Museum Samudra Raksa ada di dalam komplek Candi Borobudur di jalur Exit alias keluar. Di sepanjang jalur keluar komplek ada dua museum.
Satu Museum Samudra Raksa, satunya Museum Candi Borobudur. Kenapa ada museum Candi Borobudur? Karena sekarang pengunjung tidak bisa lagi naik ke atas candi. Pengunjung cuma bisa melihat dan menikmati kemegahan candi Buddha yang dibangun tahun 750 Masehi itu dari luarnya saja.
Yang dibolehkan naik ke candi hanya umat Buddha yang melakukan ritual saat Waisak atau saat hari raya umat Buddha saja.
Pengunjung bisa melihat penjelasan relief-relief yang ada di Candi Borobudur di museumnya.
Kapal yang dibuat sesuai relief di Candi Borobudur. Berlayar ke Afrika selama 7 bulan tanpa mesin dan hanya mengandalkan navigasi alam. |
Museumnya gratis. Pun Museum Samudra Raksa. Di Museum ini ada keramik-keramik yang diangkat dari kapal dagang Tiongkok dari tahun 906 Masehi yang tenggelam di Laut Cirebon.
Itu membuktikan bahwa orang Indonesia memang bangsa pelaut dari negara maritim yang berdagang sampai ke Tiongkok.
Di dalam Museum Samudra Raksa ada wahana interaktif berpemandangan laut lepas. Lantai yang kita injak adalah layar besar yang berisi air laut dengan ikan-ikan di dalamnya.
Layar video yang menampilkan pemandangan laut lepas dalam wahana interaktif Museum Samudra Raksa. |
Ikan akan kabur menjauh bila kita menginjaknya.
Layar berisi lautan yang mengelilingi wahana membuat kita serasa berada di kapal yang ada di tengah laut.
Memang itu tujuannya. Museum ini untuk membuktikan kebenaran relief yang ada di Candi Borobudur.
Di dalam wahana juga ada kapal yang dibuat mengikuti relief yang ada di candi. Tanpa mesin, tanpa navigasi, dan hanya menggunakan penangkal petir alami seperti yang digunakan pelaut masa lampau, yaitu ijuk. Ijuk-ijuk itu dipasang di atas tiang layar.
Enam belas awak kapal berlayar selama 7 bulan ke Afrika mengikuti jalur dagang bangsa Nusantara pada tahun 900-an Masehi, hanya mengandalkan layar dan navigasi alam.
Sesampainya di Afrika, para awak tidak kembali ke Indonesia dengan kapal itu. Kapal dibongkar lalu dibawa pulang ke tanah air dalam kontainer. Awaknya pulang naik kapal terbang alias pesawat.
Menghabiskan 7 bulan di laut kalau bukan benar-benar pelaut, mana tahaaannn!
Setelah layar berisi air laut menghilang, pemandu di wahana akan menjelaskan sejarah seperti yang tertera di relief Candi Borobudur.
Para pelaut melakukan perdagangan rempah-rempah sampai Tiongkok, Afrika dan Arab.
Selain mengisahkan jalur dagang, juga mengisahkan para pahlawan dibidang maritim, seperti Laksamana Malahayati dan Gunadharma sebagai arsitek Candi Borobudur. Pun ada Gajah Mada yang memulai pembangunan kapal-kapal perang.
Museum ini sukses membangkitkan nasionalisme dan patriotisme kita sebagai bangsa maritim. Sangat bagus dikunjungi anak dan remaja, juga orang tua yang sering julid terhadap bangsanya sendiri.
Tiket masuk wahana Rp25rb, anak dibawah 12 tahun bayar hanya separuhnya. Di dalam wahana harus pakai kaus kaki. Kalau belum punya bisa beli di sana seharga Rp5000 sepasang. Kaus kakinya pendek, tapi lembut!
Sayang sekali, dua museum yang ada di jalur keluar komplek Candi Borobudur super sepi! Orang maunya buru-buru keluar candi dan mengabaikan bahwa di dalam komplek ada sumber pengetahuan yang sangat berharga.
Gratis! Kecuali wahana interaktif di dalam Museum Samudra Raksa.
Namun, wahana berbayar itupun sepadan dengan harganya. Menghabiskan Rp25rb selama 30 menit terasa tidak ada apa-apanya dengan pengetahuan dan semangat nasionalisme yang kita dapat. Kebanggaan terhadap bangsa sendiri bangkit melihat kenyataan bahwa sejak lampau kita ini bangsa hebat.
Yang menghambat kita jadi negara maju karena rakyatnya masih terkungkung mental kolonialisme dan penjajahan Belanda.
Other than that, Indonesia is a great nation!
0 Comments
Posting Komentar