Saya punya kawan yang sedang merencanakan bisnis mini trip bersama tiga rekan kantornya. Mini trip yang dimaksud adalah layanan mengantar wisatawan ke tempat wisata tanpa minimum jumlah peserta dan waktu. Karena namanya mini trip, maka meskipun hanya dua orang wisatawan yang ingin pelesiran di wilayah provinsi DIY tetap akan dilayani.
Untuk tahap awal, mini trip ini mencari sopir yang bisa merangkap sebagai tour guide, tujuannya untuk menghemat biaya. Mobil atau bus akan disewa dari rekanan mereka. Mereka juga menghubungi orang yang bekerja sebagai sales dan marketing hotel yang mereka kenal agar memakai jasa mini trip mereka untuk mengantar tamu hotel ke tempat wisata.
Sekilas bisnis mini trip ini menjanjikan yes. Apalagi pencetusnya bilang bahwa ia hobi traveling dan punya pengalaman puluhan tahun mengurus aneka perjalanan wisata di kantornya.
Tapi, apakah bisnis ini feasible?
Feasible business dapat diartikan sebagai bisnis yang secara logis layak dan punya kesempatan untuk sukses dalam jangka panjang.
Pertanyaan pertama untuk menguji apakah bisnis yang kita rencanakan feasible adalah, seberapa banyak orang yang akan membeli produk atau menggunakan jasa kita? Yogya adalah kota wisata, yes absolutely! Tapi bukan berarti banyak yang butuh jasa mini trip karena biasanya rombongan dalam jumlah besar (lebih dari 50 orang) sudah menggunakan bus dari kota/tempat asal mereka. Tempat tujuan juga sudah ditentukan lewat panitia yang biasanya sudah memesan tiket masuk ke tempat wisata beserta makan dan penginapan.
Wisatawan mancanegara mungkin butuh tour guide tapi mereka sudah mendapatkannya dari paket hotel.
Pangsa pasar yang masih mungkin diisi mungkin wisatawan sekitaran Yogya dan Jawa Tengah. Tapi biasanya mereka juga sudah membawa kendaraan dari tempat asal dan tidak butuh dipandu untuk plesiran ke beberapa tempat wisata dalam satu waktu.
Pengalaman yang dikatakan kawan saya itu bukan pengalaman di travel agent yang memang mengatur perjalanan dan jadwal wisata orang-orang, melainkan di kantornya yang bergerak di bidang jasa keuangan. Pengalaman yang dimaksud adalah mengatur rekreasi, gathering, dan rapat kerja diadakan di tempat-tempat wisata untuk rekan-rekan kantornya.
Contoh bisnis yang tidak feasible adalah berjualan bakso. Ada tempat yang memang warganya suka sekali makan bakso. Kedai bakso mudah dijumpai disegala tempat. Tapi, dengan membuka kedai bakso lagi bukan ide bagus karena pasar sudah jenuh. Kecuali bakso yang kita jual benar-benar berbeda dan punya keunikan dari yang sudah ada.
Dikutip dari BusinessLink, ada tolok ukur untuk mengetahui apakah usaha yang akan kita jalankan feasible atau tidak.
Pertama, apakah ada pasar untuk produk atau jasa yang akan kita jual? Kemana kita akan menjual produk atau jasa? Ke anak muda, lanjut usia, orang kaya, anak-anak, pekerja kantoran, atau semua umur dari semua golongan ekonomi? Kalau sudah menemukan pasarnya, apakah mereka benar-benar butuh produk atau jasa yang kita tawarkan? Apa keunggulan produk atau jasa milik kita dari kompetitor?
Kedua, apa kita punya kemampuan dan disiplin untuk menjalankan usaha itu? Bisnis yang baru berjalan butuh perhatian ekstra dan kita bisa saja bekerja 12 – 16 jam sehari agar bisnis stabil dan tidak berhenti ditengah jalan. Selain siap untung kita juga harus siap rugi dan kehilangan seluruh tabungan kita. Bahkan pada tahap tertentu kita harus mau menurunkan standar hidup, bila yang tadinya belanja setiap akhir pekan ke supermarket, menjadi dua minggu sekali dengan jumlah belanjaan lebih sedikit dari biasanya.
Ketiga, akan digunakan untuk apa saja modal yang kita punya? Apakah untuk membayar upah karyawan, membeli perlengkapan kantor, atau untuk promosi. Atau kita masih belum menghitung biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan untuk keperluan apa saja yang berkaitan dengan produk atau jasa yang akan kita tawarkan?
Berbisnis itu tidak susah tapi juga tidak gampang. Kemauan dan niat itu modal utama, tapi perlu perencanaan yang tepat supaya kerugian bisa ditekan seminimal mungkin dan usaha kita bisa bertahan lama.
0 Comments
Posting Komentar