Sunan Kalijaga Bukan Jaga Kali tapi Merawat Toleransi

Apa yang kamu tahu tentang Raden Sahid? Konon, Raden Sahid bersemedi (bertapa) selama tiga tahun di pinggir kail (sungai) demi menjaga tongkat milik Sunan Bonang. 

Dari situlah nama Sunan Kalijaga disematkan kepada ayah dari Sunan Muria ini. Namun benarkah Sunan Kalijaga sampai segitunya menjaga tongkat? Bagaimana beliau makan, minum, dan salat lima waktu?

Tafsir Nama Sunan Kalijaga


Guru Besar UI Prof Agus Aris Munandar dari Fakultas Ilmu Budaya mengatakan bahwa banyak tafsir tentang Sunan Kalijaga saking beliau wali yang amat populer di masyarakat Jawa. Namun tafsir yang menyebut Sunan Kalijaga menjaga di pinggir kali amat lemah karena tidak sesuai etimologi.

Kalau menjaga tongkat, harusnya namanya Jagatongkat dan andai benar menjaga kali maka harusnya berjulukan Jagakali.

Ada juga yang menyebut kalau Kalijaga berarti menjaga kalimat syahadat yang artinya menjaga diri dan umat (masyarakat Jawa) untuk tetap berada dalam syariah Islam.

Hanya saja tafsir menjaga tongkat di pinggir kali itu terlanjur dikenal luas karena ditampilkan dalam film Sunan Kalijaga (1983) yang dbintangi Deddy Mizwar.

Terlepas dari tafsir tentang nama beliau, kepopuleran Raden Sahid bukan sekadar karena beliau seorang wali songo, tetapi juga terbangun karena darah asli Jawa yang mengalir di tubuhnya selain dari cara dakwahnya yang menggunakan tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat.

Asal Kedatangan Wali Songo

 

Sunan berasal dari katan susuhunan yang berarti “yang dijunjung tinggi” atau panutan masyarakat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan, artinya guru besar atau orang yang berilmu tinggi.

Guru Besar UI Prof Agus Aris Munandar dari Fakultas Ilmu Budaya,

Baca artikel detiknews, "Melihat Sunan Kalijaga, Apakah Benar Semedi di Kali dan Jaga Tongkat Seperti di Film?" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-2992998/melihat-sunan-kalijaga-apakah-benar-semedi-di-kali-dan-jaga-tongkat-seperti-di-film.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

1. Teori Hadramaut

Teori ini meyakini para wali songo berasal dari Hadramaut, Yaman. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad al-Baqir dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa wali songo adalah keturunan Hadramaut (Yaman). 

Selain itu, L.W.C Van Den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien (1886) mengatakan:

”Adapun hasil yang nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari para Sayyid atau Syarif. Dengan perantara mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-­suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid atau Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid atau Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

Dalam bab lain masih dalam buku yang sama Van Den Berg juga menulis:

”Pada abad ke-­15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang­-orang Arab bercampur dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan­jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atas. Rupanya pembesar-­pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat­sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-­orang Arab Hadramaut membawa kepada orang­orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-­peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya.”

2. Teori Tiongkok

Sejarawan Slamet Muljana membawa kontroversi didalam bukunya yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968).

Dia menyatakan bahwa wali songo adalah keturunan Tionghoa muslim. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa wali songo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah orde baru juga sempat melarang terbitnya buku tersebut.

Perlu diketahui bahwa rezim orde baru tidak mengizinkan hal yang berbau Tionghoa berkembang di Indonesia. Orang-orang keturunan Tionghoa diwajibkan mengganti nama mereka dengan nama Indonesia. Pun banyak dari mereka yang tidak dapat kewarganegaraan Indonesia secara penuh, termasuk legenda bulutangkis Susi Susanti.

Entah Slamet Muljana hanya sekadar cari sensasi atau benar-benar menemukan fakta bahwa wali songo adalah keturunan Tionghoa.

Agama dan Aliran Kepercayaan Masa Sunan Kalijaga


Sebelum Islam datang agama yang dianut masyarakat Jawa adalah Hindu, Buddha, dan aliran kepercayaan nenek moyang.

Agama dan aliran kepercayaan yang lebih dulu ada di Jawa tidak bertentangan dengan syariat agama Islam, justru dengan menjaga harmoni dan toleransi Islam dengan agama dan kepercayaan itu, dakwah akan lebih diterima.

Wajah Islam yang rahmatan lil alamin juga tercermin dalam toleransi yang dilakukan Sunan Kalijaga lewat lagu, pertunjukkan wayang, tahlilan, syukuran, atau lainnya.

Sunan Kalijaga tidak mengharamkan dan membid'ahkan tradisi masyarakat, melainkan mengisi tradisi dan kebiasaan adat setempat dengan doa-doa, lantunan ayat suci Al-Qur'an, dan salawat.  

Mungkin itulah makna dan tafsir yang paling mendekat dari nama Sunan Kalijaga. Sunan yang menjaga toleransi dan harmoni agama dengan tradisi Jawa seperti air kali yang mengalir alami.

0 Comments

Posting Komentar