaksengajaan Sepele

Kamus Merriam-Webster mengartikan butterfly effect (efek kupu-kupu) sebagai sistem kekacauan yang terjadi saat ada perubahan kecil di kondisi awal yang mengakibatkan kekacauan sistem dalam skala besar di masa depan.

Simpelnya, butterfly effect adalah istilah yang dipakai dalam teori kekacauan. Teori itu melihat bahwa sesuatu yang kecil dan sepele pada akhirnya dapat menimbulkan konsekuensi yang besar dan rumit.

Laman HowStuffWorks mencontohkan ketika kupu-kupu mengepakkan sayapnya di India, perubahan tekanan kecil pada kepakan itu ternyata menyebabkan tornado di Iowa, AS.

Asal Mula Teori Butterfly Effect

 

Pencetus butterfly effect adalah Edward Lorenz, seorang Matematikawan dan Meteorologis dari Masachusset Institute of Technology (MIT) yang mengemukakan tentang teori kekacauan (chaos). 

Edward membuat dokumen ilmiah berjudul “Prediktabilitas: Apakah Kepakan Sayap Kupu-kupu di Brasil Memicu Tornado di Texas?” 

Dokumen itu menjelaskan bahwa kepakan sayap kupu-kupu, jika disinkronkan di Brasil, dapat memicu tornado di Texas. Tentu saja Edward tahu ini keliru. Berbagai kondisi cuaca harus terjadi secara bersamaan untuk mencapai hasil yang kacau dari tornado, dan bukan berdasarkan kepakan sayap kupu-kupu semata.

Akan tetapi ide teori kekacauan dari Edward Lorenz ini menunjukkan kalau seluruh kehidupan cuma bisa diprediksi, tapi tidak pernah bisa dipastikan. Keputusan terpisah pada suatu hari atau terlambat satu menit pada hari lain dapat memicu rangkaian peristiwa yang sangat berbeda.

Butterfly Effect di Kehidupan Sehari-hari

 

Warga yang tinggal di pinggiran Jakarta seperti Depok, Bekasi, dan Tangerang Selatan tahu benar apa efeknya kalau mereka berangkat kerja pukul 05.30 dan 05.35. Cuma beda lima menit. 

Mereka akan tiba di kawasan Senayan, Sudirman, dan Thamrin di Jakarta Pusat pada pukul 07.00 kalau berangkat dari rumah pukul 05.30. Namun mereka akan sampai di sana pukul 08.30 kalau berangkat pukul 05.35.

Logikanya kalau selisih berangkatnya cuma lima menit, sampai di tempat tujuannya juga selisih lima menit, yaitu pukul 07.05. Nyatanya semua yang tinggal di pinggiran Jakarta mengalami hal yang seperti itu.

Contoh lainnya saat kita beli tumis kacang panjang di warteg untuk makan siang. Didalam kacang panjang itu rupanya masih ada telur cacing karena tidak dicuci bersih saat akan dimasak. Hanya karena makan satu kali tumis kacang panjang yang ada telur cacingnya, kita sampai harus dioperasi untuk mengeluarkan cacing yang telah beranak-pinak di usus.

Butterfly Effect di Alam

 

Kita mungkin sering berpikir, "Ahh, gak apa beli sebotol air kemasan plastik. Toh, cuma satu." Kalau jutaan orang di Indonesia berpikir sama, maka akan ada jutaan botol plastik dalam satu hari dan bisa menimbulkan masalah lingkungan di darat dan laut.

Contoh kecil dan sepele lainnya yang menimbulkan dampak besar adalah saat kita memetik bunga di pinggir jalan.

Didalam kelopak bunga itu ternyata ada lebah madu yang terbawa. Ketika terbang keluar dari kelopak bunga, lebah itu tidak tahu di mana sarangnya. Dalam waktu paling lama dua pekan si lebah madu akan mati karena tidak bisa hidup jauh dari sarangnya.

Karena si lebah madu mati, penyerbukan antarbunga terganggu dan akibatnya banyak bunga yang mati karena tidak bisa berkembang biak. 

Selintas tidak masuk akal, ya? Tapi itulah butterfly effect. Hal-hal sepele yang tampak tidak ada artinya ternyata berdampak besar dan rumit ke waktu mendatang.

Butterfly Effect yang Positif


Butterfly effect tidak selalu menimbulkan dampak negatif, ada juga positifnya misal membuang sampah pada tempatnya dapat menjaga kebersihan lingkungan dan meminimalisir penyakit yang datangnya dari lalat.

Mengurangi pemakaian kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum juga memberi dampak besar bagi kualitas udara dan pemanasan bumi.

Runtuhnya Tembok Berlin

Pada 9 Desember 1989 Gunter Schabowski pejabat Jerman Timur tidak sengaja mengumumkan di depan TV kalau sejak hari ini warga Jerman Timur dapat bepergian ke Jerman Barat. Situs Deloitte menyebut pengumuman itu memicu kerumunan besar di Tembok Berlin, dan akhirnya tembok tersebut runtuh.

Namun runtuhnya Tembok Berlin justru membawa persatuan bagi Jerman dan kemakmuran bagi Jerman Timur. Kini Jerman jadi salah satu negara maju di dunia yang terkenal dengan teknologi tingginya di industri otomotif dan elektronik.

Penisilin

Ilmuwan Skotlandia bernama Alexander Fleming meninggalkan laboratoriumnya selama sebulan dan saat kembali dia lihat ada jamur di cawan petrinya.

Alex tidak membuang jamur itu dan menyimpannya. Ternyata didalam jamur itu ada kandungan penicilum yang menghasilkan penisilin yang dia temukan tahun 1928. Penisilin merupakan antibiotok pertama di dunia dan sampai sekarang masih digunakan untuk melawan bakteri dalam tubuh.

Andai Alexander Fleming membuang jamur itu kita mungkin belum punya obat untuk mengatasi bermacam infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri.

Bisakah Kita Menghindari Butterfly Effect?

 

Bisa saja walau tidak bisa sepenuhnya menghindar karena tidak ada yang pasti di dunia ini. Semua bisa diprediksi, tapi hasilnya tidak ada orang yang tahu. Begitu juga dengan butterfly effect, kita bisa menghindarinya dengan melakukan bermacam cara, namun hasil akhirnya tetap tidak ada yang tahu.

Ini cara menghindari butterfly effect yang negatif di kehidupan sehari-hari.

1. Tidak sering mengambil keputusan yang terburu-buru. Selalu pikirkan dulu apa efek dan konsekuensi jangka pendek dan panjangnya sebelum membuat keputusan.

2. Menghindari melakukan hal negatif yang merugikan orang lain dan diri sendiri seperti mengejek, memaki, mengadu-domba, dan tindakan buruk lainnya yang tidak beradab dan berperikemanusiaan.

3. Tidak merusak lingkungan seperti membakar sampah dan membuang sampah sembarangan.

4. Hindari melakukan tindakan yang melanggar hukum serta norma sosial dan agama seperti korupsi, melakukan nepotisme kepada saudara sendiri, atau hidup bersama pasangan tanpa menikah (kkkumpul kebo).

Butterfly Effect dan Hukum Sebab-Akibat


Butterfly effect mirip seperti hukum sebab-akibat yang artinya sesuatu tidak akan terjadi kalau tidak ada sebabnya. 

Bedanya, butterfly effect merupakan teori yang berdasar pada kekacauan besar dan rumit yang berawal dari hal yang kecil dan sepele.

Sedangkan hukum sebab-akibat adalah prinsip yang menyatakan bahwa setiap peristiwa atau fenomena di dunia ini memiliki penyebab dan akibat yang saling berkaitan. Prinsip ini berlaku secara universal dan dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari. 

Filsuf Yunani Kuno Plato mengatakan kalau segala sesuatu yang menjadi atau berubah pasti melakukannya karena suatu sebab karena tidak ada yang bisa terjadi tanpa sebab. Hukum sebab-akibat juga diterapkan dalam ilmu sejarah di mana segala sesuatu yang terjadi dan berubah harus ada sebabnya.

Social Loafing, Orang yang Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Social Loafing, Orang yang Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Mengacu pada ilmu psikologi, social loafing atau kemalasan sosial berarti orang cenderung malas bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas/kepentingan kelompok walau sebenarnya mereka rajin dan bukan pemalas.

Meski begitu, social loafing tidak berlaku dalam kelompok sosial di mana anggotanya punya kesadaran bahwa mereka harus selalu bekerja bersama-sama dengan orang dalam kelompok itu.

Kerja kelompok relatif menyenangkan kalau orang dalam kelompok itu sama-sama terlibat di aktivitas sosial, misal PKK, karang taruna, ormas keagamaan, organisasi sosial, bisa juga Pramuka.

Orang yang sama-sama ikut kegiatan sosial punya hasrat yang sama untuk menjadi pelayan warga, jadi mereka dengan senang hati bekerja sama dalam satu kelompok dan masing-masing mengeluarkan usaha terbaiknya.

Maka bisa disimpulkan kalau social loafing lebih cocok diterapkan untuk pekerjaan kantoran, pabrik, atau perkebunan dan pertanian.

Asal Istilah Social Loafing 


Laman Simply Psychology melansir istilah social loafing atau kemalasan sosial datang dari hasil pengamatan dan percobaan yang dilakukan insinyur pertanian Prancis Max Ringelmann (1861-1931) pada pekerja perkebunan.

Max tertarik tentang bagaimana pekerja perkebunan memaksimalkan produktivitas mereka. Dia lalu menemukan bahwa tugas yang dikerjakan secara kelompok dapat hasil lebih baik daripada kalau dikerjakan secara individu, tapi ternyata masing-masing pekerja tidak mencapai kinerja maksimalnya.

Eksperimen Menarik-Tali Ringelmann


Pada 1913 Max Ringelmann kemudian membuat percobaan dengan tali dan minta orang-orang menarik tali yang dipasang pada pengukur tekanan. Dia meminta orang menarik tali itu sendirian kemudian menarik tali bersama-sama. Dari situ dia menemukan bahwa semakin banyak orang menarik, semakin rendah potensi kinerja mereka.

Jika dua orang masing-masing mampu menarik 100 unit maka ketika menarik bersama-sama total yang mereka tarik besarnya cuma 186 dari yang seharusnya 200 unit. Lalu delapan orang yang menarik bersama-sama total hanya dapat menarik 392, setengah dari total potensi keseluruhan mereka yaitu 800.  

Max Ringelmann mengaitkan fenomena itu dengan hilangnya koordinasi dan motivasi yang jadi sebab utama social loafing.

Hilangnya koordinasi disebabkan tidak adanya kesinambungan pekerja untuk mengeluarkan kemampuan yang sama dari awal sampai selesai. Lalu hilangnya motivasi disebabkan karena tiap orang dalam kelompok membiarkan yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Pada 1974 beberapa peneliti mengulang percobaan Ringelmann yang sedikit dimodifikasi. Para peneliti itu membuat dua kelompok. Kelompok pertama diisi sepenuhnya oleh para sukarelawan yang menarik tali. Pada kelompok kedua yang menarik tali hanya satu orang sukarelawan, yang lain cuma pura-pura menarik tali tanpa diketahui oleh satu sukarelawan itu.

Hasilnya kelompok pertama yang seluruh anggotanya menarik tali mengalami penurunan kinerja individu paling besar dibanding kelompok kedua.

Related: Lima Sifat Kepribadian Manusia Ternyata Tidak Ada Introvert

Percobaan sama yang dilakukan tahun 2005 lalu menemukan bahwa orang-orang mengeluarkan kinerja lebih besar bila bekerja dalam satu kelompok kecil dalam situasi terdistribusi maupun terkolokasi.

Namun, orang yang berada dalam kelompok terkolokasi cenderung mengalami tekanan untuk terlihat sibuk padahal sebetulnya tidak sibuk. Makanya mereka jadi pura-pura sibuk. Sedangkan orang yang berada dalam kelompok terdistribusi tidak mengalami tekanan seperti itu.

Kelompok terkolokasi dalam konteks pekerjaan artinya berada dalam lingkungan atau divisi yang sama, rincian pekerjaan yang serupa, dan tiap orang punya jabatan/posisi yang juga sama.

Penyebab Social Loafing

 

Social loafing bisa bikin frustasi ketua kelompok karena anggota kelompoknya tidak bekerja maksimal yang menyebabkan penurunan produktivitas. Situs Very Will Mind menyebutkan salah satu penyebabnya adalah besar-kecilnya kelompok.

Berikut alasan orang lebih malas bekerja dalam kelompok daripada bekerja sendirian.

1. Skala kelompok. Makin besar kelompoknya makin anggotanya tidak produktif karena merasa tidak dibutuhkan.

Sebaliknya, orang dalam kelompok yang lebih kecil akan bekerja giat karena merasa keberadaannya penting dan akan berkontribusi lebih banyak.

2. Motivasi. Orang-orang yang tidak suka berada dalam satu kelompok yang tidak disukainya (tidak satu circle, minder dengan anggota yang lain, atau merasa anggotanya tidak bisa diajak kerja sama) cenderung tidak termotivasi.

Karena tidak ada atau kurangnya motivasi mereka jadi malas bekerja akhirnya terjadi social loafing alias kemalasan sosial.

3. Pembagian tanggung  jawab. Orang akan cenderung terlibat dalam social loafing kalau mereka tidak merasa punya tanggung jawab terhadap tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan berkelompok.

4. Sangkaan. Saat melihat anggota kelompok bermalas-malasan, kita biasanya tidak ingin jadi orang yang mengerjakan semuanya sendiri. 

Makanya kita jadi cenderung ikut bermalas-malasan juga. Meski begitu, saat ada di dalam kelompok yang kebanyakan anggotanya berprestasi atau rajin, kita juga cenderung ingin bermalas-malasan karena beranggapan mereka dengan sendirinya akan menyelesaikan tugas itu dengan baik.

Apakah Orang yang Melakukan Social Loafing Berarti Egois?


Banyak orang yang terlalu lelah melakukan kerja kelompok karena harus menyesuaikan diri dengan karakter orang lain yang bisa saja bertolak belakang dengannya.

Related: Hustle Culture dan Tipe Karyawan yang Senang Melakoninya

Kerja kelompok juga mengharuskan banyak orang untuk saling bekerja sama. Bagi sebagian orang, kerja sama dianggap hanya buang waktu karena pekerjaan bisa selesai lebih baik dan cepat tanpa harus bekerja dengan banyak orang.

Selain itu orang pemalu dan pendiam juga kurang suka bekerja dalam kelompok karena merasa terpinggirkan hanya karena mereka tidak banyak bicara.

Jadi apakah orang yang terlibat social loafing berarti egois?

Mencegah Social Loafing

 

Kemalasan sosial dilakukan oleh banyak orang atau hampir semua orang dalam kelompok, jadi bisa berakibat tugas tidak selesai atau hasilnya alakadar.

Hal  yang dapat dilakukan untuk mencegah social loafing adalah sebagai berikut:

  1. Memberi tugas yang berbeda pada tiap anggota kelompok.
  2. Membentuk kelompok kecil dan membangun akuntabilitas individu yang artinya tiap anggota kelompok dapat dimintai pertanggungjawabannya.
  3. Menetapkan standar dan aturan yang jelas. 
  4. Mengevaluasi kinerja individu dan kelompok.
  5. Menilai prestasi atau hasil kerja masing-masing anggota sebagai individu.

***

Orang yang rajin dan giat bekerja, tapi tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya saat kerja kelompok bukan hal baru karena sudah diteliti sejak tahun 1913. Jadi kita tidak perlu heran kalau sekumpulan orang-orang pintar ternyata tidak bisa menghasilkan karya spektakuler saat mereka bekerja di dalam kelompok, lebih-lebih di kelompok yang sama.

Post-holiday Blues dan Cara Menghindari Galau yang Cemas Sepulang Liburan dan Kembali ke Rutinitas

Post-holiday Blues dan Cara Menghindari Galau yang Cemas Sepulang Liburan dan Kembali ke Rutinitas

Liburan bermanfaat untuk kesehatan mental karena mengembalikan kesegaran pikiran, mencegah stres, dan menciptakan rasa bahagia. Rasa capek sepulangnya liburan pun wajar karena ada banyak hal yang kita lakukan diluar rutinitas meski kita cuma liburan di rumah saudara atau sekadar pulang kampung. 

Penyebab Lelah Sepulang dari Liburan

 

1. Mengepak dan mengeluarkan baju dari koper. Mengeluarkan baju-baju dari lemari dan menyusunnya di koper butuh tenaga dan waktu ekstra, terutama buat ibu yang tidak punya pekerja rumah tangga (PRT).

Selain baju kita juga harus menyiapkan peralatan mandi, skin care, dan obat-obatan. Semua itu bisa bikin kita capek bahkan sebelum berangkat liburan.

2. Berkeliling ke tempat baru. Biasanya kita cuma jalan kaki dari kampus atau kantor ke terminal terdekat atau ke pangkalan angkot dan ojek.

Saat liburan kita lebih banyak jalan kaki mengelilingi tempat wisata, cari rumah makan, ke tempat parkir, kembali ke hotel, atau mencari oleh-oleh dan suvenir.

Capek juga akan terasa kalau kita pergi ke tempat liburan mengendarai mobil pribadi. Sudah lelah nyetir, masih juga harus jalan kaki kesana-kemari.

3. Baju kotor dan membereskan barang liburan. Setibanya di rumah pulang dari liburan kita masih harus mencuci baju kotor dan membereskan isi koper. 

Enak kalau kita punya pekerja rumah tangga tinggal minta tolong, kalau tidak punya, ya, harus kita kerjakan sendiri.

Lelah Normal dan Lelah yang Bikin Stres

Semua capek fisik yang kita rasakan amat wajar terjadi. Namun selain capek normalnya kita juga merasakan kepuasan batin dan kesenangan hati karena telah mengalami liburan yang mengembalikan kesegaran otak.

Sekembalinya dari liburan kita amat merasa lebih semangat dan siap menjalani rutinitas sehari-hari seperti biasa.

Normalnya rasa bahagia sepulang dari liburan masih menempel beberapa hari setelah kita melakukan aktivitas rutin. Hal itu membantu mental kita lebih sehat menghadapi kemumetan yang terjadi selama menjalani rutinitas.

Akan tetapi kalau capek itu disertai rasa stres, tidak siap kembali ke rutinitas, cemas berlebihan menghadapi aktivitas harian, dan ingin liburan terus, maka harus diwaspadai sebab kita bisa saja kena post-holiday blues.

Apa Sebenarnya Post-holiday Blues?

 

Post-holiday blues (perasaan galau sepulang liburan) disebut juga dengan post-vacation syndrome atau sindrom pascaliburan. Post-holiday blues adalah kelelahan mental dan kecemasan yang terjadi sepulangnya dari liburan karena tidak ingin kembali ke rutinitas harian. Lelah mental dan kecemasan ini bisa mencetus stres dan depresi.

Munculnya post-holiday blues bisa terjadi karena:

1. Sudah stres lebih dulu sebelum liburan. Itu terjadi bisa karena pekerjaan, aktivitas harian, atau masalah lain. yang tiba-tiba datang atau belum selesai.

Selama liburan kita jadi tidak menikmati dan malah menganggap liburan itu sia-sia karena toh kita akan menghadapi tekanan rutininas lagi sepulangnya dari liburan.

2. Tidak ada yang membantu membereskan sisa liburan. Rumah yang ditinggal beberapa hari sudah pasti agak kotor karena tidak disapu dan dipel seperti biasa.

Hewan peliharaan juga perlu diberi makan dan kotorannya dibersihkan. Belum lagi tanaman juga mulai layu. Baju-baju kotor dalam koper harus dikeluarkan dan dicuci, perlengkapan dan peralatan pribadi keluarga juga harus dibereskan.

Ini umumnya dialami oleh ibu yang tidak punya pekerja rumah tangga (PRT) dan anggota keluarga yang lain tidak bisa membantu karena punya kesibukan masing-masing.

3. Bercampurnya urusan pekerjaan dengan liburan. Pekerja kantoran yang cuti tidak disaat hari raya agama atau hari besar nasional kadang tidak bisa masih mengerjakan urusan kantor karena deadline atau tidak ada yang menggantikan.

Supaya Tidak Stres Sepulang dari Liburan

 

Kita bisa menghindari post-vacation blues atau post-holiday syndrome dengan cara menyiapkan dan memastikan pekerjaan atau urusan yang harus selesai sebelum liburan betul-betul selesai.

1. Selesaikan pekerjaan dan urusan yang bisa diselesaikan sebelum liburan. Jangan sampai pekerjaan menumpuk lebih banyak. Selesaikan yang bisa diselesaikan sebelum liburan.
 
Selesaikan juga urusan pribadi dan jangan tunda penyelesaiannya berlarut-larut sampai pulang liburan.

Liburan biasanya direncanakan jauh-jauh hari jadi kita bisa memprioritaskan mana pekerjaan atau urusan yang harus selesai dan mana yang memang harus diselesaikan sepulang liburan.

2. Bersihkan dan bereskan rumah sebelum berangkat. Pastikan rumah atau kamar pribadi rapi dan bersih supaya waktu pulang liburan kita tidak stres melihat tumpukan sampah dan debu yang menempel di ruangan.
 
3. Membagikan foto dan video saat liburan ke WhatsApp atau media sosial. Ini bisa membuat kita mengingat kembali saat-saat menyenangkan ketika liburan.
 
Dengan begitu kita bisa hati senang lebih lama walau liburannya sudah lewat dari sepekan, bahkan sebulan.
 
4. Segera bereskan baju kotor dan kembalikan koper ke tempat semula. Menunda mencuci baju kotor dan membereskan perlengkapan liburan cuma bikin tambah lelah.

Hindari post-vacation blues dengan secepatnya membereskan segala baju kotor, suvenir, perlengkapan liburan, dan peralatan pribadi. Dengan begitu kita masih punya waktu luang sebelum kembali ke rutinitas.

5. Sediakan waktu santai sebelum menjalani aktivitas harian dan rutinitas pekerjaan. Misal kita kembali kuliah atau kerja di hari Senin, pulanglah liburan 2-3 hari sebelum Senin.
 
Waktu senggang itu kita gunakan untuk membereskan barang-barang liburan, menyiapkan keperluan kuliah atau kerja Senin, dan istirahat dari liburan yang melelahkan fisik.

Jadi di hari Senin kita sudah betui-betul segar dan semangat setelah berlibur melepas penah dari kejenuhan sehari-hari.

Related: Perjalanan Pulang Terasa Lebih Cepat Karena Return Trip Effect


Liburan mestinya jadi momen menyenangkan yang membawa kesan dan membuat hati senang. Kalau pulang liburan kita stres dan malah depresi Healthline menyebut kita mungkin punya masalah mental yang tercetus dari liburan tersebut.

Kalau sudah begitu sebaiknya kita ngobrol dengan orang terdekat atau psikolog supaya kesehatan mental kita terjaga.
Menghindari Love Bombing Sampai Lepas dari Jeratannya

Menghindari Love Bombing Sampai Lepas dari Jeratannya

Oxford Languages mengartikan love bombing atau bombardir cinta atau pengeboman cinta sebagai tindakan yang melimpahi seseorang dengan perhatian dan kasih sayang terutama untuk mempengaruhi atau memanipulasi pasangannya.

Kadang-kadang pelaku love bombing juga memberikan hadiah untuk membuat kita senang dan merasa dimanja.

Pada awalnya kita merasa tersanjung dengan perhatian, pujian, hadiah, dan betapa dia tidak bisa hidup tanpa kita. Dia juga berulangkali membicarakan masa depan yang bahagia bersama kita sampai maut memisahkan. 

Semua terasa indah, tapi lama-lama dia akan menjerat kita dengan cara mengungkit kebaikannya, memanipulasi supaya kita merasa bersalah dan tidak berdaya. Lalu kita akan terjerat tidak tahu harus bagaimana lepas darinya.

Laman Cleveland Clinic Institute mendefinisikan love bombing sebagai bentuk pelecehan psikologis dan emosional yang sering disamarkan sebagai sanjungan berlebihan.

Sedangkan Healthline menyebut love bombing terjadi ketika seseorang membanjiri kita dengan kata-kata, tindakan, dan perilaku yang penuh kasih sayang sebagai teknik manipulatif.

Love Bombing dan KDRT

 

Bombardir cinta ada sedikit positifnya. Biasanya setelah bertengkar salah satu pasangan akan melakukan love bombing untuk baikan dengan memberi banyak perhatian, pujian, dan hadiah kecil.

Akan tetapi, kalau love bombing selalu dilakukan tiap kali pertengkaran terjadi yang disertai kekerasan fisik Itu berarti hubungan sudah diwarnai KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) atau disebut juga dengan domestic violence.

Cara Mengetahui Apakah Kita Kena Love Bombing

 

Laman Very Well Mind memberikan tanda yang harus kita sadari sebelum terjebak love bombing yang merugikan kita, caranya dengan mengidentifikasi hubungan kita dengan pasangan dengan cara sebagai berikut.

1. Narsistik dan tidak tertarik dengan apa yang ada pada diri kita.

Pasangan yang melakukan love bombing tidak tertarik dengan keluarga, hobi, cita-cita, karir, dan apa pun yang berhubungan dengan kita karena mereka narsistik.

Narsistik adalah kepedulian yang berlebihan pada diri sendiri yang ditandai dengan adanya sikap arogan, percaya diri, dan egois

Jadi apa pun yang ada dalam sebuah hubungan harus selalu tentang dia dan sesuai yang dia mau.

2. Sering memuji dan mrngkritik dalam waktu bersamaan.

Pasangan seringkali memuji dan mengkritik kita dalam waktu bersamaan yang sering disertai kalimat, "Ini, kan, buat kebaikan kamu sendiri." 

3. Berkali-kali nanya kita lagi dimana, sedang apa, sama siapa, dan sampai jam berapa.

Kita seolah tidak bisa punya kehidupan sendiri tanpa dia ikut didalamnya, padahal belum jadi suami-istri.

Pada pasangan yang sudah berumahtangga, pelaku love bombing akan sangat protektif dan tidak membiarkan pasangannya keluar rumah tanpa pengawasan darinya.

4. Sering pamer kemesraan bersama kita.

Pelaku love bombing senang mamposting foto romantis dengan kita di medsos atau memperlihatkan bahasa tubuh yang mesra saat berada di tengah orang banyak.

itu dilakukannya bukan karena rasa sayang, tapi untuk memanipulasi kita supaya di mata orang dia terlihat sebagai orang yang romantis penuh kasih sayang.

5. Tidak membolehkan kita bergaul dengan teman dan kumpul dengan keluarga besar.

Pelaku love bombing akan melakukan segala cara untuk menjauhkan kita dari teman-teman dan keluarga.

Dengan begitu kita akan merasa kesepian lalu dia tampil sebagai satu-satunya orang yang peduli dan sayang pada kita. Padahal dia yang menjauhkan kita dari teman dan keluarga dengan cara terus-terusan menjelekkan mereka dan bilang kalau kita gak pantes ada ditengah mereka.

6. Memberi hadiah lalu mengungkit.

Dia akan memberi hadiah sambil memuji betapa sayang dan berharga kita untuknya. Namun disaat yang sama dia juga mengingatkan betapa mahal hadiah itu dia beli dan betapa beruntungnya kita dapat hadiah mahal itu darinya.

Cara Lepas dari Jeratan Love Bombing 

 

Love bombing dapat dideteksi dari awal saat kita masih pdkt dengan dia. Dari awal dia sudah sering kirim WhatsApp atau telepon kita dengan kata-kata yang romantis dan penuh pujian. Itu saja sebenarnya sudah aneh.

Dia tidak mau tahu tentang aktivitas dan kegiatan kita di hari itu, tapi tiap setengah jam selalu bikin kita GR (gede rasa) setengah mati. Saking terlena dengan kata-kata manis, pujian, dan hadiah darinya, kita jadi lupa diri dan akhirnya terjerat hubungan toxic.

Kalau sudah terjerat love bombing, cara berikut bisa kita lakukan untuk lepas dari hubungan beracun tersebut.

1. Akhiri hubungan secepat mungkin.

Jangan berharap dia akan berubah lebih baik karena kita tidak bisa mengubah sifat dan perilaku seseorang tanpa dia sendiri yang mau berubah.

Jadi daripada buang waktu, segera putuskan hubungan saat kamu sadar sedang kena love bombing

2. Blocked Nomor HP dan Semua Akun Medsosnya.

Kalau sudah telanjur kena love bombing dan pasangan menolak putus, blocked nomor HP-nya dan blocked dia dari medsos.

Kalau perlu nonaktifkan akun medsos kita untuk sementara supaya dia tidak bisa pakai akun lain untuk melacak.

3. Putuskan kontak dengan teman, keluarga, dan seluruh kenalan yang ada hubungan dengannya.

Dia bisa menggunakan teman, keluarga, dan kenalan untuk melacak kita atau memanipulasi mereka supaya menghubungi kita.

jadi celah apa pun yang ada hubungannya dengan pelaku love bombing harus ditutup supaya dia tidak lagi bisa melacak dan memanipulasi kita.

4. Bukan salah kita.

Semua yang terjadi selama menjalin asmara dengan dia bukan salah kita, dialah yang bersalah. Jangan sampai kita terjebak menyalahkan diri sendiri yang akhirnya bikin kita kasihan sama dia.

Kita korbannya dan dia pelakunya. Jadi jangan dibalik dan termakan tipu dayanya.

5. Minta bantuan teman dan keluarga. 

Mintalah bantuan keluarga dan teman. Bilang pada mereka soal kondisi kita yang kena love bombing dan dapat teror serta ancaman. Jangan takut disalahkan.

Minta antar-jemput keluarga atau berangkat-pulang bareng teman tiap ke kampus atau kantor. Gunanya untuk jaga-jaga kalau dia nekat. 

Kalau punya uang berlebih, pakai jasa GoCar atau GrabCar sampai kita yakin dia sudah tidak bisa melacak. Dengan diantar saudara, menumpang teman, atau taksi online keamanan kita lebih terjaga daripada bawa kendaraan sendirian.

6. Lapor polisi

Melapor ke polisi, walau sulit ditindaklanjuti kalau kita tidak punya uang, setidaknya membuat batin kita nyaman.

Itu sekaligus memberi peringatan kepadanya kalau kita tidak takut dan betul-betul mau putus hubungan dengannya.

Sangat umum terjadi pelaku love bombing mengancam akan menyebar foto dan video tidak senonoh yang kita lakukan bersama dia.

Dari awal sebelum terjadi, langsung tolak kalau pasangan minta kita berpose tidak senonoh. Jangan pernah mau dan jangan terbujuk segala rayuannya. Pasangan yang betulan sayang tidak akan memaksa kalau kita tidak mau.

Pasangan yang suka maksa, itu sudah tanda awal dia toxic. Jadi sebelum terlambat, jangan pernah mau kalau pasangan minta kita berfoto atau membuat video tidak senonoh. Kelak dia akan mengancam dan meneror menggunakan foto dan video itu kalau keinginannya tidak dituruti.

Dengan mengetahui tentang love bombing kita jadi bisa menghindari hubungan asmara dengan orang yang toxic dan calon pelaku KDRT. Kemudian, jangan sampai kita yang jadi pelaku love bombing.

Capek dan Kelelahan Pulang dari Liburan? Inilah Alasan Orang Kena Post-Vacation Fatigue

Capek dan Kelelahan Pulang dari Liburan? Inilah Alasan Orang Kena Post-Vacation Fatigue

Idealnya sepulang dari liburan hati kita rasanya senang dan pikiran segar karena dapat pengalaman baru diluar rutinitas harian.

Tetapi, yang terjadi begitu masuk rumah, taruh koper, terus kok kita malah rasanya capek dan lelah, ya?! Kalau begini bukannya happy, refresh, dan siap menjalani aktivitas setelah liburan, kita malah jadi pengen liburan terus.

Capek dan lelah juga paling dirasakan para emak karena pulang liburan mereka masih harus mencuci baju kotor, menyapu dan mengepel rumah yang berdebu ditinggal liburan, juga membereskan barang dan suvenir yang dibeli selama berlibur.

Post-vacation Fatigue

Capek dan lelah sepulangnya dari liburan dikenal dengan istilah post-vacation fatigue. Lelah setelah liburan merupakan kewajaran yang sering dirasakan banyak orang dan biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.

Menurut Tim Bono, PhD dari Washington University, capek dan kelelahan pasca liburan terjadi karena kita melakukan usaha ekstra daripada yang biasa kita lakukan sehari-hari.

Selama liburan kita harus mencari tempat parkir di tempat yang belum kita kenal, mencari rumah makan yang enak, bolak-balik melihat peta atau bertanya kepada orang sekitar untuk sampai ke tempat tujuan. Saat di tempat liburan kita bersantai dan melakukan relaksasi dengan hati gembira, tapi disertai kewaspadaan terhadap tindak kriminal yang mungkin terjadi.

Tambahan lagi ketika selesai menikmati tempat wisata kita tidak bisa langsung keluar ke tempat parkir karena harus memutari lapak-lapak pedagang kaki lima yang berkelok-kelok. Sesampainya di parkiran, kaki rasanya sudah mau copot saking pegalnya.

Hal-hal yang seperti itu tidak kita disadari ternyata menguras fisik dan mental lebih dari saat kita menjalani rutinitas harian.

Related: Perjalanan Pulang Terasa Lebih Cepat karena Return Trip Effect 

Makanya setibanya di rumah setelah liburan, kita akan merasakan capek dan lelah sampai-sampai kita malah stres dengan urusan rumah tangga dan kantor atau malah ingin cepat liburan lagi untuk menghindari lelah di rumah.

Pra-liburan

 

Supaya terhindar dari capek dan lelah sepulang dari liburan, hal berikut bisa kita lakukan sebelum berangkat liburan.

1. Waktu ideal untuk pulang dari liburan adalah H-2 sebelum kembali masuk kerja, kuliah, dan sekolah.

Jadi rencanakan pulang ke rumah dari liburan 2 hari sebelum dimulainya aktivitas rutinitas harian untuk memulihkan diri. Kita juga punya waktu untuk mengembalikan kerapian rumah setelah berantakan dengan barang-barang dari liburan.

2. Tinggalkan rumah dalam keadaan rapi dan bersih.

Melihat rumah yang rapi dan bersih bisa membuat kita tenang dan terhindar dari rasa stres dari pikiran harus membereskan rumah setibanya dari liburan.

Hal ini berlaku juga kalau kita tinggal dengan mertua atau ipar. Tinggalkan rumah dalam keadaan rapi dan bersih sebelum pergi liburan sehingga mertua atau ipar pun segan untuk membuatnya berantakan dan kotor lagi selama kita tidak di rumah.

3. Sediakan uang receh Rp2.000, Rp5.000, dan Rp10.000

Uang receh mempermudah transaksi kalau kita kebetulan mampir di warung atau rumah makan lokal serta tempat parkir yang dijaga petugas. Taruh uang receh di pintu mobil, saku celana, atau dompet.

Dengan begitu kita tidak buang waktu dan tenaga hanya untuk menukar uang atau mengorek-ngorek berharap ada receh di tas.

Kalau kita ke luar negeri uang receh dalam mata uang setempat juga dibutuhkan untuk transaksi di street food atau di tempat lain yang tidak menyediakan pembayaran cashless.

4. Sediakan air putih dalam tas atau mobil supaya tubuh tetap terhidrasi dan tidak harus menahan haus selama dalam perjalanan.

Kalau tenggorokan terasa haus itu tandanya kita sudah mengalami dehidrasi ringan. Dehidrasi bikin kita jadi mudah marah dan gelisah. Jangan sampai perjalan terganggu karena kita mengalami dehidrasi walau ringan saja.

Pasca Liburan

 

Setibanya di rumah melihat rumah ini yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir rasa capek dan lelah sepulangnya dari liburan.

1. Keluarkan isi koper sesegera mungkin dan taruh baju kotor di keranjang baju seperti biasa. 

Baju kotor akan sangat menumpuk, tapi dengan mengeluarkannya dari koper sesegera mungkin kita telah menghindarkan diri dari menumpuk pekerjaan rumah tangga. Setelah mengeluarkan semua baju kotor, taruhlah langsung koper di tempatnya untuk menjaga rumah tetap rapi.

Akan tetapi, kalau kamu sampai di rumah pada tengah malam atau dini hari, biarkan dulu baju kotor tetap didalam koper dan tidurlah sampai pagi.

Saat pagi tiba dan kita sudah salat Subuh (bagi yang muslim), bongkar koper dan segera bereskan baju kotor, suvenir, sandal/sepatu yang dipakai liburan, sampai sampah yang mungkin terbawa ke rumah.

2. Sambil menunggu cucian selesai di mesin cuci, santailah sejenak melihat foto dan video yang diambil saat liburan sambil menikmati teh atau kopi panas.

Bersantai baik untuk memulihkan energi kita yang terkuras selama liburan.

3. Kalau kita punya anak, biarkan anak bersantai memainkan hpnya untuk melihat foto dan video mereka saat liburan atau chatting bersama teman-temannya.

Anak juga capek dan lelah sama seperti kita, jadi tidak perlu melampiaskan kekesalan dan kelelahan kepada mereka. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka suka setibanya pulang dari liburan. 

Staycation

 

Bagaimana kalau kita mau liburan tanpa merasa capek setelah pulang ke rumah? Staycation adalah salah satu caranya. 

Kita bersantai di hotel, resort di pantai, atau vila yang ada di pegunungan selama dua malam dan menikmati semua fasilitas yang ada di sana seperti kolam renang, spa, fitness, lounge, bersantai di pinggir laut atau menikmati sejuknya udara pegunungan.

Staycation tidak mengharuskan kita repot cari parkir, tempat makan, dan hiburan karena sudah tersedia di satu tempat. Maka itu menikmati liburan (vacation) tidak kemana-mana (stay) sambil menikmati fasilitas yang tersedia di tempat kita menginap dinamakan staycation.

Hotel yang nyaman untuk menikmati staycation minimal bintang tiga dan bukan yang budget hotel. Budget hotel biasanya berbintang dua kebawah, tapi sekarang makin banyak hotel bintang tiga yang jadi budget hotel.

Budget hotel hanya digunakan sebagai tempat istirahat pada malam hari sehingga fasilitas di situ tidak selengkap hotel non-budget karena tamu cuma butuh tidur.

Kalau memilih staycation, pastikan hotel yang kita pilih bukan yang tipe budget hotel.

Mengenal 5 Sifat Kepribadian Utama Manusia, Ternyata Tidak ada Introvert!

Mengenal 5 Sifat Kepribadian Utama Manusia, Ternyata Tidak ada Introvert!

Teori Big Five Personality Traits atau lima sifat kepribadian utama merupakan identifikasi dari macam-macam kepribadian manusia. Jadi bisa saja punya beberapa sifat sekaligus, tapi hanya satu yang dominan yang jadi kepribadian kita.

Teori ini ditemukan oleh Gordon Allport pada tahun 1954 dalam upayanya untuk memahami individu secara garis besar. 

Banyak psikolog di masa lalu sampai sekarang beranggapan kalau big figh five personality traits ini sangat kaku dan tidak memperhatikan perkembangan sifat manusia yang kompleks. Namun masih banyak pula psikolog yang memakai teori ini untuk memudahkan mereka menyimpulkan sifat utama kepribadian manusia guna berbagai keperluan, misalnya merekrut tenaga kerja.

Berikut lima sifat kepribadian utama manusia atau big five personality traits.

1. Conscientiousness (kehati-hatian)


Menurut laman Psychology Today conscientiousness mencerminkan kepribadian yang cenderung selalu bertanggung jawab, terorganisir, pekerja keras, berorientasi pada tujuan, dan tidak membantah kalau harus mematuhi norma dan aturan.

Ilustrasi dari The Human Capital Hub

Ciri khas utama orang yang berkepribadian concientiousness adalah teliti, tekun, dan pandai mengendalikan diri termasuk mengendalikan hati.

Sisi lainnya, orang conscientiousness bisa jadi impulsif (bertindak berdasarkan instingnya) dan tidak segan menuntut orang untuk bertanggung jawab dan bekerja sama kerasnya seperti dia.

2. Agreeableness (keramahan)

 

Lembaga psikologi Thomas menyimpulkan bahwa Agreeableness merupakan sifat kepribadian yang menggambarkan kemampuan seseorang untuk menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan mereka sendiri. 

Orang dengan kepribadian agreeableness ramah, punya empati yang tinggi, sangat senang membantu orang lain, dan sering memilih untuk bekerja sama daripada berkonflik dengan orang lain.

Di dunia kerja, orang yang berkepribadian agreeableness dikhawatirkan sulit mencapat puncak karir profesionalnya karena mereka selalu ingin melihat kemajuan orang lain daripada dirinya sendiri.

High Agreeableness

Orang yang tingkat keramahannya tinggi punya sifat yang sangat terlihat di depan umum, yaitu:

1. Selalu bersikap sopan, baik lisan dan tulisan kepada siapa saja tanpa pandang usia dan status.

2. Penuh perhatian dan tidak segan menunjukkan kasih sayang kepada sesama.

3. Mudah percaya pada orang lain dan menganggap tidak ada manusia yang punya niat jahat.  

4. Kooperatif dalam artian sering jadi juru damai diantara teman yang berantem. Sering juga jadi penengah bila ada sesama karyawan yang berselisih paham.

5. Sederhana. Orang dengan high agreeableness tidak suka pamer dan selalu rendah hati.

3. Neuroticism

 

Very Well Mind mengungkap kalau orang yang kepribadiannya dominan neuroticism gampang marah dan ngamuk bahkan dengan stimulasi (rangsangan) yang kecil saja, misal diledek atau ada teman yang bercandanya berlebihan. Saat marah mereka juga susah untuk ditenangkan.

Ilustrasi dari King's College London

Seseorang bisa punya kepribadian neuroticism disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Fungsi otak. Sebuah studi menemukan kalau orang dengan peringkat neuroticism tinggi punya kadar oksigen lebih rendah di bagian otak yang bernama korteks prefrontal lateral. Area otak ini berperan dalam berbagai fungsi kognitif.

2. Trauma masa kecil. Paparan ingatan terhadap kejadian buruk yang diterima saat kita masih anak-anak sangat mempengaruhi neuroticism di otak.

Tapi, neuroticism tidak meningkat kalau kita mendapat trauma di masa dewasa.

3. Iklim. Jika kita tinggal di iklim yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem, kemungkinan kita stres karena iklim juga meningkat.

Itu terjadi karena dopamin dalam otak jadi kacau yang menyebabkan kita jadi stres dan gelisah. Stres dan gelisah bisa bikin kita gampang marah.

4. Jenis Kelamin. Satu studi kepribadian di 22 negara menemukan bahwa wanita lebih banyak punya kepribadian neuroticism, baik yang dominan atau yang cuma sedikit.

5. Genetik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa neurotisme diwariskan secara genetik sama seperti kita mewarisi tinggi badan. Jadi, sampai tingkat tertentu, kita mungkin dilahirkan dengan kecenderungan dominan neuroticism.  

6. Kelangsungan hidup. Anak-anak jalanan, tunawisma, pengamen, atau pedagang lampu merah bisa jadi sangat peka terhadap ancaman dan bahaya karena hal itu dianggap bisa membuat mereka bertahan hidup. Lama-lama kepribadian yang dominan pada diri mereka adalah neuroticism.

4. Openness (keterbukaan)


Mike Leary, PhD dari Duke University mengatakan kalau keterbukaan disini bukan berkaitan dengan hubungan antarpribadi atau terbuka dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain. 

Yang dimaksud openness dalam lima kepribadian utama adalah keterbukaan intelektual atau penerimaan terhadap hal-hal baru. Termasuk dalam keterbukaan dalam Big Five Personalities Traits seperti dibawah ini.

Sumber: MedIndia

1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru. Tidak segan memcoba pengalaman baru bahkan yang menantang sekalipun, seperti melakukan bungee jumping atau berkemah di alam terbuka.

Meski begitu, terbuka pada pengalaman baru bukan berarti seseorang jadi FOMO (fear of missing out/takut ketinggalan tren terbaru)

Related: FOMO dan JOMO Ketakutan dan Kegembiraan Atas Keterlibatan Sosial

Orang berkepribadian opennes tidak pernah berkomentar negatif tentang apapun yang sedang jadi tren. Andai memungkinkan mereka akan mencoba sendiri walau pengalaman itu sudah jadul bagi kebanyakan orang.

Jadi terbuka terhadap pengalaman baru tidak berarti kena FOMO. 

2. Keterbukaan terhadap perubahan teknologi. Para openness tidak akan menentang adanya mesin dan robot yang menggantikan pekerjaan manusia. 

Andai harus memasang teknologi terbaru di rumah, mereka akan segera mempelajari penggunaaan teknologi itu alih-alih meributkan betapa ribetnya si teknologi.

Bahkan seorang penulis yang dominan openness-nya tidak akan kuatir terhadap keberadaan ChatGPT saking terbukanya mereka terhadap teknologi yang makin banyak berubah.

3. Keterbukaan terhadap ide-ide baru. Dalam hal ini dikenal istilah open-minded. Orang openness senang berdiskusi tentang adanya ide dan pendapat baru terhadap berbagai hal.

Inilah yang menjadikan mereka enak diajak sebagai teman diskusi tanpa kita kuatir pendapat kita dihakimi atau ditentang.

4. Keterbukaan terhadap ilmu baru. Orang yang dominan opennesnya pintar di suatu bidang ilmu atau dalam banyak hal, tapi merasa bahwa ilmu yang mereka kuasai tidak pernah cukup, sehingga mereka bukanlah orang yang senang menyombongkan pencapaian dirinya. 

***

Buat orang lain, orang yang kepribadiannya dominan openness akan tampak plin-plan, berubah-ubah, dan labil. Itu karena bagi kebanyakan orang keterbukaan dianggap sebagai hal yang meresahkan dan bisa mempengaruhi stabilitas yang sudah nyaman dirasakan orang-orang yang tidak openness.

5. Extraversion/Extroversion (ekstrovert)

 

Orang berkepribadian dominan extraversion adalah orang yang mudah bergaul dan berbaur di lingkungan sosial. Mereka juga digambarkan sebagai orang yang senang bicara dan tidak suka terlalu lama sendirian tanpa adanya orang lain di sekitarnya.

Pada umumnya banyak orang yang menganggap ekstrovert tukang pesta dan senang hura-hura. Nyatanya mereka tampak seperti senang pesta karena mereka selalu antusias dan semangat saat berada di tengah banyak orang.

Berkumpulnya sejumlah orang dalam satu tempat di waktu yang sama dengan energi yang berlimpah selalu diidentikkan dengan tempat pesta dan hura-hura.

Ekstrovert pemalu

Orang yang kepribadiannya dominan esktrovert belum tentu selalu ramah. Psychology Today mengatakan ada orang ekstrovert yang pemalu. Artinya seseorang dianggap punya energi bagi orang di sekitarnya dan menikmati berada di sekitar orang lain, tapi sangat grogi ketika berada di sekitar orang asing atau saat harus bicara di dalam kelompok.

Bagaimana dengan Introvert?

 

Kenapa introvert tidak termasuk dalam lima sifat kepribadian utama? Karena introvert sudah ada didalam extraversion. Dalam sifat kepribadian extraversion, introvert disebut sebagai low extraversion atau lack of extraversion.

Ilustrasi dari King's College Lodon

Orang dengan lack of extraversion bisa dimaknai sebagai orang yang lebih pendiam dari ekstrovert pemalu.

Masuknya introverted kedalam sifat kepribadian extraversion membuktikan kalau orang introvert bukan berarti tidak bisa bergaul. Mereka tidak punya masalah berada di tengah orang banyak seperti di kelas, di ruang tunggu bandara, seminar, bahkan di pesta. Mereka cuma butuh waktu lebih banyak untuk menyendiri supaya energinya kembali.

Kalau ada orang yang takut dan sangat gelisah saat berada di tengah orang banyak, bisa jadi dia menderita gangguan kecemasan sosial atau social anxiety disorder, bukan introvert. 

Penderita gangguan kecemasan sosial harus mendapat penanganan dari psikolog atau psikiater, sedangkan introvert tidak perlu sebab bukan merupakan gangguan mental.