Cerpen Wanita Malam

Cerpen ini punya plot twist (pelintiran alur) yang tidak terduga. Kita akan mengira Dina betul-betul wanita nakal, ternyata tidak disangka.

Seringkali kita dengan mudahnya menilai seseorang dari tampilan luarnya. Cerpen karangan Ayunda Christina ini mengingatkan kita bahwa kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kehidupan seseorang apa pun yang kita lihat pada mereka.

Wanita Malam

Seorang lelaki dengan wajah kusut duduk di pelaminan, mendampingi wanita yang ditemuinya di sebuah klub malam di Jakarta.

“Kamu harus tetap ingat kalau aku ini sudah punya anak dan istri di Bandung,” lanjutnya.

“Aku tahu ini salah, tapi aku juga tidak semurah itu.”

Eric, sang pengantin lelaki berpenampilan kusut itu menunduk menahan tangis. Ia merasa bersalah pada anak istrinya yang tidak tahu apa-apa.

Dia terpaksa menikahi wanita Dina karena telanjur membuatnya hamil. Janinnya tidak dapat digugurkan meski sudah mencoba berbagai cara berkali-kali 

“Aku janji, aku akan bertanggung jawab untuk bayi ini, tapi jangan mengharap lebih, aku hanya mencintai istriku.” Gumam Eric pelan.

“Dan kamu juga jangan berprasangka buruk, aku juga nggak cinta sama kamu, semua ini demi anak yang ada didalam perutku ini,” balas Dina.

“Tolong besarkan anak ini dengan baik,” ucap Eric.

“Pasti! Aku tahu cara membesarkan anak, aku punya adik yang masih balita, sejak bayi aku ikut mengurusnya, aku sudah tahu bagaimana mengurus dan membesarkan anak.”

“Kalau ada apa-apa dengan dia, kabari aku lewat Rio."

“Iya.”

Acara syukuran keluarga kecil-kecilan berakhir sudah. “Oke, aku pamit, ya,” Eric berpamitan dengan sopan meninggalkan rumah Dina beberapa jam setelah syukuran selesai.

Dina memandangi Eric yang berjalan menuju mobil Alphardnya. Dina ingin sekali merasakan duduk di dalam mobil mewah itu. Pasti rasanya sangat nyaman dibanding duduk di atas jok motor Mio-nya yang sudah tercabik-cabik oleh cakaran kucing tetangga.

Namun, Dina masih merasa beruntung bisa menikmati beberapa hantaran mewah dari Eric berupa peralatan mandi, pakaian, hingga alas kaki mahal yang sulit untuk didapat jika ia tidak dinikahi Eric.

Sama seperti Eric yang merasa bersalah pada anak dan istrinya, Dina juga sama. Bukannya kuliah dengan benar Dina malahan sibuk dengan dunia gemerlap malam disaat Ali kakaknya susah payah membiayainya.

Dina mulai frustasi memikirkan masa depannya. Kuliah berantakan, lalu harus membesarkan anak tanpa suami yang terpaksa menikahi dan dinikahinya tanpa rasa sayang dan cinta. Rasa bersalah itu makin besar melihat emak yang hatinya kacau meratapi nasib anak gadis yang saat pulang ternyata sudah tidak gadis lagi.

Dina tidak pernah menyangka kalau dirinya akan hamil duluan. Seingatnya, saat itu ia pergi ke klub malam untuk bertemu dengan Rio, mantan pacarnya saat SMA, yang ternyata adalah supir pribadi Eric.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Dina terbangun di kamar hotel dan mendapati Eric sedang tertidur pulas di sampingnya. Meski sempat terpana dengan ketampanan Eric, namun Dina tetap panik.

Eric juga sama kagetnya melihat Dina panik. Ia pikir Dina adalah wanita panggilan yang dipesankan Rio untuknya lewat aplikasi Wanita Malam. Yang sesungguhnya terjadi, Rio hanya memperkenalkan Dina pada Eric sebagai temannya, bukan wanita pesanannya.

Saat itu suara Rio tenggelam oleh dentuman musik yang menggelegar dan membuat Eric Salah paham. 

“Rio, antar kami ke hotel, nih cewek kayaknya udah mabok berat,” itu yang Eric ucapkan pada Rio, dan Rio yang masih polos pun menurut saja.

Pikir Rio, Eric kasihan melihat Dina dan ingin membawa Dina istirahat di hotel sambil menunggu si wanita malam sesungguhnya datang.

“Jadi semalam kitaaaa….” Dina semakin panik.

“Dan kamu? Maksudnya bukan cewek dari Wanita Malam?" wajah Eric tegang sekaligus tidak yakin pada yang telah diperbuatnya semalam. “Lalu kenapa Rio ngasih kamu buat aku?!” tanya Eric bingung.

Nggak tahu! Kalau Aku hamil gimana!!!” Dina menjerit histeris.

Dina betul hamil.

Pada saat itu pula, Dina mencoba berbagai cara untuk menggugurkan kandungannya, mulai dari minum jamu, makan nanas muda, hingga mengunjungi dukun beranak yang bisa menggugurkan janin. 

Namun, janinnya malah makin sehat saat Dina mencoba meminta bantuan dokter kandungan untuk menggugurkan bayinya, ditemani Rio.

Semua terlihat jelas saat dokter melakukan USG. Makhluk kecil didalam perut Dina seolah tersenyum menyapanya.

“Pak Eric, ini anak Dina, bisa dipastikan kalau ini anak Pak Eric juga, mukanya mirip Bapak, Dina juga bersedia untuk tes DNA jika nanti bayinya lahir dengan selamat,” kata Rio melapor pada Eric sambil menyodorkan foto bayi hasil USG 4D milik Dina.

“Iya, dia mirip saya,” bibir Eric bergetar meski dia tidak yakin karena bayi dalam kandungan tentulah sebenarnya belum terlihat berwajah mirip ayah atau ibunya.

“Kata Dina, kalau Bapak tidak menginginkannya nggak apa-apa, tapi Dina menuntut untuk dinikahi dulu agar anak ini bisa punya akta kelahiran, itu saja," tambah Rio.

"Aku tidak ingin keluargaku tahu jadi tidak bisa menikahinya secara resmi. Aku akan menikahi dia secara agama."

Eric tiba-tiba menciumi foto USG bayinya.

“Saya tidak mencintai Dina, tapi saya seperti terhubung dengan anak ini," ucap Eric sendu.

“Jadi, gimana, Pak?” Rio berharap-harap cemas menunggu jawaban Eric.

Mata Eric menerawang berpikir sejenak.

“Saya tidak mau menyusahkan anak ini,” lelaki berjas dan berdasi hitam itu berucap penuh kepastian. Ia juga tidak ingin dituduh sebagai lelaki yang tidak bertanggung jawab.

“Saya akan bertanggungjawab untuk anak ini, hanya untuk anak ini," lanjutnya. “Saya akan menikahinya. Untuk bayi saya.”

“Janji ya, Pak, karena kabar ini akan langsung saya sampaikan pada keluarga Dina di Magelang," ucap Rio.

“Saya janji, saya menyayangi bayi ini.”

“Walau Bapak nggak cinta ibunya, tolong jangan sakiti perasaannya, ya?” pesan Rio agak segan kepada bosnya itu.

“Tenang, kamu percaya, kan, kalau saya orang baik?” 

Rio memang meyakini Eric orang baik yang ketika bertemu Dina sedang butuh hiburan sesaat saja.

“Ya, Pak, Bapak memang baik, Bapak juga sayang sama keluarga, Bapak juga baik sama keluarga saya.”

“Tolong diingat, Rio, jangan sampai anak-istri saya tahu, kalau ada urusan apa-apa dengan bayi ini, kamu saja sebagai perantaranya.”

“Baik, Pak.”

Eric membekali sebuah amplop tebal berisi berlembar-lembar uang ratusan ribu rupiah sebagai tanda kesepakatan. Rio menerima amplop tersebut, “Terima kasih banyak, Pak.”

***

Eric melambaikan tangan pada Dina yang masih mengenakan kebayanya. Dina balas melambai sambil mengelus pelan perutnya. Perginya Eric berarti sampai disitu saja usia pernikahan sirinya.

Tidak apa-apa. Eric sudah bertanggungjawab dengan memberi tabungan untuk bayinya. Detik ini Dina bertekat untuk menata lagi hidupnya. Kini semua hidupnya hanya untuk anaknya.

0 Comments

Posting Komentar