Orang Ketiga
Karangan Ramli Lahaping
Perasaan Joni gamang setelah melewati ambang pintu rumahnya. Sebagai seorang sopir penumpang antarkota, ia mesti meninggalkan Rita, istrinya, untuk selalu melintasi jalan yang panjang demi mencari rezeki. Tetapi lagi-lagi, niatnya terberai oleh maksud yang terselubung. Hatinya sudah pasti untuk Rita, tapi ia pun rindu dengan Lia.
Joni merasa bersalah telah memperturut nafsunya dengan Lia, padahal Rita selalu penuh kasih sayang disisinya. Bahkan sesaat yang lalu, sebelum Joni berangkat menyopir, Rita tak lupa menyajikan hidangan kesukannya dan menyiapkan pakaian yang wangi untuknya.
"Ada masalah apa, Pak? Aku lihat belakangan, Bapak tampak kurang bersemangat," singgung Rita, ketika mereka tengah makan siang satu jam yang lalu.
Demi menyamarkan kekalutannya, Joni menggeleng dan tersenyum singkat. "Tidak ada apa-apa, Bu. Aku hanya kecewa, sebab akhir-akhir ini, penumpang masih minim," kilahnya untuk menutupi kebohongan yang ia hembuskan selama ini.
Penumpang yang sedikit ia dalihkan menjadi sebab tidak lagi bisa memberikan uang banyak kepada Rita, meski
senyatanya, itu karena Joni menyisihkan penghasilannya untuk sang kekasih gelap.
Rita tersenyum lembut menampakkan kesabarannya, "Ah, Bapak. Jangan risaukan soal rezeki. Syukuri saja yang ada. Apalagi, uang belanja yang Bapak berikan kepadaku selama ini sudah sangat cukup untuk kebutuhan kita berdua. Bapak lihat sendiri, kan, kalau kita masih bisa makan dengan sajian yang lengkap."
Joni lalu tertawa pendek. Ia kembali merasa berhasil menyembunyikan pengkhianatannya. Hingga akhirnya, sesaat berselang, ia balik bertanya untuk menunjukkan perhatiannya, "Selama ini, Ibu tidak apa-apa kalau aku tinggal pergi, kan?”
Joni lantas berdeham, “Apalagi, besok pagi, kalau penumpang yang mendaftar kepadaku hanya satu-dua orang, mungkin aku akan kembali menginap di kota, di rumah temanku."
Seketika Rita tergelak gemas.
"Ya, tidak apa-apa lah, Pak. Memang sebaiknya Bapak membatalkan
perjalanan kalau penumpang hanya satu-dua orang, ketimbang rugi ongkos bahan
bakar."
Seolah meragu, Joni kemudian mendengkus. "Tetapi Ibu benar-benar, kan, kalau selama ini, memang tak ada persoalan pelik yang Ibu hadapi saat sedang sendiri? Aku kadang cemas kalau ada orang yang menjahati Ibu selama aku pergi."
Rita tampak terheran atas kekhawatiran Joni. "Tidak ada apa-apa, Pak. Jangan berpikiran macam-macam. Aku aman-aman saja, kok, di sini."
Joni lantas mengembuskan napas panjang. "Ya, syukurlah. Tetapi, kalau ada apa-apa, Ibu jangan sungkan meminta bantuan ke tetangga. Aku yakin, Pak Dino dan istrinya tidak akan segan untuk menolong."
"Iya, Pak," tanggap Rita.
Joni merasa tenang dan untuk beberapa lama mereka meneruskan bersantap dengan lahap hingga Joni pamit dan berangkat bekerja.
Akhirnya, kini, atas cintanya kepada Rita, Joni kelabakan menyikapi aksi pengkhianatannya. Ia bingung menanggulangi risiko kalau perselingkuhannya terbongkar di waktu mendatang.
Apalagi, sebulan yang lalu, Rita mengatakan bahwa ia tengah mengandung setelah sekian lama mereka menanti. Karena itu, Joni sangat waswas kalau rumah tangganya hancur.
Namun, persoalan Joni malah makin pelik. Pasalnya, Lia, yang merupakan orang tua tunggal beranak satu itu, telah tahu bahwa Joni yang mengaku duda ternyata masih beristri.
Lia mendesak Joni untuk menceraikan Rita. Kalau tidak, Lia mengancam akan membongkar hubungan mereka. Lia bahkan siap untuk menanggung risikonya sendiri tanpa Joni.
Perasaan dan pikiran Joni jadi kacau balau. Bagaimanapun, permainan asmaranya dengan Lia yang sudah berlangsung selama enam bulan ini memang sudah jauh.
Dua bulan yang lalu, Joni menikahi Lia tanpa melalui prosedur hukum perkawinan negara. Joni buntu tidak dapat menemukan jalan keluar. Ia terus bergelut dengan kebingungannya.
Kini, Joni hanya merutuki dirinya yang terpedaya kecantikan Lia sejak pertama berjumpa.
Ia menyesal telah menumpangkan Lia yang menyetopnya di tengah jalan. Ia menyesal mengobrol hangat dengan Lia setelah penumpangnya yang lain sudah turun. Ia menyesal meminta nomor telepon Lia hingga mereka terus berkomunikasi menuju hubungan yang kebablasan.
Sesal Joni atas hubungan gelapnya dengan Lia makin menjadi kala membayangkan Rita yang selalu teguh menjaga tali pernikahan mereka.
Joni tidak pernah menemukan satu bukti pun yang bisa ia percaya bahwa Rita punya niat untuk main asmara dengan lelaki lain.
Namun sebagai suami, Joni sempat juga mencurigai Rita pada bulan-bulan lalu. Setelah pulang menyopir dari kota, ia sempat menemukan sarung yang tak pernah ia lihat sebelumnya di kamar mereka.
Ada pula korek gas yang bukan kepunyaan Joni di dapur mereka, atau puntung rokok yang tidak semerek dengan rokoknya di asbak ruang tamu mereka. Namun, setelah Joni bertanya, Rita memberi keterangan yang masuk akal bahwa benda-benda itu merupakan kepunyaan adik dan kakaknya yang memang kerap mampir bahkan menginap.
Kepercayaan Joni pada keterangan Rita kemudian diperkuat oleh kesaksian Pak Dino dan istrinya. Pada momen kala Joni tengah dilanda kecemburuan, ia telah bertanya kepada pasangan suami-istri samping rumahnya tersebut kalau-kalau ada orang asing yang bertamu ke rumahnya saat ia pergi menyopir.
Kedua orang itu membenarkan keterangan Rita bahwa yang biasa bertamu hanyalah kakak dan adik Rita yang merupakan ipar Joni sendiri.
"Istrimu itu orang baik, Jon. Kau beruntung punya istri sepertinya. Ia perempuan sabar dan setia," kata Pak Dino, tujuh bulan yang lalu, ketika Joni mengungkapkan kecurigaannya.
Joni merasa lega mendengar keterangan Pak Dino. Ia kemudian melontarkan kekecewaan, "Tetapi sayang, aku takjuga mendapat keturunan darinya. Ia belum hamil. Padahal, aku sangat ingin punya anak."
Pak Dino lantas tergelak pendek. "Soal anak itu rezeki. Kalau kalian tetap berusaha, aku yakin, suatu saat kalian akan dapat juga. Apalagi, aku lihat istrimu masih sangat kuat," tuturnya setengah bercanda dengan nada dan ekspresi yang menggoda.
Joni tertawa.
Demikianlah memang. Joni menilai kalau satu-satunya kekurangan Rita adalah ketidakampuannya mengandung anak. Tetapi, satu cela itu akhirnya pupus juga setelah sebulan yang lalu Rita bilang tengah hamil. Karena itu, Joni sungguh menyesal mengkhianati Rita yang sekian lama menjadi sosok istri setia dan sempurna untuknya.
Atas keadaan itu, Joni tak tahu lagi cara yang tepat untuk menanggulangi permainan asmaranya dengan Lia. Ia merasa telah jatuh ke dalam lubang kerumitan.
Ia hanya terus menyembunyikan hubungan rahasianya dengan Lia. Ia tetap berusaha mengulur waktu selama mungkin untuk mempertahankan ikatan pernikahannya dengan Rita, entah sampai kapan.
Akibat kepelikan itu Joni dilanda kekalutan kala tengah menyopir. Ia menjelajahi jalan raya dengan perasaan kacau untuk kemudian menjemput tiga orang langganannya.
Joni menghentikan kendaraannya ketika menyadari kalau ponselnya tertinggal. Ia takut kalau Lia meneleponnya dan Rita yang menjawab. Api asmaranya dengan Lia akan terbongkar. Karena itulah, Joni lekas berbalik ke rumahnya.
Joni menggulung jalanan dengan laju yang amat cepat. Ia ingin segera mengambil ponsel sebelum yang ia takutkan benar-benar terjadi. Setelah sekian waktu, ditengah perasaan tegangnya, ia tiba di rumahnya. Joni masuk dengan langkah buru-buru menjurus ke kamarnya. Ia yakin kalau ponselnya ada di kantong jaketnya yang tergantung di balik pintu kamar.
Bagai disambar petir Joni pun terperanjat menyaksikan kenyataan di depannya. Ia menjumpai Rita bersama Pak Dino dalam keadaan hampir tak berpakaian.
Joni mematung selama beberapa detik dan mendadak kelimpungan taktahu harus berkata dan berbuat apa. Joni membanting pintu dan pergi. Ia sampai pada keyakinan bahwa keputusannya perihal pernikahannya dengan Rita dan kelanjutan hubungannya dengan Lia akan tepat.
*****
Ramli Lahaping, lahir di Gandang Batu, Kabupaten Luwu dan saat ini tinggal di Kota Makassar.
Instagram @ramlilahaping
0 Comments
Posting Komentar