Awal Mula Bahasa Keminggris Anak Jaksel

Bagi orang yang belum biasa mendengar dan membaca postingan bahasa Indonesia yang dicampur Inggris pasti sebal, menyebabkan anak-anak Jaksel (Jakarta Selatan) yang kerap mencampur dua bahasa tersebut dituduh sok nginggris, belagu, merusak bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Sebenarnya, sih, bukan anak Jaksel aja yang sering ngomong dan nulis gado-gado Indonesia-Inggris, orang-orang di belahan Indonesia lain juga. Alasan mereka keminggris untuk melatih percakapan berbahasa Inggris dan keinginan untuk menjadi bilingual. 

Lagipula, nginggris-nya anak Jaksel hanya sebagai bahasa pergaulan saja. Bila bicara dengan guru, orang yang lebih tua, atau di tempat formal, mereka tetap berbahasa Indonesia yang baik dan normal. Jadi mestinya enggak perlu heboh. 
Ilustrasi: British Council

Lalu apa alasan dan latar belakang anak Jaksel kerap nginggris?


Sekolah Internasional
Di kawasan Cilandak, Jaksel ada sekolah internasional pertama di Indonesia yang berdiri tahun 1951 bernama Joint Embassy School (JES). Dinamai demikian karena didirikan oleh ekspatriat utusan PBB dan anggota kedutaan besar dari negara-negara Barat yang membawa keluarga mereka.

Pada 1951 Indonesia baru memulihkan diri dari kolonialisme Belanda yang disusul penjajahan Jepang, lalu harus perang lagi dalam Agresi Militer Belanda II 1948-1949. Membangun sekolah untuk rakyatnya saja masih susah, apalagi untuk orang asing. Jadi, para bule itu sepakat bikin sekolah sendiri yang kurikulumnya mengacu pada pendidikan di Amerika dan Inggris.

JES lalu berubah nama lagi jadi Jakarta Intercultural School, dan pada 1978 sekolah itu berubah nama jadi Jakarta International School (JIS) sampai sekarang. 

Tadinya sekolah itu hanya bersiswakan anka-anak bule dan blasteran, setelah reformasi, banyak anak Indonesia tulen yang sekolah disitu dari jenjang TK sampai SMA. Cinta Laura, blasteran Jerman-Indonesia, adalah salah satu alumninya. Sudah tahu, kan, gimana cara bicara Cinta Laura?

Walau anak-anak ekspatriat dan blasteran sedikitnya bisa bicara Indonesia, tapi anak-anak asli Indonesia ini yang kemudian lebih sering bicara bahasa Indonesia, terutama kalau mereka sedang nongki di Pondok Indah Mall.

Bergaulnya anak-anak Indonesia dengan anak bule yang berada dalam satu sekolah secara tidak langsung membuat anak-anak ini jadi bilingual (bicara dua bahasa).

Anak Kebayoran dan Anak Menteng
Pada era 1970-1980 anak-anak yang tinggal di Kebayoran Baru, Jaksel dikenal sama elitnya dengan anak Menteng di Jakpus (Jakarta Pusat) karena pekerjaan orang tua mereka,

Kawasan Kebayoran Baru dan Menteng dikenal sebagai kawasan elit pada waktu itu karena di dua tempat itulah para perwira TNI/Polri, pejabat kedutaan, ekspatriat, pejabat negara, dan pengusaha bermukim.

Saya sendiri pernah bertetangga dengan orang Korea, Jepang, dan India yang rumahnya bersebelahan dengan rumah saya. Anak-anak mereka kebetulan seusia dengan saya yang waktu itu masih kecil.

Kami main seperti layaknya anak-anak kampung, tapi dengan bahasa campur-campur Inggris-Indonesia kadang mereka bicara dengan bahasa ibu mereka. 

Selain itu anak-anak perwira dan pegawai Pertamina (waktu itu karyawan Pertamina tajirnya melintir banget!) sering ke luar negeri. Entah untuk plesiran atau karena kuliah di sana.

Mobilitas anak Kebayoran Baru dan anak Menteng ke luar negeri sedikitnya punya dampak bercampurnya bahasa pergaulan mereka menggunakan Indonesia-Inggris.

Anak Kebayoran Baru lebih sering menggunakan bahasa campur-campur dibanding anak Menteng karena di Jaksel lebih banyak macam-macam tempat gaul dibanding Menteng, yang notabene jadi pemukiman pejabat. Suasana di Menteng lebih formal dan eksklusif, sedangkan di Kebayoran Baru lebih santai.

Jadi, gaulnya anak Menteng yang terletak di Jakpus tidak seasyik anak Jaksel. Itulah sebab anak Jaksel lebih berani menggunakan bahasa campur-campur.

Kemudian anak-anak Kebayoran Baru ini bergaul pula dengan anak-anak dari kecamatan sekitar yang padat penduduk, seperti Mampang, Bangka, dan Gandaria. Sesama mereka ini lalu bicara keminggris dan pada hari ini go public di medsos.

Pembagian kawasan
Sebelum era Gubernur Sutiyoso, wilayah-wilayah di DKI Jakarta dibagi untuk pusat bisnis, pusat pemukiman, pusat pemerintahan, dan pusat jasa.

Jaksel adalah kawasan pemukiman. Jakpus kawasan pemerintahan, sedangkan Jakbar dikhususkan untuk pusat perdagangan. Jakut juga diperuntukkan sebagai pusat bisnis, tapi kemudian dikembangkan jadi perumahan elit dengan menguruk Laut Jakarta.

Jaksel yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan khusus pemukiman, lama-lama beralih jadi kafe, resto, salon, perkantoran, dan apartemen. Perubahan itu tidak bisa dielakkan karena Jakarta selain ibu kota, juga berjalan sebagai pusat bisnis.

Makin maraknya pemukiman yang bercampur dengan bisnis, membuat percampuran bahasa Indonesia-Inggris meledak dan tidak terhindarkan oleh anak-anak muda Jaksel.

***

Apakah kelak bahasa Indonesia akan sama seperti Singlish di Singapura? Menurut saya, tidak. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang menyatukan ratusan bahasa adat di Indonesia. Kelak kita tidak akan punya bahasa Indoglis. Yang kita harapkan akan terjadi adalah, orang-orang Indonesia akan mahir bicara tiga bahasa (trilingual), yaitu bahasa daerahnya, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Sudah banyak orang-orang Indonesia yang seperti itu. Kamu bisa?




Kalau kamu suka artikel ini, boleh traktir kami kopi
Nih buat jajan

0 Comments

Posting Komentar