Parafrasa, Cara Termudah Menulis Artikel Tanpa Dianggap Plagiat tapi Minim Etika

Banyak orang yang menulis ulang isi artikel dari media berita online untuk dijadikan artikel blog, terutama di blog publik. Dengan menulis ulang, isi berita media mainstream, orang tidak perlu repot mencari referensi. Peluang artikel kita dibaca banyak dibaca orang juga sangat besar karena topiknya sedang populer.

Yang begitu dinamakan parafrasa.

Cara gampang menulis

Secara formal, parafrasa (paraphrase) adalah bentuk pengungkapan kembali suatu kata, bahasa, kalimat atau pernyataan dengan menggunakan diksi (pemilihan kata) yang lebih sederhana, tapi tidak dengan mengubah makna dari bahasa tersebut.

Alasan Orang Menggunakan Parafrasa


1. Mudah ditulis tanpa dianggap plagiat. Walaupun isi artikelnya sama persis dengan yang ada di berita mainstream, seorang yang menulis parafrasa tidak dapat dianggap melakukan plagiarisme karena kalimat dan diksinya berbeda dengan yang ada di berita.

Itu artinya secara teknis si penulis parafrase tidak menjiplak artikel orang lain. Tetapi secara etika dia tidak pas disebut sebagai penulis.

2. Tidak perlu membuat artikel panjang. Isi artikel parafrase mirip dengan artikel berita sehingga hanya perlu memuat 5W+1H (why, when, where, who, what, how). Dalam bahasa Indonesia disebut adiksimba.

Bacaan Lain: Pronomina Kata Ganti Saya dan Aku

Karena itu penulisnya tidak perlu repot melakukan riset data seperti bila menulis artikel opini, atau bahkan tidak perlu memuat analisis para pakar bila dia menulis topik tertentu.

3. Jaminan dapat pembaca. Parafrasa banyak digunakan di topik yang terbaru atau yang sedang populer. Karenanya ketika seseorang mengetikkan kata kunci dari topik yang sedang ramai, kemungkinan artikel si penulis parafrasa muncul di halaman pertama Google juga lebih besar.

Peluang tambah besar bila si penulis menulis parafrasa di blog publik/blog sosial seperti Kompasiana, Seword, Terminal Mojok, atau Konten Pengguna Kumparan.

Parafrasa dan Etika Penulisan


1. Kata kunci dan SEO. Seorang blogger (narablog) sejatinya menghindari penulisan artikel parafrasa walau secara SEO, kata kunci yang digunakan dalam parafrase bisa menjaring banyak traffic.

Kalau sering menulis parafrase, suatu blog jadi tidak punya keunikan karena hanya memuat pengulangan berita tanpa ada pengetahuan baru yang dicari pembaca.

2. Mementingkan duit. Melihat poin pertama diatas, tidak heran kalau seseorang yang menulis parafrase kelihatan kental sekali mengutamakan materi, tanpa memedulikan kualitas artikelnya.

3. Plagiarisme terselubung. Dari sisi etika, parafrase adalah plagiarisme terselubung karena memuat topik, makna, dan bahasa yang sama, yang membedakan cuma kalimatnya saja.

Tidak ada kreativitas mengolah kata-kata, apalagi memuat opini dari sudut pandang lain. Suatu artikel jadi tidak punya orisinalitas karena penulisnya hanya menulis ulang dari artikel yang sudah ada.

Bisakah orang yang hanya menulis parafrasa disebut penulis atau narablog?

Bisa, tapi kompetensinya sebagai penulis amat rendah, kalau tidak disebut meragukan. Penulis parafrasa hanya menulis ulang dengan kalimat yang berbeda dari artikel yang sudah ada. Walau kalimatnya beda, tapi tidak ada kreativitas mengolah kata dan kalimat karena dia hanya menceritakan kembali.

Itu mirip seperti anak SD yang diminta menceritakan kembali isi film yang ditontonnya. 

Penulis parafrasa cukup membaca berita terkini atau artikel lain yang ingin ditulis ulang. Setelah selesai membaca dia tinggal menulis ulang apa yang sudah dia baca. 

Tidak perlu riset pustaka, tidak perlu beropini, tidak perlu mencari referensi data, dan cuma perlu ditulis dengan bahasa sederhana.

Maka dari itu, kompetensi seorang penulis parafrasa bahkan ada di bawah cerpenis dan penyair yang memikirkan sendiri tema, diksi, dan kalimat yang ditulisnya menjadi rangkaian kalimat-kalimat yang menggugah.

0 Comments

Posting Komentar