Sifat Gelap Manusia Kepribadian Dark Triad yang Jahat

Sifat Gelap Manusia Kepribadian Dark Triad yang Jahat

Pada dasarnya kita membagi manusia jadi dua sifat, yaitu orang baik dan orang jahat. Orang jahat diidentikkan dengan perbuatan jahat seperti kriminalitas dan pelanggar norma agama. Sedangkan orang baik kebalikannya. 

Ternyata meski seseorang tidak pernah berbuat kriminal, tapi egois, suka memaksakan kehendak, manipulatif, dan tidak punya empati, dia termasuk dalam kategori orang jahat. Para psikolog menyebut kepribadian itu dengan dark triad.

Paulhus K. Williams dalam jurnal ilmiahnya berjudul The Dark Triad of Personality menyebut bahwa orang berkepribadian dark triad menganggap kekerasan dan aktivitas kriminal adalah hal wajar meski dia sendiri tidak melakukannya.

Kepribadian Dark Triad


Kepribadian dark triad mengacu pada trio (tiga) sifat kepribadian negatif, yaitu narsisme, machiavellianisme, dan psikopati. Tiga sifat ini dianggap gelap (dark) karena berkaitan dengan semua sifat gelap manusia.

Orang-orang dengan ciri-ciri ini sering melakukan tindakan manipulatif dan eksploitatif juga mengutamakan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan orang lain.

Tiga sifat negatif yang dimiliki orang berkepribadian dark triad dijabarkan dalam hal berikut.

1. Narsis

 

In real life, kita sering asal menyebut orang yang egois dan suka memamerkan diri sendiri sebagai orang yang narsis. Padahal narsisme adalah perhatian terhadap diri sendiri secara ekstrem terus-menerut dari waktu ke waktu. 

Robert A. Emmon dalam studinya berjudul Narcissism: Theory and Measurement yang diterbitkan di Journal of Personality and Social Psychology tahun 1987 mengungkap kalau ada penilaian tertentu yang dibuat oleh para psikolog untuk menilai apakah seseorang benar-benar narsis atau tidak.

Psikolog dalam ukuran skala empat bagian yang dikenal sebagai Inventaris Kepribadian Narsistik (NPI).  

Skala ini menilai penyerapan diri, superioritas, otoritas, dan eksploitatif individu (artinya mereka akan mengeksploitasi orang lain untuk keuntungan mereka sendiri). 

Orang yang narsis sering kesulitan membentuk dan mempertahankan hubungan dengan orang lain karena hal itu akan mengharuskan mereka untuk mempertimbangkan kebutuhan orang lain di luar kebutuhan mereka sendiri.

Jadi, narsisme adalah sifat pertama yang dimiliki orang berkepribadian dark triad.

2. Machiavelisnisme

 

Diambil dari nama Niccolo Machiavelli, seorang filsuf renaisans Italia yang menggambarkan bagaimana seorang kepala negara seharusnya berperilaku. Bukunya yang paling terkenal adalah The Prince

Salah satu tema buku itu adalah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Tema inilah yang menggarisbawahi machiavelisnisme sebagai tipe kepribadian yang mengacu pada kecenderungan seseorang untuk memanipulasi dan mengeksploitasi orang lain demi mencapai tujuan pribadi. 

Orang yang menunjukkan sifat machiavellianisme sering kali licik, penuh tipu daya, sering berbohong, dan tidak punya rasa empati terhadap orang lain.

3. Psikopati Subklinis


Psikopati subklinis adalah istilah untuk seseorang yang menunjukkan tanda-tanda psikopat, tapi belum cukup ekstrem untuk masuk kriteria sebagai psikopat.

Psikopat sejati tidak akan punya rasa kasihan atas kejadian buruk yang menimpa orang lain, selalu menipu dan memanipulasi orang, juga tidak suka punya teman. Perilaku mereka sudah abnormal dan tidak lagi bisa dibilang sebagai manusia normal.

Meski "masih" semi-psikopat orang yang punya ciri psikopati subklinis sudah bisa diwaspadai sebagai orang yang punya kepribadian dark triad.

Cara Mengenali Kepribadian Dark Triad

 

Tidak semua penipu dan pembohong bisa dibilang berkepribadian dark triad, sebab bisa saja mereka cuma sesekali melakukannya dan terhitung perbuatan kriminal ringan. Yang bisa menilai seseorang punya kepribadian dark triad hanyalah psikolog.

Psikolog melakukan penilaian skor individu pada lima ciri kepribadian utama dan membandingkannya dengan tiga ciri kepribadian triad gelap (narsis, semi-psikopat, dan machiavellinisme).

Related: 5 Sifat Kepribadian Manusia

Kita yang awam boleh menduga kalau orang yang sering bohong, licik, dan cuma peduli pada dirinya sendiri sebagai tanda awal kalau dia punya kepribadian dark triad.

Kepribadian Dark Triad pada Anak-anak

Ketiga sifat dark triad sudah bisa dilihat selagi seseorang masih kanak-kanak. Menurut Asosiasi Psikologi Amerika, sifat ini bisa berlanjut dan makin parah saat dewasa, tapi bisa juga menghilang kalau dia dapat perawatan yang tepat.

Kita bisa menghilangkan tiga sifat dark triad pada anak sedini mungkin dengan cara membina mereka mengembangkan sifat positif dan penuh kasih sayang. Caranya adalah dengan:

Dorong dan teladani sikat empati. Kita bisa memberikan contoh bagaimana berempati kepada sesama di kehidupan sehari-hari.

Misalnya mengajak anak menjenguk yang sakit, membawakan makanan untuk tetangga, dan meminjamkan mainan kepada teman.

Bicarakan emosi. Bantu anak mengenali dan mendiskusikan perasaan mereka sendiri dan orang lain. Tunjukkan kepada mereka bagaimana mengelola emosi (marah, senang, gembira, sedih dll).

Ajarkan tanggung jawab dan etika. Buat aturan dan konsekuensi yang jelas untuk memastikan anak kita paham memahami pentingnya kejujuran dan integritas. Contohnya tidak mencontek saat ulangan dan ujian.

Puji perilaku etis. Kalau anak berbuat dan berperilaku baik, pujilah dia dan kalau perlu beri hadiah. Hal ini membuat anak merasa dihargai dan diakui.

Sebaliknya, kalau berperilaku jelek mereka harus dapat tindakan sebagai konsekuensi.

Bangun hubungan sosial. Dorong anak untuk berteman dan memiliki sahabat. Dukunglah dia berkegiatan sosial dan ajarkan perilaku sosial seperti bicara dan bersikap sopan kepada orang lain.

Dari kegiatan sosial anak belajar bekerja sama dan memupuk rasa hormat mereka kepada orang lain.

Batasi paparan dan konsumsi media. Waspadai konten yang ditonton anak dalam film, acara TV, dan internet. Bahas konsekuensi tontonan yang mereka lihat dalam kehidupan nyata dan jelaskan dampak dari perilaku negatif yang terlihat di media.

Cari bantuan profesional jika diperlukan. Kalau perilaku anak sudah mengkhawatirkan, minta bantuan psikolog atau psikiater supaya dampak buruk kepribadian pada anak bisa dicegah.

Penjelasan Ilmiah Kenapa Kita Sering Bengong dan Melamun

Penjelasan Ilmiah Kenapa Kita Sering Bengong dan Melamun

Zoning out (disebut juga dengan spacing out) adalah istilah yang digunakan saat kita rasanya terputus dari indra atau hal-hal yang terjadi di sekitar kita. 

Saat terjadi zoning out untuk sejenak kita akan lupa sedang ada di mana dan lagi ngapain. Dalam istilah medis dan psikologis sensasi ini digambarkan sebagai disosiasi.

Bahasa gampang dari zoning out adalah bengong, melamun, atau hilang fokus.

Kenapa Bengong Bisa Terjadi?

 

Zoning out atau hilang fokus, bengong, dan melamun kadang terjadi secara wajar dan tiba-tiba. Bengong seperti itu terjadi karena sirkuit di otak kita sedang terputus untuk sementara.

Sirkuit otak yang putus sementara terjadi kala kita merasa jenuh saat melakukan rutinitas sehari-hari seperti melipat baju, jalan ke kantor, bahkan saat menyetir kita bisa bengong selama sedetik.

Karena sirkuitnya sedang putus, otak lalu melakukan mode autopilot terhadap organ dan indra. Makanya saat ngelamun kita masih bisa menyetir, mengetik, membaca buku, menyapu lantai, berkebun, atau ketika mengajar di kelas.

Banyak orang kena zoning out jadi gak usah kuatir karena itu wajar terjadi. Namun, harus diwaspadai kalau kita keseringan bengong dan sulit kembali ke kesadaran penuh, bisa jadi itu gejala depresi dan PTSD (post traumatic stress disorder-gangguan kecemasan pascatrauma).

Bengong, melamun, atau hilang fokus secara umum terjadi karena:

1. Kelelahan

Saat kita lelah-bukan sekadar capek, tapi capek yang sangat capek-otak kesulitan untuk tetap waspada. Meski rasanya tubuh kita baik-baik saja, ternyata timbul kabut otak yang membuat kita hilang fokus lalu bengong.

Kurang tidur juga bisa bikin kita sering melamun pada esok harinya karena fisik dan otak terlalu lelah untuk memulai hari dengan normal.

Kelelahan juga bisa memicu stres dan gangguan kecemasan yang akhirnya mengganggu kesehatan jiwa kita.

2. Kelebihan Informasi

Menerima banyak informasi dalam satu waktu bisa bikin kita bingung dan linglung. Misalnya saat kita masuk kantor baru. Ketika kita akan berkonsentrasi memulai pekerjaan ternyata ada rapat mendadak. 

Baru mau mulai rapat ternyata kita diminta koordinasi dengan bagian lain. Belum sempat otak mencerna informasi yang datang, sudah ada informasi yang lain lagi. Akhirnya sirkuit di otak terputus untuk sementara. Kita jadi bengong dan melamun untuk beberapa detik.

3. Menerima Gangguan

Melamun juga dapat terjadi saat kita secara mental atau emosional terganggu atau terkonsumsi oleh sesuatu selain tugas yang sedang dikerjakan. Misalnya saat menonton TV ternyata acaranya membosankan, atau saat membaca buku tiba-tiba ingat ada utang yang belum dibayar.

Melamun karena gangguan bisa juga terjadi pada ibu rumah tangga. Saat akan menyapu rumah, eh, anak-anak bertengkar, sementara cucian baju dan piring kotor menumpuk di depan mata.

Penelitian menunjukkan bahwa selama momen gangguan, kadar neurotransmitter yang disebut asetilkolin akan turun, mengganggu ritme normal korteks posteromedial.

Asetilkolin adalah neurotransmiter yang berperan dalam menghantarkan impuls dalam proses kognisi otak seperti membaca, mendengar, berbicara, melihat, dan sebagainya. Sedangkan korteks posteromedial merupakan pusat utama jaringan mode default (bawaan) otak yang terlibat dalam berbagai kognisi yang digerakkan secara internal, termasuk memori kerja spasial-visual.

Mencegah Kelamaan dan Keseringan Bengong


Bengong atau melamun saat kita sedang nonton TV, menyimak guru dan dosen, atau saat sedang tidak ada pekerjaan penting mungkin tidak apa-apa, asal jangan kelamaan.

Bengong, melamun, dan hilang fokus yang normal terjadi hanya sesekali saja. Untuk mencegah terlalu sering kena zoning out, ini yang bisa kita lakukan.

1. TIdur dan istirahat yang cukup. Tidur berkualitas banyak manfaatnya untuk kesehatan jiwa dan raga, mental dan fisik, lahir dan batin.

Bagaimana kalau kita kerja malam dan harus begadang dengan jam tidur berkebalikan dari orang normal? Yang penting tidur dan istirahatnya cukup walau waktunya berbeda dengan orang normal.

Manfaatkan waktu istirahat sekolah, kuliah, atau kerja dengan betul-betul beristirahat makan, minum, dan bersantai. Bukan untuk scrolling medsos atau menonton Shorts YouTube dan Reels Instagram.

2.  Biasakan mendengarkan secara aktif. Saat sedang mendengarkan orang bicara kita bisa coba mengangguk-angguk atau menggunakan isyarat lain sebagai tanda kalau kita menyimak.

Cara lain kita bisa bertanya tentang hal yang sedang mereka bicarakan. Setelah selesai rangkum kembali apa yang mereka katakan untuk menunjukkan kalau kita paham.

3. Menstimulasi diri. Kalau ada keinginan untuk bengong melamun terus-menerus, cuci muka atau minum air dingin berguna untuk mengembalikan kesadaran diri.

Bisa juga berjalan mondar-mandir di ruangan atau melakukan peregangan saat dilanda rasa bosan. Rasa bosan yang berhasil diusir bisa menghindarkan kita dari kelamaan bengong atau melamun.

4. Kelola stres. Saat sudah jenuh dengan rutinitas, lakukan hobi yang membuat kita senang. Pergi jalan-jalan atau liburan juga bisa membuat kita pikiran kita segar.

Ngobrol dan bersantai bersama teman-teman sefrekuensi juga termasuk cara mengelola stres supaya kita terhindar dari kelelahan batin yang bisa menyebabkan rasa ingin bengong. 

Kapan Perlu ke Dokter Saraf?

 

Kita harus memeriksakan ke dokter saraf kalau sering melamun ada gejala seperti ini:

1. Terus terulang. Sering bengong dan melamun tanpa alasan jelas.

2. Hilang ingatan. Kita tidak bisa mengingat apa yang sedang kita lakukan sebelum melamun, saat melamun, dan sesudah melamun.

3. Perilaku aneh. Misalnya memindahkan benda ke tempat lain atau salah menaruh benda tidak pada tempat biasanya saat sedang melamun.

4, Tidak bisa mengendalikan usus atau kandung kemih. Ini terjadi kalau saat melamun tiba-tiba secara tidak sadar kita pipis di celana atau buang air besar tanpa bisa menahannya.

5. Terluka. Kalau saat tersadar dari bengong tangan kita luka atau bagian tubuh lainnya cedera, maka kita harus memeriksakan ke dokter saraf. Bisa jadi ada tindakan berbahaya yang kita lakukan tanpa sadar saat bengong.

***

Kenapa ke dokter saraf? Karena berkaitan dengan sirkuit dan bagian di otak. Mungkin saja dokter saraf akan merekomendasikan ke psikiater bila ternyata sirkuit saraf itu berkaitan dengan gangguan kejiwaan yang dialami seseorang.

Gaya Hidup Rebahan Ternyata Bukan Buat Pemalas

Gaya Hidup Rebahan Ternyata Bukan Buat Pemalas

Si sulung asyik scroll TikTok, si adik main game, eh, si ibu ikutan mager nonton drakor maraton langsung 10 episode. Apa cuma si bapak yang gak terpengaruh sedentary lifestyle

sedentary lifestyle

Ternyata si bapak di kantor juga kerjanya cuma duduk seharian mengetik di depan komputer dan membuat laporan. Saat rapat pun bapak duduk terus..

Keseharian sehari-hari yang seperti itu dengan hanya duduk, berbaring, dan jarang beraktivitas fisik dinamakan sedentary lifestyle. 

Sedentary lifestyle adalah gaya hidup yang minim aktivitas fisik baik yang disengaja atau tidak. Pada kehidupan sehari-hari kita mengenalnya dengan istilah mager (malas gerak).

Awal Mula Munculnya Gaya Hidup Mager Sedentary Lifestyle

Sedemtary lifestyle muncul ternyata bukan dipicu oleh keberadaan internet dan digitalisasi. Laman Thought menyebut gaya hidup mager sudah ada sejak 12.000 tahun lalu sejak manusia memutuskan untuk menetap dan hidup dalam kelompok masyarakat yang punya pembangian tugas.

Pembagian tugas itu meliputi bertani, beternak, dan berburu dengan subtugasnya masing-masing. Sejak antarkelompok masyarakat tidak lagi nomaden (hidup berpindah-pindah), sejak itulah sedentary lifestyle atau gaya hidup menetap ada sampai sekarang. 

Related: Social Loafing Orang si Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Lama-lama sedentary lifestyle mengalami pergeseran makna, dari gaya hidup menetap jadi gaya hidup sambil duduk, kurang gerak, dan minim aktivitas. Menetap juga, sih, ya, tapi makna menetap disini jadi lebih sempit. Menetap di satu kamar, satu ruangan, atau di satu rumah.

Perubahan makna sedentary lifestyle juga dipicu munculnya revolusi industri di awal abad 20 yang serba mesin menggantikan tenaga manusia.

Sedentary Lifestyle Kaum Rebahan

Istilah kaum rebahan disematkan pada mereka yang senangnya main medsos berjam-jam, pemalas, dan mau apa-apa serba instan. Stereotip ini awalnya marak disemangatkan pada Milenial pada masa 2010-2019. Bagi generasi sebelumnya Milenial terlihat gak pengin ngapa-ngapain, tapi mau langsung sukses.

Kebanyakan dari mereka juga menghabiskan waktu dengan berbaring (rebahan) atau duduk-duduk malas sambil berselancar di internet atau main game.

Related: Social Loafing Rajin Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Nyatanya, pekerjaan yang cuma duduk dan rebahan itu kini terbukti bisa menghasilkan rupiah yang tidak sedikit dari menulis konten, nge-blog, dan menciptakan video konten untuk medsos.

Para pekerja kreatif kadang rebahan saat menyelesaikan pekerjaannya entah karena bosan duduk, capek berdiri, atau ingin sambil bersantai.

Related: Beda Remote Working dan Digital Nomad dari Cara Kerja sampai Tempat Tinggal

Risiko Gaya Hidup Mager

Meski menghasilkan uang dari duduk dan rebahan, kita sesekali harus berdiri dan melakukan gerakan fisik. Lebih bagus kalau rutin jalan pagi atau jogging minimal sepekan sekali.Sedentary lifestyle bisa memicu datangnya penyakit kalau terus-terusan kita lakukan tanpa diimbangi aktivitas fisik.

Saat kita kebanyakan duduk dan tidak banyak bergerak, kadar oksigen dalam darah jadi rendah. Situs Normal Breathing menyebut kalau oksigenasi sel-sel tubuh normalnya terjadi tiap 40 detik, tapi pada orang yang menerapkan sedentary lifestye terjadi tiap 20 detik. 

sedentary lifestyle gaya hidup mager
Orang mager lebih cepat lelah daripada yang banyak gerak karena sel-sel tubuh mengalami oksigenasi lebih cepat (sumber: normalbreathing.com)

Artinya, sel-sel tubuh tidak dapat cukup oksigen karena datang-perginya oksigen itu terlalu cepat. Maka orang yang jarang bergerak justru lebih sering merasa cepat lelah daripada orang yang banyak gerak.

Dalam jangka waktu lama, sedentary lifestyle bisa memicu penyakit lebih berat, yaitu:

  1. Diabetes melitus tipe 2, karena metabolisme gula darah terganggu.
  2. Hipertensi, karena tekanan darah menjadi tinggi akibat aliran darah yang terhambat.
  3. Dislipidemia yaitu kondisi dimana kadar lemak dalam darah tidak normal.
  4. Kegemukan atau obesitas karena kalori yang masuk lebih banyak daripada yang dibakar.
  5. Risiko kanker karena peradangan kronis dan ketidakseimbangan hormon.
  6. Osteoporosis sebagai akibat dari rapuhnya tulang karena kurangnya rangsangan mekanik.

Keseimbangan

Keseimbangan membuat hidup kita jadi nyaman. Hal baik dan buruk dalam hidup pun terjadi untuk keseimbangan. Tidak semua hal selalu berjalan baik dan tidak melulu buruk. Sama halnya dengan aktivitas kita sehari-hari.

Kadang kita perlu duduk kadang perlu berdiri dan kapan harus berolahraga. Atlet pun tidak melulu latihan, blogger tidak melulu ngeblog. Maka sedentary lifestyle boleh mendominasi hidup kita asalkan kita selingi dengan aktivitas fisik.

Jadi sesusah menulis berjam-jam di depan laptop, kita bisa merapikan rumah, menyapu dan mengepelnya sendiri sampai bersih. Kemudian di akhir pekan, kita bisa jogging mengelilingi komplek atau di taman kota. Bisa juga ke mall sambil berjalan melihat-lihat barang-barang bagus.

Yang penting keseimbangan.

Alasan Dibalik Keengganan Kita Menolong Korban Kecelakaan

Alasan Dibalik Keengganan Kita Menolong Korban Kecelakaan

Ada perempuan yang tiba-tiba jatuh dari motor karena karena dia baru belajar mengendarai motor ditengah jalanan yang basah karena hujan.

Ilustrasi efek pengamat (bystander effect) dibuat dari Microsoft Designer

Apakah kita akan menolongnya? Atau biar saja, deh, orang lain yang nolong daripada saya kena masalah

Ternyata orang yang enggan menolong orang lain saat terjadi kecelakaan dan kesulitan di tempat umum bukan cuma kita saja, melainkan hampir semua orang melakukannya. Itulah yang disebut dengan bystander effect

Bystander effect adalah fenomena psikologis ketika seseorang tidak berkeinginan menolong korban dalam situasi darurat saat disitu sudah ada orang lain yang hadir. Makin banyak orang yang ada di TKP (tempat kejadian perkara) makin banyak juga yang tidak mau menolong.

Awal Mula Fenomena Bystander Effect

 

Bystander (pengamat) dan effect (efek/dampak) terjadi karena ada difusi (penyebaran atau perembesan) sosial dan tanggung jawab. 

Difusi tanggung jawab terjadi ketika makin banyak orang yang ada di satu tempat saat kecelakaan atau krisis terjadi, makin rendah rasa tanggung jawab individu untuk bertindak. Sedangkan difusi sosial terjadi saat orang yang ada di TKP saling tunggu dan mengawasi orang lain untuk menentukan bagaimana harus bertindak.

Istilah efek pengamat (bystander effect) ini pertama kali tercetus oleh pembunuhan Kitty Genovese pada 1964 di luar kediamannya di New York. Kitty amat mungkin selamat kalau 38 tetangganya menelepon polisi atau menolongnya saat perampokan, pemerkosaan, dan penikaman itu terjadi. Tapi mereka cuma melihat dan mendengar tanpa melakukan apa-apa.

Setelah peristiwa itu, mengutip Psychology Today, psikolog sosial Bibb Latanรฉ dan John Darley kemudian melakukan beberapa studi dan percobaan kenapa orang sampai tega ga nolong atau minimal lapor polisi. Dari keduanyalah istilah bystander effect muncul.

Percobaan Sosial yang Mencetuskan Bystander Effect 

 

Eksperimen pertama yang mereka lakukan adalah merekrut mahasiswa untuk jadi peserta dalam diskusi kelompok melalui interkom. Bibb Latanรฉ dan John Darley memberitahu para peserta kalau mereka akan bicara bergantian dengan orang lain yang tidak terlihat dan hanya melalui interkom.

Nyatanya, tidak ada orang di seberang interkom. Para peserta cuma mendengar rekaman suara yang sudah disiapkan. 

Pada suatu titik, salah satu suara pura-pura mengalami kejang epilepsi dan minta bantuan. Bibb Latanรฉ dan John Darley mengukur seberapa cepat dan seberapa sering para peserta mencoba menolong atau minta bantuan orang lain. 

Bibb Latanรฉ dan John Darley menemukan bahwa jika para peserta berpikir bahwa mereka adalah satu-satunya yang mendengar suara itu maka 85% dari mereka menolong dalam waktu satu menit. Namun, kalau mereka berpikir bahwa ada empat orang lain yang juga mendengar suara itu, cuma 31% dari mereka yang menolong dalam waktu satu menit.

Eksperimen kedua yang dilakukan Bibb Latanรฉ dan John Darley ialah meminta para peserta untuk mengisi kuesioner di sebuah ruangan. Selama mereka mengisi kuesioner, asap mulai keluar dari ventilasi di ruangan itu. 

Bibb Latanรฉ dan John Darley mengamati seberapa lama para peserta memperhatikan asap, seberapa lama mereka memeriksanya, dan seberapa lama mereka melaporkannya kepada orang lain. 

Hasilnya, kalau para peserta sendirian di ruangan itu, 75% dari mereka melaporkan asap dalam waktu enam menit. Akan tetapi, saat peserta bersama dua orang lain, yang sebenarnya adalah konfederat yang pura-pura tidak memperhatikan asap, cuma 10% peserta yang melaporkan asap dalam waktu enam menit.

Konfederat adalah orang yang bekerja sama dengan peneliti.

Bibb Latanรฉ dan John Darley membuat percobaan lain dan beberapa studi yang melahirkan bystander effect. Mereka berpendapat ada banyak faktor sosial yang dapat menghambat atau memfasilitasi setiap tahap ini, seperti jumlah orang yang hadir, norma sosial, karakteristik korban, dan karakteristik penolong. 

Mereka juga mengemukakan beberapa konsep untuk menjelaskan mengapa orang kurang bersedia membantu ketika ada orang lain di sekitar, seperti difusi tanggung jawab, penilaian sosial, dan kesesuaian sosial.

Kenapa Orang Diam Saja dan Tidak Menolong Korban?

 

Selain karena kondisi psikologis yang terjadi karena pengaruh orang banyak yang ada di sekitar, yaitu difusi tanggung jawab dan difusi sosial, ada alasan lain yang lebih pribadi yang dirasakan saat menyaksikan kejadian memilukan.

Alasan itu bisa karena:

1. Shock (terkejut). Beberapa dari kita perlu mencerna sejenak apa yang sedang terjadi. Setelah otak mampu mencerna, kita tidak langsung bertindak karena berbagai pertimbangan, dua diantaranya karena difusi tanggung jawab dan sosial itu tadi.

2. Merasa lemah dan tidak berdaya untuk menolong. Situs Simply Psychology mengatakan ada banyak orang yang takut menolong karena merasa tidak berdaya dan lebih lemah dari pelaku atau dari kejadian yang terjadi di depan mata, misalnya kecelakaan mobil atau kebakaran.

Mereka memilih diam atau pura-pura tidak tahu dan berharap orang lain yang jadi penolong atau melakukan sesuatu untuk menolong.

Betul juga, alih-alih menolong bisa jadi nyawa kita yang terancam. Ini biasanya terjadi di kejahatan jalanan seperti begal, klitih, penjambretan, penodongan, atau tawuran. Orang yang paling berani menolong saat ada kejahatan jalanan biasanya cuma tentara dan polisi.

3. Merasa bukan urusannya. Saat ada orang lain di TKP, kita cenderung cuek dan tidak ingin terlibat karena merasa hal itu bukan urusan kita.

Kita merasa sudah punya masalah dan urusan sendiri dan tidak ingin menambahnya dengan menolong atau mengurusi korban.

Contoh paling nyata ada di kasus KDRT. Keluarga dan tetangga sering tidak menolong karena merasa itu urusan rumah tangga suami-istri dan bukan urusan mereka.

4. Takut dihukum. Di negara kita, alasan hukum juga membuat kita enggan menolong. Sudah bagus kita mau nolong, lha, kok, malah jadi tersangka. Kalaupun tidak jadi tersangka, minimal jadi saksi yang bisa berkali-kali dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.

Kejadian ini pernah menimpa Amaq Sinta yang jadi korban begal. Dia melawan dua begal yang mengancamnya dengan senjata dan mau merampas motornya. Amaq sudah berteriak minta tolong, tapi tidak ada warga yang datang. 

Berbekal pisau kecil yang dibawanya, Amaq menikam dua begal yang akhirnya tewas itu. Amaq kemudian melaporkan pembegalan itu ke polisi. Ternyata dia malah jadi tersangka pembunuhan. Untunglah penyidikan dihentikan setelah Kapolri Listyo Sigit turun tangan.

Apakah Bystander Effect Dibenarkan?

 

Efek pengamat bisa dikurangi kalau masyarakat punya empati terhadap korban atau terhadap kejadian memilukan yang terjadi di depan mata. 

Cara meminimalisir bystander effect adalah mengasah empati dan kepekaan sosial. Jadi kita tidak perlu saling tunggu dan pura-pura tidak tahu yang bisa berakibat nyawa korban melayang.

Pelaku Bystander effect bisa dibilang tidak sesuai dengan moral agama karena ajaran agama mengharuskan kita saling tolong-menolong. 

Kalau kita kebetulan ada di situasi yang menyebabkan muncul korban seperti kejahatan jalanan, kecelakaan, KDRT, atau hal lain yang bisa menimbulkan korban, kita bisa menelpon nomor 112. Laporkan kejadian itu kepada operator 112 dan mereka akan meneruskannya ke polisi, pemadam kebakaran, BNPB/BPBD, atau pihak lain yang terkait.

Dengan begitu kita tidak perlu terlibat langsung, tapi bisa meminimalisir kejadian buruk yang bisa menimbulkan korban raga atau jiwa.

Kenapa Kita Melihat Wajah Orang Manusia dan Bentuk Hewan di Benda Mati?

Kenapa Kita Melihat Wajah Orang Manusia dan Bentuk Hewan di Benda Mati?

Pernah melihat awan berbentuk wajah manusia atau lafaz Allah? Eh, atau pernah juga melihat pohon bentuknya seperti raksasa? Ilusi visual itu namanya pareidolia. Ilusi visual dapat dimaknai sebagai kekeliruan dalam memaknai sebuah gambar pada objek.

Makanya pareidolia juga sering disebut dengan gangguan persepsi. Contoh pareidolia paling terkenal adalah penampakan manusia di bulan dan cemilan Cheetos yang bentuknya seperti spesies gorila harambe.

Penampakan jagung Cheetos yang diklaim berbentuk gorila harambe (kanan) yang laku 99,9 dolar di e-Bay (USA Today)

Sementara itu, arti pareidolia menurut kamus Merriam-Webster adalah kecenderungan untuk melihat gambar, pola, atau makna tertentu dalam rangsangan visual yang samar atau acak seperti melihat wajah, binatang, atau objek di awan, bulan, atau pada benda mati. 

Kenapa Kita Mengalami Pareidolia


Pareidolia berasal dari bahasa Yunani para dan eidolon. Para berarti disamping, bersama, atau salah. Eidolon artinya gambar, bentuk, atau rupa.

Kita mengalami pareidolia karena otak manusia cenderung mencari makna dan pengenalan di mana pun pada kesempatan apa pun karena pengaruh bagian otak yang disebut dengan fusiform face area.

Fusiform face area bertanggung jawab untuk mengenali wajah. Jadi saat kita melihat sesuatu yang mirip dengan wajah, bagian otak ini aktif dan membuat kita percaya kalau kita sedang melihat wajah betulan. 

Psychology GeniePsychology Genie melansir bahwa aktivitas saraf dalam otak, seperti di area lobus temporal, terlibat dalam pengenalan pola dan wajah. Saat kita mengalami pareidolia, area-area ini menjadi aktif karena otak mencoba untuk menafsirkan stimulus yang samar menjadi sesuatu yang bermakna.

Pareidolia dan Kondisi Mental 


Laman Psychology Today bilang kalau pareidolia mungkin ada hubungannya dengan mood dan tingkat kecemasan seseorang.

Namun banyak studi yang nelihat kalau pareidolia tidak ada hubungannya dengan mood dan tingkat kecemasan seseorang. Se-mood apa pun kita kalau otak tidak langsung memroses suatu benda, maka pareidolia tidak akan muncul.

Yang pasti pareidolia muncul karena persepsi dan keinginan kita untuk menafsirkan sesuatu yang sebetulnya tidak punya arti apa-apa menjadi sesuatu yang jelas dan nyata.

Pareidolia dan Halusinasi 


Jadi kalau kita melihat busa cappucino berbentuk mata atau awan berbentuk malaikat, sangat mungkin itu bukan firasat atau tanda alam, tapi kita sedang mengalami pareidolia karena otak kita memroses persepsi visual sesuai kebiasaan dan kemauan kita. 

Pareidolia dalam kopi (reddit/manojkathuria)

Apakah mungkin fenomena ini bisa disebut juga dengan, anak sekarang menyebutnya halu?

Dulu pareidolia sering dianggap halusinasi dan delusi, sekarang dianggap sebagai fenomena wajar yang dialami manusia yang disebabkan cara otak memroses rangsangan dan membentuk persepsi.

Pareidolia dan Penyakit Saraf


Meski merupakan fenomena wajar, tidak menganggu kesehatan fisik dan mental, orang yang mengalami pareidolia terus-menerus harus diwaspadai mengidap gejala skizofrenia atau epilepsi temporal.

Pemeriksaan gejala skizofrenia dan epilepsi harus dilakukan psikiater dan dokter saraf, bukan berdasarkan asumsi sendiri.

Jadi awan wajah siapakah yang kamu lihat tadi?



Karakter Pemakan Bubur Diaduk dan Tidak Diaduk

Karakter Pemakan Bubur Diaduk dan Tidak Diaduk

Bubur enak dimakan saat sarapan atau makan malam karena tidak terlalu membuat kenyang seperti nasi, tapi perut bisa tetap terisi dengan aneka bahan pelengkap (toping) yang bergizi, misalnya suwiran ayam, hati-ampela, atau telur.

Makan Bubur Diaduk


Orang yang sedang sakit atau sedang tidak enak badan biasanya makan bubur. Tekstur bubur yang lembek menjadikannya mudah ditelan dan dicerna lambung.

Bahan pelengkap bubur juga disesuaikan dengan kondisi atau kesukaan si sakit yang biaanya kehilangan nafsu makan. Maka itu, orang sakit cocok makan bubur dengan cara diaduk. Dengan mengaduk, bubur jadi lebih cepat encer dan berair sehingga suwiran ayam, daging, dan bahan pelengkap juga jadi cepat layu dan mudah ditelan.

Selain sakit, alasan orang mengaduk buburnya sebelum dimakan supaya semua bahan pelengkap bubur tercampur rata dan mudah dinikmat.

Makan bubur diaduk atau tidak juga dipengaruhi oleh pengalamannya di masa lalu. Bisa jadi sewaktu kecil keluarganya makan bubur diaduk dan dia terbawa pada kebiasaan itu. 

Bisa juga karena dia sering melihat bestie-nya makan bubur tidak diaduk lalu dia ikutan. Cara makan kita berasal dari lingkungan tempat kita berada dan seberapa kuat kita ingin mengikuti atau meninggalnya.

Hal itu mirip dengan kebiasaan orang Indonesia di mana kita biasa makan menggunakan tangan. Namun di Barat makan menggunakan tangan dianggap jorok dan tidak higienis.

Kebiasaan kita makan bubur bisa berubah, yang tadinya makan bubur diaduk jadi tidak diaduk lagi dan sebaliknya.

Karakter Umum Pemakan Bubur Tidak Diaduk


Pemakan bubur tidak diaduk memakan buburnya dari pinggir. Kalaupun ingin mencampur buburnya, mereka melakukannya sedikit-sedikit dari sisi pinggir, jadi tidak langsung diaduk sampai semuanya tercampur di mangkuk.

Berikut karakter yang dimiliki orang yang buburnya tidak diaduk.

1. Menyukai kehangatan. Bubur yang tidak diaduk lebih tahan kehangatannya karena panas yang ada di bagian tengah dan bagian dalam bubur tidak cepat menguap. 

Pada bubur yang diaduk, panas akan cepat hilang dan bubur jadi cepat dingin. Makin sering diaduk bubur suhu bubur akan sama dengan suhu ruang yang menyebabkan bubur jadi encer.

Itu sebabnya orang yang suka kehangatan makan buburnya tidak diaduk supaya dia bisa merasakan kelezatan bubur dalam kehangatan.

2. Teliti dan mendekati perfeksionis. Orang yang makan buburnya tidak diaduk tidak pernah buru-buru dalam mengerjakan sesuatu.

Dia selalu mempersiapkan segalanya jauh-jauh hari. Kalaupun ada tugas mendadak, dia akan memeriksa dan mengeceknya berulangkali supaya minim kesalahan.

3. Tidak mudah membebek. Pemakan bubur tidak diaduk tidak gampang ikut-ikutan tren medsos yang sedang viral. 

Mereka juga tidak mudah terbawa isu dan opini dari media sosial dan media massa meski isu itu sedang ramai dibicarakan.

Kalau ingin ikut komentar, mencerca, atau mendukung mereka akan membaca-baca lebih dulu sampai yakin tahu tentang topik yang akan dikomentarinya. 

4. Cermat dan detail. Bila pemakan bubur diaduk cenderung punya kepribadian simpel dan sederhana

Kebanyakan pemakan bubur tidak diaduk sangat cermat dan memerhatikan detail pada banyak hal yang mereka lakukan.

Bila ingin travelling, misalnya, mereka akan menghitung dengan cermat waktu keberangkatan, spot wisata, sampai biaya tidak terduga mereka hitung betul-betul.

5. Menganggap penampilan adalah bagian dari jati diri. Jarang pemakan bubur tidak diaduk yang berpakaian asal-asalan. 

Mereka juga akan menghindari memakai baju dan aksesori yang warna dan motifnya saling tabrakan. Karena menyukai barang berkualitas tinggi, pemakan bubur tidak diaduk juga rela menabung untuk mendapatkan barang berkualitas yang mereka inginkan.

6. Punya selera seni bagus. Walau cuma buat dimakan, menata makanan juga termasuk seni.

Di Jepang, presentasi visual makanan termasuk penting disamping cita rasa, dinamakan mukimono atau seni makanan. 


Makanan juga merupakan bagian dari filosofi Yin dan Yang di Tiongkok. Di Jawa filosofi bubur punya beberapa makna. Contohnya bubur merah putih yang dibuat untuk menyambut kelahiran bayi atau orang yang berganti nama.


Merah melambangkan keberanian dan putih berarti suci.


Apakah makan bubur merah-putih lantas diaduk diublek-ublek? Ambil setengah sendok bubur putih yang gurih dan setengah sendok bubur merah yang manis. Suap sendok itu ke mulut. Rasakan kegurihan dan kemanisan dalam bubur yang menyatu padu.


Mangkuk dan piring di Jepang bahkan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, bukan cuma bundar dan oval karena menyesuaikan dengan hidangan dan dekorasinya.


Makan soto diaduk, kok bubur nggak? 

 

Satu hal yang sering dinyatakan oleh pemakan bubur diaduk adalah: makan bubur sama dengan soto, harus diaduk supaya semua rasanya tercampur rata. Makannya juga sama-sama pakai mangkuk, berarti sama-sama diaduk dong!

Pertama, soto itu pake kuah, guys! Secara otomatis semua bahan makanan yang ada di mangkok sudah kecampur duluan tanpa diaduk.

Bubur juga ada yang pake kuah, tapi kuahnya tidak sebanyak soto, jadi menyamakan makan bubur dengan soto itu gak apple to apple, ya, alias gak nyambung!

Kedua, pada soto tidak berlaku cara makan diaduk dan tidak diaduk. Cara makan yang berlaku bagi pemakan soto adalah nasi dicampur ke dalam mangkuk soto atau nasi dipisah dari soto. 

Pada orang yang menyukai makan soto terpisah dari nasi, mereka akan menuang soto ke dalam piring nasi sebelum disuap ke mulut.

Sebaliknya, orang yang menyukai soto campur nasi akan menaruh nasi ke dalam mangkuk supaya bisa dimakan bareng sotonya.

Ketiga, soto dan bubur adalah dua menu yang berbeda karena bahan, bumbu, dan cara pengolahannya tidak sama.

Dari tiga hal diatas dapat disimpulkan bahwa makan bubur tidak bisa disamakan dengan makan soto. Valid no debate.

Last but not least, karena berbeda karakter dan filosofi memandang hidup, orang yang makan bubur diaduk dan tidak diaduk tidak bisa jadi bestie (sahabat).

Mereka tetap bisa berteman dengan sangat asyik, tapi lebih dari itu tidak bisa. 

Perbedaan karakter antara dua orang sebenarnya baik untuk saling melengkapi, tapi perbedaan dengan  orang yang makan bubur diaduk dan tidak diaduk lebih kepada perbedaan prinsip dan visi hidup.

Maka, lebih baik cari pasangan hidup yang sama-sama makan buburnya diaduk atau tidak diaduk.