Lipstick Effect Tetap Ngopi dan Liburan

Padahal sedang tongpes (kantung kempes) alias bokek. Bokek adalah kondisi tidak punya uang atau uang kita cuma cukup buat makan sederhana. Namun, banyak dari kita yang ingin tetap ngopi, merokok, beli skincare, atau mencari hiburan.

emperbaca

Hanya saja karena sedang tongpes, maka kopinya ganti ke kopi saset, rokoknya merek yang murah, skincare ganti merek dalam negeri, dan mencari kesenangan dengan cukup nonton YouTube yang cuma modal kuota.

Tidak heran kalau penjualan kopi, rokok, dan pembelian paket data di operator selular meningkat, padahal ekonomi sedang sulit.

Salah satu ciri ekonomi sedang sulit adalah jumlah kelas menengah yang terus turun sejak 2019 sampai 2024, seperti yang diwartakan Tempo, Kompasid, Detik, BBC, dan laporan Indef.

Kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya Rp2,04jt sampai Rp9,9jt per bulan.

Turunnya jumlah kelas menengah ini karena mereka kena PHK dan beralih ke sektor informal sehingga tidak punya penghasilan tetap. Karena tidak punya penghasilan tetap mereka jadi tidak bisa membelanjakan uangnya secara rutin pula.

Kelas menengah adalah kelas yang paling sering belanja yang membuat ekonomi dalam negeri berputar. Makin banyak kelas menengah makin bagus karena mereka berpotensi jadi kelas atas yang bisa membuat ekonomi negara makin maju.

Orang-orang yang tetap membeli kopi, rokok, beli kuota, bahkan ganti HP walau ekonomi sedang sulit terjadi karena lipstick effect.

Asal Kata Lipstick Effect

 

Istilah lipstick effect muncul tahun 1929-1933 di AS kala negara itu mengalami Depresi Besar atau krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah moderen. Angka pengangguran sampai 25% dan banyak petani kehilangan sawahnnya.

Namun, penjualan kosmetik terutama lipstik malah meningkat.

Lipstick effect terlihat lagi di Indonesia pada libur long weekend 5 hari bertepatan dengan Isra Miraj dan Imlek 2025.

Saat ini daya beli masyarakat sedang turun, penurunan jumlah kelas menengah, dan makin banyaknya pengangguran, masyarakat masih mencari hiburan yang terjangkau untuk mendapat kebahagiaan.

Pakar bisnis dan ekonomi Prof. Rhenald Kasali menyebut, meskipun banyak yang mengatakan daya beli turun, masyarakat tetap mencari kemewahan dalam bentuk aktivitas liburan yang terjangkau.

Kenapa Disebut Lipstick Effect?

 

Karena efeknya sama seperti meningkatnya pembelian lipstik dan kosmetik saat krisis ekonomi parah di AS era 1930-an.

Saat ekonomi sulit orang bukannya mengerem keinginan membeli barang, tapi menggantinya dengan barang yang lebih murah. Jadi daya beli untuk barang/jasa yang satu menurun, tapi daya beli untuk barang/jasa yang lebih murah meningkat.

Siapa Pelaku Lipstick Effect?

 

Semua kelas ekonomi dari masyarakat bawah, menengah, sampai kaya punya kecenderungan jadi pelaku lipstick effect.

Dengan tetap membeli barang kesukaan, melakukan hobi, dan mencari kesenangan kita merasa dapat mempertahankan rasa self-care atau self-reward di tengah ekonomi sulit. Kita pun jadi pelaku lipstick effect.

Secara singkat lipstick effect adalah cara manusia yang selalu mencari cara bersenang-senang, mencari kebahagiaan, dan memuaskan diri meski ekonomi diri dan negaranya sedang sulit. Makanya tidak sedikit orang yang tetap ngopi bahkan ganti HP meski ekonomi sedang sulit.


0 Comments

Posting Komentar