Saya kenal istri om saya sejak saya berumur lima tahun. Saya tahu dia sudah pakai kacamata sejak dahulu kala. Dua tahun lalu ketika saya bertemu lagi dengannya di Bandung dia sudah tidak pakai kacamata, padahal dua tahun sebelumnya saya tahu dia masih pakai kacamata.
Saat saya tanya apa dia melakukan lasik atau sejenisnya, dia menjawab, “Nggak, tante gak pake apa-apa tuh. Lama-lama kalau pake kacamata malah gak kelihatan, jadi sampe sekarang ya udah gak pake.”
Saya tanya-tanya terus karena penasaran, kok bisa puluhan tahun punya mata minus pakai kacamata lalu sembuh tanpa tindakan apapun.
Ternyata itu dia rajin baca Alquran! Percaya atau tidak, itu kenyataannya. Ahh, gue juga rajin tadarusan tapi mata tetap siwer tuh.
Ada syaratnya, kawan. Apakah kita ikhlas karena Allah saat membaca Alquran? Apakah hati kita yakin bahwa Allah itu maha segalanya? Apakah saat membaca Alquran tidak ada riya dan kesombongan. Selain itu om dan tante saya itu selalu puasa sunah Senin – Kamis dan aktif di kegiatan sosial di lingkungannya.
Dari segi keuangan, om dan tante saya itu tidak cukup finansial. Biaya sekolah anak-anak mereka sering disokong oleh kakak-adik tante saya itu. Tapi keikhlasan mereka dalam menerima keadaan sungguh luar biasa. Tidak pernah mengeluh, selalu bersyukur, senang membantu siapapun semampu mereka, dan keimanan mereka terhadap Allah dan agama-Nya tidak pernah luntur.
Ada kenyataan lain yang lebih dekat dengan saya, yaitu suami saya. Dia sering dibenturkan oleh kakak iparnya dengan ibu kandungnya sendiri. Si ipar sering membuat keadaan yang menyusahkan keluarganya dan membuat seolah-olah suami saya yang menyebabkan keadaan sudah itu. Ibu mertuapun melampiaskan kekesalannya pada suami saya. Suami saya sabar, dia tidak melawan tapi juga tidak diam. Sehalus mungkin dia menjelaskan akar masalahnya tapi tidak ngotot. Karena kalau dia ngotot, ibu mertua akan resah karena anak dan menantunya tidak akur. Kalau sudah begitu vertigo dan asam lambungnya pasti kambuh.
Suatu ketika keadaan berubah. Ibu mertua menyadari bahwa yang brengsek itu menantunya, bukan anaknya. Dan ipar suami saya kelimpungan sendiri. Setiap hal yang dilakukannya untuk menyudutkan suami saya malah berbalik ke wajahnya, walau suami saya tidak melakukan konfirmasi atau bantahan dan pembelaan diri.
Itu karena suami saya yakin dan percaya bahwa Allah maha adil. Allah pasti membela umat-Nya yang dizalimi. Sesulit apapun kondisi yang dialaminya (bangkrut, difitnah, diadu-domba) tetap imannya tidak menyusut sedikitpun.
Kejadian yang dialami orang-orang terdekat saya itu membuktikan bahwa pertolongan Allah pasti datang, tergantung apakah kita percaya pada-Nya atau tidak. Kalaupun percaya apakah kita yakin dan ikhlas Allah sebagai satu-satunya penolong kita atau tidak.
Iman itu seperti roller coaster, naik – turun dengan cepat. Semoga kita selalu dalam iman Islam yang teguh, Islam yang rahmatan Lil Al-Amin.
Saat saya tanya apa dia melakukan lasik atau sejenisnya, dia menjawab, “Nggak, tante gak pake apa-apa tuh. Lama-lama kalau pake kacamata malah gak kelihatan, jadi sampe sekarang ya udah gak pake.”
Saya tanya-tanya terus karena penasaran, kok bisa puluhan tahun punya mata minus pakai kacamata lalu sembuh tanpa tindakan apapun.
Ternyata itu dia rajin baca Alquran! Percaya atau tidak, itu kenyataannya. Ahh, gue juga rajin tadarusan tapi mata tetap siwer tuh.
Ada syaratnya, kawan. Apakah kita ikhlas karena Allah saat membaca Alquran? Apakah hati kita yakin bahwa Allah itu maha segalanya? Apakah saat membaca Alquran tidak ada riya dan kesombongan. Selain itu om dan tante saya itu selalu puasa sunah Senin – Kamis dan aktif di kegiatan sosial di lingkungannya.
Dari segi keuangan, om dan tante saya itu tidak cukup finansial. Biaya sekolah anak-anak mereka sering disokong oleh kakak-adik tante saya itu. Tapi keikhlasan mereka dalam menerima keadaan sungguh luar biasa. Tidak pernah mengeluh, selalu bersyukur, senang membantu siapapun semampu mereka, dan keimanan mereka terhadap Allah dan agama-Nya tidak pernah luntur.
Ada kenyataan lain yang lebih dekat dengan saya, yaitu suami saya. Dia sering dibenturkan oleh kakak iparnya dengan ibu kandungnya sendiri. Si ipar sering membuat keadaan yang menyusahkan keluarganya dan membuat seolah-olah suami saya yang menyebabkan keadaan sudah itu. Ibu mertuapun melampiaskan kekesalannya pada suami saya. Suami saya sabar, dia tidak melawan tapi juga tidak diam. Sehalus mungkin dia menjelaskan akar masalahnya tapi tidak ngotot. Karena kalau dia ngotot, ibu mertua akan resah karena anak dan menantunya tidak akur. Kalau sudah begitu vertigo dan asam lambungnya pasti kambuh.
Suatu ketika keadaan berubah. Ibu mertua menyadari bahwa yang brengsek itu menantunya, bukan anaknya. Dan ipar suami saya kelimpungan sendiri. Setiap hal yang dilakukannya untuk menyudutkan suami saya malah berbalik ke wajahnya, walau suami saya tidak melakukan konfirmasi atau bantahan dan pembelaan diri.
Itu karena suami saya yakin dan percaya bahwa Allah maha adil. Allah pasti membela umat-Nya yang dizalimi. Sesulit apapun kondisi yang dialaminya (bangkrut, difitnah, diadu-domba) tetap imannya tidak menyusut sedikitpun.
Kejadian yang dialami orang-orang terdekat saya itu membuktikan bahwa pertolongan Allah pasti datang, tergantung apakah kita percaya pada-Nya atau tidak. Kalaupun percaya apakah kita yakin dan ikhlas Allah sebagai satu-satunya penolong kita atau tidak.
Iman itu seperti roller coaster, naik – turun dengan cepat. Semoga kita selalu dalam iman Islam yang teguh, Islam yang rahmatan Lil Al-Amin.
0 Comments
Posting Komentar