Penghasilan blogger (narablog) yang mengelola blog dengan niche (topik khusus) sebulan bisa mencapai rentang Rp2 juta-Rp5 juta.
Ada dua hal utama yang bikin blog niche bisa dapat uang jutaan per bulan hanya dari iklan.
Pertama, blog itu sering di klik saat orang-orang mencari informasi di mesin pencari, terutama Google. Kedua, blog dengan niche biasanya meletakkan iklan di hampir seluruh halaman, terutama dalam artikel, sehingga besar kemungkinan iklan itu diklik pembacanya.
Banyak juga dari blog niche yang memasang script pendeteksi adblocker. Pembaca yang menggunakan adblocker terpaksa mematikannya kalau mau meneruskan membaca atau mengunduh informasi yang ada dalam blog.
Dengan begitu semua iklan dalam blog akan tayang meski tidak diklik. Blogger pun tetap dapat rupiah dari cost per million (CPM/biaya per seribu kali tayang).
Lalu kenapa emperbaca.com tidak bisa mencapai penghasilan jutaan tiap bulannya walau banyak artikelnya yang nangkring di halaman pertama Google?
Related: Menulis di Blog Pribadi atau Blog Publik?
Alasannya, saya tidak menaruh banyak iklan. Tidak ada iklan di dalam artikel supaya orang yang tidak memasang adblocker di perambannya tidak terganggu iklan saat membaca.
Selain itu, meski Page Authority emperbaca.com tinggi (34), blog ini punya Domain Authority rendah (4). Itu berarti domain emperbaca.com tidak dikenal dan tidak bakalan dilirik untuk kerja sama penulisan artikel berbayar (content placement).
Rendahnya Domain Authority yang dimiliki emperbaca.com karena bukan blog niche. Isi emperbaca.com terlalu gado-gado makanya CPC (cost per click) dan CPM-nya pun rendah. Blog ber-niche bernilai tinggi karena dianggap punya informasi tentang topik khusus yang sedang dicari pembaca. misal kesehatan, keuangan, asuransi, pendidikan, otomotif, atau seluk-beluk blogging.
Blog niche dianggap mudah menavigasikan pembaca dalam satu wadah kalau mereka ingin tahu semua hal tentang informasi khusus yang sedang mereka cari.
Kalau gitu, kenapa tetap ngeblog walau pengehasilan jeblok? Kalau sudah gitu pasti bukan soal duit, melainkan lebih kepada panggilan batin seperti berikut.
Hasrat
Menulis merupakan hobi sejak kelas tiga SD yang diawali dari kesukaan membaca. Waktu kecil saya sering baca buku dan novel milik orang tua. Lama-lama ada keinginan untuk menulis seperti penulis dan pengarang dari buku yang saya baca.
Lulus kuliah saya mulai ngeblog di Multiply, Wordpress, dan terakhir Blogspot. Blog terbengkalai saat saya sudah sibuk jadi pekerja kantoran. Meski begitu sesekali saya masih menulis cerpen dan puisi walau tidak rutin.
Sesibuk apa pun dan sesulit apa pun kondisi hidup yang sedang saya jalani, saya selalu ingin menulis.
Hasrat menulis ini juga dirasakan para penulis konten (content writer) yang menulis di blog publik seperti Kompasiana, Medium, Terminal Mojok, bahkan yang kontroversial seperti Seword.
Tidak ada satu pun dari blog publik itu yang menjanjikan bayaran. Mereka cuma memberi insentif beberapa rupiah kalau para penulis bisa memenuhi syarat yang ditentukan.
Cuma sedikit orang yang mau capek-capek menulis dan menghabiskan kuota untuk mengunggah tulisan itu ke internet. Jadi hanya orang-orang yang betul-betul menyukai dunia membaca dan menulis saja yang terus menulis meski tanpa bayaran apalagi pengakuan.
Karena hasrat itulah saya tetap menulis di blog publik dan mengelola emperbaca.com meski penghasilan jeblok.
Jati Diri
Buat saya ngeblog bisa dibilang perwujudan keinginan masa kecil saya yang ingin mengelola majalah. Saat di kelas 3 SD saya menulis cerpen dan mengumpulkan klipping dari media cetak. Semuanya saya jilid dan fotokopi untuk dijual kepada teman-teman.
Sayang, majalah ala-ala itu cuma berjalan satu edisi karena uang jajan saya tidak cukup untuk memfotokopi dan membeli kertas.
Ngeblog adalah bagian dari jati diri saya sebagai seorang penulis, pengarang, dan ghostwriter (penulis bayangan) profesional yang telah mempelajari dan mengikuti perkembangan bahasa Indonesia beserta dunia tulis-menulisnya sejak saya kecil.
Membagi Informasi
Ada banyak orang yang mencari di internet tentang pengetahuan, hiburan, istilah, dan gaya hidup yang tidak umum dan populer yang tidak mereka temukan di TV, radio, dan media sosial.
Karena itu saya dan kontributor emperbaca.com berisaha menulis selengkap mungkin dalam satu artikel tanpa potong-potongan. Memotoig dan memenggal artikel banyak dilakukan blogger untuk memperoleh engagement dan low bounce rate.
Related: Beda Content Writer dan Blogger yang Tidak Sama dengan Wartawan
Membagi informasi secara lengkap ini didasari oleh kerisihan saya pada tipe blogger yang mementingkan SEO on-page daripada esensi artikel yang mereka tulis. Artikelnya panjang, tapi bertele-tele dan mengulang-ulang kalimat. Cuma sedikit informasi yang didapat pembaca.
Mengasah Otak dan Ilmu Menulis Sejak Kuliah
Menulis memaksa kita berpikir. Sebelum menulis banyak dari kita yang harus membaca lebih dulu berita, karya tulis, atau karangan fiksi orang lain. Banyak orang tidak suka membaca karena merasa otak seperti dipaksa untuk bekerja mencerna makna dibalik kalimat demi kalimat.
Buat saya, menulis mengasah otak saya supaya mampu berpikir logis dan kritis. Pun supaya kemampuan menulis yang saya pelajari sejak di bangku kuliah tidak luntur.***
Hasrat, jati diri, ingin membagi informasi, dan mengasah otak mungkin juga jadi alasan banyak orang untuk tetap menulis di blog publik atau mengelola blog pribadi.
Menulis adalah hobi, kesukaan, dan pelampiasan stres yang tidak bisa digantikan oleh apa pun bagi para pecintanya. Maka banyak blogger yang terus menulis dan mengelola blognya walau tidak ada yang baca dan penghasilannya jeblok.
0 Comments
Posting Komentar