Cerita pendek ini termasuk kisah aksi karena menggambarkan penyelamatan heroik penjaga pantai yang menolong wisatawan yang tenggelam di laut. Lebih banyak percakapan daripada narasi dan enak dibaca karena memicu adrenalin kita saat menikmati aksi demi aksi di pantai.
Selamat membaca dan jadi penjaga pantai!
Wajah di Antara Angin dan Matahari
Joni mengamati ada yang tidak beres di antara ratusan orang yang diamatinya sedang bermain air dan berendam di bibir laut yang menjorok ke pantai. Ada orang yang bolak-balik melihat ke arah pantai, ada yang seperti berteriak-teriak, dan ada yang bergegas menuju pantai.
Dia mencari dari balik teropongnya untuk memastikan ada orang tenggelam atau tidak. Ada!
Matanya mencari Tisa untuk minta bantuan, tapi Tisa terlalu jauh untuk dipanggil. Kerumunan orang dan deburan ombak juga membuat Joni urung karena sekeras apapun teriakannya, Tisa pasti tidak dengar.
Joni melongok ke dalam. Olav tidak kelihatan. Dia mungkin sedang di ruang persediaan mengecek loker obat-obatan. Rizky sedang patroli ke arah barat yang sama jauhnya dengan Tika.
“Olav, aku turun!” Joni berteriak ke arah ruang dalam berharap Olav mendengar dan menggantikannya menjaga pos.
Joni menuruni tangga landai, lari ke pantai, mencemplungkan diri, dan berenang ke arah orang yang tenggelam, enam puluh meter dari bibir pantai.
Makin
dekat Joni menuju orang itu makin kelihatan bahwa yang sedang gelagapan di air ternyata perempuan. Jilbabnya menutupi wajah dan dia menyingkapnya sebelum berusaha mengambil napas.
Joni ingin cepat menarik tangan perempuan itu dari air supaya tidak lagi timbul-tenggelam dan paru-parunya kemasukan air, tapi diurungkan karena kuatir perempuan itu tidak ingin disentuh olehnya yang bukan mahram.
Dilemparnya papan pelampung ke arah si perempuan, tapi belum sempat meraih, perempuan itu tenggelam ke air. Kali ini tidak muncul lagi ke permukaan.
Joni mencari ke sekeliling, berharap si perempuan muncul entah dari sebelah mana.
Tiga detik berlalu, Joni pun menyelam. Ketemu! Ditariknya tangan si perempuan yang, untungnya baru tenggelam di kedalaman lima meter, jilbabnya sudah lepas.
Diletakkannya tangan si perempuan ke atas papan pelampung dan Joni berenang menarik papan itu ke pantai.
Kerumunan orang menyemut di pantai ingin melihat keadaaan orang yang tenggelam. Seorang pria muda dan dua lanjut usia menunjuk-nunjuk dan berteriak memanggil si perempuan yang rupanya bernama Anisya.
Tisa mencebur diri ke air membantu menarik Anisya supaya cepat sampai ke darat.
Olav, yang sudah siap dengan oksigen portabel dan kotak P3K, segera menghalau kerumunan orang agar mundur dan memberi ruang supaya Anisya bisa ditolong tanpa terganggu.
Sepuluh menit kemudian setelah Olav memberinya oksigen, Anisya sudah bisa berdiri dan berjalan dipapah suaminya.
Kerumunan bubar dan orang-orang meneruskan kembali keasyikan mereka di pantai yang berpasir halus warna hitam.
“Orang-orang yang tidak pakai baju renang sangat melelahkan ditolong,” ucap Joni pada Tisa ketika mereka berjalan kembali ke Pos Jaga 4.
“Mereka meronta-ronta?” tebak Tisa.
Joni menggeleng, “Baju mereka berat tubuh mereka ikutan berat, aku harus menarik mereka dengan tenaga ekstra.”
Tisa tertawa dan menepuk-nepuk pundak Joni.
“Kenapa?!”
“Berarti kau kurang latihan.”
Olav, yang berjalan di depan mereka, mempercepat langkahnya ke pos setelah menjawab handy-talkie yang diikat di baju renangnya.
Dia memanggil Rizky yang baru kembali dari patroli dan memintanya melakukan sesuatu.
Semenit kemudian Rizky keluar dan menaiki ATV sambil membawa dua tabung oksigen portabel.
“Mau
dibawa kemana oksigen itu?’ kata Tisa pada Joni yang hanya dijawab Joni dengan
gelengan dan bahu yang terangkat.
Di Pos Jaga 5, seratus lima puluh meter dari pos tempat Joni menyelamatkan Anisya, Bram sedang menekan dada seorang remaja.
Dua remaja rupanya kebablasan saat bercanda. Mereka bercipratan air lalu saling menenggelamkan kepala sampai yang satu pingsan dan yang satunya hampir kehabisan napas menelan air laut.
Seorang ibu menangis sambil berteriak Allahu Akbar meratapi si remaja yang pingsan. Lima remaja laki-laki bergantian mengusap air mata yang jatuh ke pipi mereka sambil sesekali memanggil pelan remaja pingsan yang ternyata bernama Arif.
Marni datang dan langsung memasang bag valve mask. Dipompanya kantung itu sepuluh kali lalu dilanjutkan lagi oleh Bram menekan dada si remaja.
Si remaja membuka matanya lalu batuk-batuk. Bram memiringkan badannya ke kiri agar air laut bisa keluar.
“Alhamdulilah, Arif!” seruan-seruan yang memanggil penuh syukur berkelebatan.
Bram minta Arif menjawab: ini tahun berapa, sedang dimana, dan siapa namamu, untuk memastikan Arif tidak mengalami cedera kepala.
Bram dan Marni lalu mengangkat Arif masuk ke pos untuk diperiksa tekanan darah dan kadar oksigennya.
Marni menyiapkan oksigen yang diterimanya dari Rizky dan memakaikan selangnya ke hidung Arif.
Sepuluh menit kemudian setelah Arif dapat baju ganti dan sudah kuat berjalan, dia dan rombongannya pulang meninggalkan pantai.
“Anak itu sedang henti napas waktu kau datang,” ujar Bram pada Marni.
“Apa kau sempat membantu napas mulut ke mulut?” tanya Marni agak kuatir.
“Hampir, untung kau cepat datang,” jawab Bram.
Marni lega. Bantuan pernapasan mulut ke mulut sudah sangat dihindari karena berisiko tinggi menularkan penyakit.
“Bram, Bram? Semua beres?” suara Olav terdengar di radio panggil yang tersemat dibahu Bram.
Bram memencet tombol kecil di radionya, “Beres. Sebentar lagi kuisi tabungmu ke pusat dan kukembalikan ke Pos 4,” jawab Bram sambil meneguk air mineral di gelas yang diisinya dari galon.
“Oke, Bram. Satu jam lagi Pos 4 ganti shift, tapi aku akan menunggumu andai kau belum datang.”
“Trims, Olav.”
Menit demi menit berlalu. Hari makin sore dan matahari hampir terbenam. Pantai berangsur-angsur sepi. Tidak banyak yang tinggal di pantai karena sunset tertutup awan tebal dan hanya memburatkan sinar oranye tipis.
Tisa, Joni, dan Rizky sudah meninggalkan Pos Jaga 4 karena shift mereka sudah selesai.
Olav sudah menerima dua tabung oksigen yang dikembalikan Bram. Seruput demi seruput wedang jahe yang masih mengepul dinikmatinya sambil menunggu dua orang tim jaga malam yang akan datang dua puluh menit lagi.
0 Comments
Posting Komentar