Mengingat banyak kata kunci (keyword) "cerpen romantis" yang datang ke emperbaca.com, maka untuk memenuhi "hasrat" warganet yang menggemari cerita romantis, emperbaca.com tuliskan cerpen berjudul Bunga Tidur Bersama Morgan.
Dijamin sambil baca hatimu juga ikut berbunga-bunga. Cerpen ini bukan cerita Islami, juga bukan kisah cinta ala Korea dan Barat, jadi selamat menikmati!
Lita mematut diri didepan cermin untuk memastikan celana panjang twillnya yang berwarna khaki cocok dipadukan dengan kaos lengan panjang hijau. Lita sengaja menggerai rambutnya yang sebahu tanpa ikat rambut atau bandana supaya lebih santai untuk berangkat ke workshop pengembangan diri yang bernama The New You.
Nama yang konyol, sekonyol workshop itu sendiri. Lita tidak butuh dirinya jadi baru atau sesuatu yang baru untuk mengubah hidupnya. Hidupnya sudah nyaman dan enak dinikmati. Mengapa harus jadi new me?
"Lita! Sudah siap, belum?" Sudah waktunya berangkat!" panggil Mia dari bawah tangga.
"Ya, sebentar," jawab Lita. Karena benar-benar tidak suka dengan workshop yang konyol itu, Lita hampir lupa kalau Mia menginap di rumahnya. Mialah yang memaksanya ikut.
Kata Mia, Lita terlalu kaku sampai tidak pernah naksir-naksiran dengan laki-laki sepanjang usianya yang sudah 21 tahun. Itu karena Lita baperan, menurut Mia, jadi perlu ikut workshop untuk mengubah cara pandangnya terhadap dunia. Bah!
Lita menyeret kopernya turun dari kamar dengan enggan. Dia menemui Mia di ujung tangga. Pipi sepupunya yang kuliah satu kampus dengannya itu tampak berkilat-kilat dibaluri shimmer senada dengan warna kerudung peraknya.
"Kau dandan?" tanya Lita.
Mia melewati Lita menuju ruang tamu sambil melenggang centil. "Iya, cantik, kan?" katanya sambil mengibaskan rok yang dibalas Lita dengan gelengan kepala.
"Buat apa dandan cuma buat workshop?"
"Buat menunjukkan kepribadianku yang cantik," jawab Mia yang lalu ikut menyeret kopernya dari ruang tamu ke carpot. Koper Mia lebih besar dari koper kabin Lita sehingga dia agak kesulitan mengangkatnya untuk dimasukkan ke bagasi mobil.
Setelah pamit kepada orang tua Lita, dua gadis itu berangkat ke wisma milik Kemenakertrans di Lembang, tempat workshop diselenggarakan.
Butuh lebih dari tiga jam perjalanan dari Jakarta karena Mia menolak Lita mengemudikan sedannya. Lita bisa membahayakan nyawa karena selalu ngebut, sementara Lita menganggap Mia terlalu lambat, padahal transmisi matic sangat mudah dikendarai daripada manual.
Wisma itu bersih. Meskipun belum ramai, sudah ada serombongan mahasiswa berjaket almamater krem yang sedang memilih kamar. Mia dan Lita menempati kamar paling pojok yang menghadap ke arah kolam ikan besar.
"Kamar mandinya tidak ada toilet?! Lalu di mana kita harus kencing dan buang air besar?!" Lita terperanjat setengah geram mengingat dia sering bangun tengah malam untuk buang air kecil.
Mia mengangkat bahu, "Mungkin di luar ada toilet," katanya sambil mengeluarkan isi koper untuk dirapikan ke dalam lemari.
Lita keluar kamar. Tidak ada petunjuk atau papan yang menunjukkan letak toilet.
"Mas, toiletnya sebelah mana, ya?" tanya Lita pada seseorang berkaus seragam biru yang dia kenali sebagai panitia workshop.
Lelaki berseragam biru itu menunjukkan arah toilet yang terletak di belakang aula pertemuan.
Kenapa toiletnya jauh banget, Lita mengumpat dalam hati. Tiba-tiba matanya membelalak dan mulutnya memekikkan sebuah kata, "Morgan?!"
Lelaki berkaus biru itu membalas, "Ya? Ada yang bisa dibantu?"
"Kamu petugas workshop?""
Lelaki yang dipanggil Morgan itu mengangguk, menunjukkan ID Card didadanya yang bertuliskan nama "Morgan" diatas kata "Panitia".
Lita ingin bertanya lagi, tapi kandung kemihnya hampir bocor. Dia lari ke arah yang ditunjukkan Morgan untuk menuntaskan hajatnya.
Beruntung bagi Lita yang tidak perlu mencari keberadaan Morgan selepasnya ke toilet. Lelaki itu berada sendirian di aula sedang mengetikkan sesuatu di laptop.
"Morgan," panggil Lita setengah ragu setengah penasaran, "Boleh saya tanya sesuatu?"
Morgan tersenyum, "Gimana rasanya punya nama yang sama dengan eks personil boyband SMASH?" Morgan seolah membaca pikiran Lita. Dia berdiri, bersedekap, kemudian tertawa. "Aneh, ya?"
"Err..." Lita bingung harus menimpali atau tidak karena yang ditanya sudah tahu apa yang akan ditanya. Bukan cuma namanya, kok bisa, sih, wajahnya juga mirip banget, batin Lita.
"Kenapa bisa jadi panitia workshop?"
"Kenapa tidak?" Morgan duduk lagi dan melanjutkan urusan pada laptopnya. Lita ingin pamit kembali ke kamarnya, tapi Morgan keburu menanyainya.
"Namamu siapa?" tanyanya sembari mengurutkan daftar hadir.
Lita menjawab namanya dengan lengkap kemudian menyebut nama lengkap Mia.
"Punya pacar?"
"Heeh...?!" Lita terperanjat ditanyai perkara pribadi macam itu oleh orang tak dikenal yang nama dan wajahnya mirip selebriti.
Morgan kembali tersenyum melihat Lita yang salah tingkah.
“Kalau Mia itu siapa?"
"Sepupu."
"Lebaran kemarin pulang kampung?"
Lita menggeleng, "Tidak punya punya kampung," merasa dirinya mulai santai dan ingin terus ngobrol dengan Morgan. "Kamu pulang kampung?"
“Enggak, mama-papaku yang kesini, ke Bandung,” jawabnya singkat.
"Mama-papamu tinggal di mana?"
"Singkawang."
Lita membelalak lagi, "Kok sama kayak Morgan SMASH?!"
"Aku juga Morgan."
Lita jadi bingung sekaligus gugup. Dia terus-terusan meyakinkan dirinya kalau ini bukan prank dan tidak ada kamera dipasang diam-diam untuk merekam reaksinya bertemu dengan orang yang mirip Morgan. Jangan-jangan dia Morgan betulan yang pura-pura jadi orang lain untuk acara jahil di YouTube.
Mata Lita jelalatan mencari kemungkinan letak kamera disembunyikan.
“Kita selfie, yuk! Mana handhonemu?” Lita masih gugup dan tidak menyadari permintaan Morgan. Morgan harus minta dua kali kepada Lita untuk mengambil ponselnya.
"Di kamar, aku tidak bawa HP."
"Ya sudah, pakai handphoneku saja," kata Morgan mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
“Sini, Lita. Smile!” Morgan menyorongkan tubuhnya agar lebih dekat ke Lita.
Lita mendekat dan berdiri di samping kiri Morgan sampai dia menyadari bahwa Morgan ternyata tidak setinggi yang dia kira.
0 Comments
Posting Komentar