Tidak Ada Dinasti Sanjaya Hanya Sailendra di Mataram Kuno
Mataram Kuno sering disebut juga dengan Kerajaan Medang. Didirikan oleh Sanjaya pada abad ke-8 (sekitar tahun 700-an). Sanjaya adalah anak Prabu Sanna. Menurut prasasti Canggal dan Carita Parahyangan, Prabu Sanna adalah raja ketiga Kerajaan Galuh yang memerintah pada tahun 709-716.
![]() |
Letak candi Prambanan di Jateng bagian selatan melemahkan pendapat ada dua wangsa yang berkuasa di Mataram Kuno dalam waktu yang sama |
Prabu Sanna gugur dan kerajaan Galuh runtuh pada tahun 717. Sanjaya kemudian menumpas semua musuh Kerajaan Galuh dan mendirikan kerajaan baru di Medang (sekarang Jawa Tengah) pada tahun 732.
Dia kemudian bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang memerintah Mataram Kuno sejak tahun 732-746.
Sanjaya dan Sailendra
Lokasi emperbaca.com kebetulan dekat dengan candi Borobudur. Candi ini dibangun oleh Raja Samaratungga dari wangsa (dinasti) Sailendra. Samaratungga memerintah Mataram Kuno pada tahun 802-842.
Raja Samaratungga beragama Buddha Mahayana, maka corak candi Borobudur juga Buddha dengan relief-relief yang menceritakan ajaran Buddha dan kehidupan Mataram Kuno pada waktu itu.
Akan tetapi, buyut Samaratungga, yaitu Raja Sanjaya ternyata beragama Hindu. Ada banyak candi di Jawa Tengah yang bercorak Hindu, salah satunya Prambanan.
Inilah yang memunculkan spekulasi bahwa di Mataram Kuno ada dua dinasti (wangsa) yang berkuasa, yaitu wangsa Sanjaya dan wangsa Sailendra. Pendapat ini dikemukan oleh sejarawan Belanda Frederik David Kan Bosch.
Frederik Bosch menyimpulkan dari prasasti Canggal dan Mantyasih yang menceritakan tentang raja-raja keturunan Raja Sanjaya. Bosch juga berteori dari keberadaan candi-candi di Jawa Tengah bercorak Hindu dan Buddha yang dibangun berdekatan.
Dari situ Frederik Bosch berpendapat bahwa wangsa Sanjaya memerintah di (wilayah yang sekarang) Jawa Tengah bagian
utara dan wangsa Sailendra di Jawa Tengah bagian selatan.
Lokasi Candi Borobudur dan Prambanan
Candi Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia peninggalan Mataram Kuno. Letaknya ada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Letak kabupaten ini di peta Jateng ada di bagian selatan.
![]() |
Candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur, dibangun pada masa pemerintahan Raja Samaratungga tahun 778 |
Kemudian, salah satu candi terkenal bercorak Hindu yang juga peninggalan Mataram Kuno adalah Prambanan. Candi Prambanan letaknya di Sleman, Yogyakarta, tapi pintu masuk kompleks candinya ada di Klaten, Jawa Tengah.
Dari letak geografis, baik candi Borobudur dan Prambanan sama-sama ada di selatan. Itu berarti dulunya merupakan wilayah pemerintahan wangsa Sailendra.
Kalau memang wangsa Sanjaya memerintah di Jawa Tengah bagian utara, melainkan di kota-kota pantai utara Jawa. Nyatanya letak Prambanan berada di Jateng bagian selatan, sama seperti Borobudur.
Kebenaran dari Poerbatjaraka
Adanya dua wangsa yang memerintah bersamaan di Mataram Kuno sayangnya masih dijadikan rujukan sejarah, padahal ada kebenaran dari penelitian prasasti yang dilakukan pakar sastra Jawa Kuno RM Ngabehi Poerbatjaraka.
Frederik David Kan Bosch berpendapat adanya dua wangsa di Mataram Kuno berdasarkan pada prasasti Canggal. Prasasti Canggal mengisahkan tentang Sanna yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
Rujukan kedua yang dipakai Bosch adalah prasasti Mantyasih yang dibuat pada masa pemerintahan Dyah Balitung (berkuasa tahun 899-911). Isinya tentang raja-raja Mataram Kuno yang berkuasa sebelum Dyah Balitung naik tahta.
Gelar Dyah Balitung adalah Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu.
Hal menarik bagi beberapa sejarawan Belanda adalah penyebutan pernikahan di prasasti Mantyasih. Penyebutan pernikahan pada prasasti merupakan hal langka, maka amat mungkin pernikahan itu amat penting bagi Dyah Balitung. Dari situlah muncul pendapat bahwa Dyah Balitung memegang tampuk kekuasaan kerajaan Mataram Kuno karena menikahi putri raja sebelumnya.
Tambahan lagi di Jawa Tengah banyak candi bercorak Hindu dan Buddha yang dibangun pada tahun yang berdekatan. Ini menimbulkan kesan pembangunan candi itu didukung oleh dua kekuasaan besar.
Itulah yang jadi dasar pendapat bahwa dalam Mataram Kuno ada dua dinasti yang berkuasa. Satu memerintah di bagian selatan, satu lagi di utara. Akan tetapi, Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka punya bukti lain.
Hanya ada satu wangsa, yaitu Sailendra yang memerintah Mataram Kuno. Raja Sanjaya sendiri sebetulnya keturunan dari wangsa Sailendra.
Poerbatjaraka meneliti isi empat prasasti, yaitu prasasti Kalasan yang berangka tahun 778, Kelurak (tahun 782), Abhayagiriwihara (tahun 792), dan Kayumwungan (tahun 824). Keempat prasasti itu hanya menyebut sailendrawangsa, tidak ada sanjayawangsa. Nama sanjayawangsa juga tidak ditemukan di prasasti mana pun yang pernah ditemukan di Jawa.
Poerbatjaraka menjelaskan dari prasasti Kalasan, Rakai Panangkaran dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka atau "permata wangsa Sailendra" yang menunjukkan peralihan agamanya dari Hindu Siwa ke Buddha Mahayana. Ini menguatkan bahwa Rakai Panangkaran tadinya beragama Hindu Siwa, seperti ayahnya, Raja Sanjaya.
Raja Sanjaya menyilakan putranya Rakai Panangkaran pindah ke agama Buddha. Apa iya cuma karena pindah ke agama yang berbeda dengan ayahnya, lalu Rakai Panangkaran bikin dinasti baru? Kan nggak.
Lalu versi Bosch mengisahkan Mataram Kuno dipersatukan oleh pernikahan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya dengan Ratu Pramodhawardhani dari wangsa Sailendra.
![]() |
Ilustrasi Pramodhawardhani dari Arka_Caraka |
Sebetulnya, Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani sama-sama dari wangsa Sailendra, hanya saja hubungan kekerabatan mereka sudah jauh jadi dibolehkan menikah.
Prasasti Sojomerto dan Penguat Satu Wangsa Mataram Kuno
Dua tahun setelah Poerbatjaraka wafat, arkeolog Boechari menemukan prasasti Sojomerto di Batang, Jateng, pada tahun 1964. Prasasti Sojomerto berisi silsilah keluarga Dapunta Sailendra dan mencatat keluarga ini menyembah Siwa Bhatara Parameçvara dan semua dewa-dewa Hindu.
![]() |
Prasasti Sojomerto yang ditemukan arkeolog Boechari tahun 1964 di Batang, Jateng. |
Dari prasasti Sojomerto Boechari berpendapat bahwa semua raja-raja Jawa adalah keturunan dari Dapunta Sailendra, termasuk Raja Sanna dan Sanjaya. Sanjaya bukanlah pendiri wangsa, melainkan hanya pendiri kerajaan.
Berdasarkan kisah di Carita Parahyangan, kerajaan Galuh mendapat serangan kudeta dari Purbasora. Setelah berhasil mengalahkan Purbasora dan merampas kembali haknya atas tahta, Sanjaya mendirikan kerajaan baru yang beribu kota di Medang.
Dapunta Sailendra
Menurut buku Anugerah Sri Maharaja: Kumpulan Alihaksara dan Alihbahasa Prasasti-Prasasti Jawa Kuna dari Abad VIII–XI yang ditulis oleh arkeolog UI Edhie Wurjantoro, pendiri wangsa Sailendra adalah Dapunta Sailendra.
Dapunta Sailendra diutus oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya, ke Jawa untuk memperluas wilayah kekuasaan Sriwijaya. Edhie Wurjantoro menduga Dapunta Hyang masih kerabat atau raja bawahan yang dekat dengan Dapunta Hyang.
Kerajaan yang diserang oleh Sriwijaya diduga adalah Kerajaan Kalingga. Upaya penaklukan itu gagal dan Dapunta Sailendra tidak berani pulang ke Sriwijaya. Dia menetap lumayan lama di Jawa sampai kepikiran untuk jadi penguasa di sana.
Namun, Dapunta Sailendra bukan warga asli Jawa sehingga merasa tidak punya hak mendirikan apa pun di tanah Jawa. Dia lalu membuat prasasti Sojomerto yang menceritakan asal-usul diri dan keluarganya.
Keturunan Dapunta Sailendra kemudian menikah dengan putri raja Galuh. Dari pernikahan keturunan Dapunta Sailendra dengan putri raja Galuh inilah lahir raja-raja Mataram Kuno. Terbukti Raja Sanna, raja terakhir Galuh, adalah ayah dari Raja Sanjaya. Kita ketahui Sanjaya adalah pendiri Mataram Kuno.
Dari empat prasasti yang diteliti Poerbatjaraka dan ditemukannya prasasti Sojomerto, mestinya teori "satu kerajaan dua wangsa" sudah tidak dipakai lagi. Pendapat itu bukti empirisnya lemah karena Frederik David Kan Bosch mengutarakan berdasarkan asumsi semata.
Kalau untuk referensi sampingan, bolehlah, tapi kalau dijadikan rujukan pengetahuan lebih baik memakai pendapat Poerbatjaraka yang sudah dikuatkan oleh penemuan Boechari.