Ciri Musik Koplo yang Membuat Dangdut Jawa Tidak Bisa Disebut Koplo

Lagu Ojo Dibandingke yang dibawakan Fareal Prayoga di Istana Negara saat upacara HUT RI, bukanlah dangdut koplo seperti yang sering disebut banyak orang.

Pada lagu ciptaan Abah Lala yang dinyanyikan bersama dengan Denny Caknan ini, genre yang pas adalah pop-dangdut daripada koplo, walaupun di bagian refrain aransemen musiknya dibuat lebih cepat dari intro.

Aransemen di bagian refrain Ojo Dibandingke dibuat jadi agak cepat supaya pendengarnya bisa berjoget. Tidak seperti lagu-lagu balada Batak, sesedih dan semiris apapun lagu Jawa, musiknya tetap dibuat supaya orang bisa berjoget gembira.

Bacaan Lain: Beda Musik Metal dengan Punk

Pengecualian ada pada musik campursari yang walaupun berbahasa Jawa, tapi instrumen utamanya adalah gamelan, sehingga tidak cocok buat joget.

Ciri Musik Koplo


1. Dimainkan dengan tempo cepat 

Dangdut koplo konsisten dimainkan dengan tempo cepat dari intro, refrain, sampai coda dan outro. 

Menurut Allen Winold dalam bukunya berjudul "Introduction to Music Theory", tempo adalah kecepatan irama atau beat di dalam musik.

Sedangkan menurut Jelly Eko Purnomo pada buku Seni Budaya SMA/MA Kelas 10, tempo adalah durasi kecepatan birama lagu.

Seringkali dalam lagu pop-dangdut berbahasa Jawa, intro di awal bertempo lambat kemudian dibuat agak cepat di bagian refrain sampai outro.

Namun, tempo tetap tidak berubah, yang berubah hanya aransemennya saja. Kebanyakan tempo lagu dangdut-pop Jawa adalah andante atau sedang di angka 69-76 BPM (beat per minute).

2. Lirik lagu cenderung vulgar

Lirik dalam musik koplo bisa tentang kehidupan sehari-hari, percintaan yang gagal, babkan yang menjurus seks. Semuanya disampaikan dengan diksi (pemilihan kata) yang vulgar.

Lagu pop-dangdut Jawa mengisahkan kehidupan sehari-hari, termasuk juga percintaan, tapi tidak dengan lirik yang vulgar.

3. Menggunakan synthesizer

Synthesizer adalah alat musik elektronik mirip keyboard yang memiliki banyak fungsi seperti mengubah warna suara, volume suara, karakter dan jenis suara bahkan mampu merubah tinggi rendahnya nada. 

Koplo menggunakan synthesizer untuk menghasilkan efek suara yang bervariasi, nada yang melengking, atau mengubah liukan instrumen musik.

Sedangkan pada pop-dangdut Jawa hampir tidak pernah menggunakan synthesizer karena sudah menggunakan kendang dan suling yang dibantu keyboard.

4. Lebih banyak yang berbahasa Indonesia daripada Jawa

Nyatanya hampir semua lagu koplo dibuat dalam bahasa Indonesia, bukan Jawa. Maka sangat keliru kalau lagu dangdut-pop berbahasa Jawa disebut sebagai lagu koplo.

5. Bertujuan memancing orang berjoget

Musik koplo yang bertempo cepat dan penuh variasi instrumen musik menjadikannya sangat cocok buat berjoget. Itu sebab mmusik koplo banyak diputar di kafe dangdut.

Lain halnya dengan aransemen dangdut atau pop Jawa yang kadang sendu kadang ceria, sehingga tidak semua lagu pop-dangdut Jawa bisa dibuat joget.

Campursari

 

Seniman campursari tulen menurut saya bukan Didi Kempot, tanpa mengurangi rasa kagum dan hormat saya kepada almarhum Lord Didi, melainkan mendiang Manthous.

Musik campursari muncul dari kreativitas seniman Jawa di Solo dan Semarang pada tahun 1950-an. Menurut artikel di jurnal Asian Music Volume 34 Nomor 2 Tahun 2003 yang ditulis Rahayu Supanggah, musik campursri pertama diciptakan oleh musisi di RRI dan URIL (Unit Moril) TNI.

Ciri khas campursri yaitu permainan gamelan yang dipadu oleh alat musik moderen. Pada mulanya di era 1970-an, telinga awam sulit membedakan campursari dengan keroncong karena sams-sama menggunakan perangkat gamelang lengkap diiringi permainan biola.

Sejak munculnya Didi Kempot, campursari makin mendunia. Saking mendunianya jadi banyak yang salah kaprah menafsirkan dangdut berbahasa Jawa sebagai campursari. Pun sekarang lebih banyak yang keliru mendengar dangdut Jawa sebagai koplo.

Tarling

 

Pop-dangdut Jawa serupa dengan tarling, musik khas kota-kota pesisir Jawa Barat seperti Kuningan, Cirebon, dan Indramayu, yang dimainkan oleh instrumen utama gitar dan suling.

Bedanya, penyanyi tarling biasanya menggunakan cengkok khas Sunda yang meliuk tajam, sedangkan penyanyi pop-dangdut tidak harus punya cengkok.

Meski serupa dengan pop-dangdut Jawa, tarling sebenarnya lebih dekat dengan campursari karena sama-sama berawal dari kesenian daerah.

***

Kembali ke Ojo Dibandingke, semua suku di luar Jawa sebenarnya bisa menyebarkan lagu berhahasa daerah mereka ke seluruh Indonesia. 

Hanya saja, salah satu cara supaya sebuah lagu daerah bisa mengindonesia adalah, lagu itu disebarkan dan didengarkan oleh mayoritas sukunya sendiri lebih dulu.

Bila sudah didengarkan dan disebarkan, barulah satu lagu daerah akan didengar orang di seluruh Indonesia, seperti Farel Prayoga di Istana Negara.

0 Comments

Posting Komentar