Akhir-akhir ini banyak yang mengatakan bahwa Facebook dan Twitter sudah jadi media "mainstream" yang karenanya mereka sudah bosan dan beralih ke Instagram, Google Plus, atau sederet media sosial lainnya. Sebagian lagi mengatakan sudah terlalu banyak alay dan ababil di jejaring mainstream tersebut sehingga mereka ingin menemukan media sosial lain yang lebih intelek.
Faktanya, meskipun sudah lama eksis dan banyak yang bosan, Facebook dan Twitter masih saja kedatangan pengguna baru setiap hari.
Tapi kenapa kita lebih susah mendapat teman alias follower di Twitter daripada di Facebook?
Pada Facebook terdapat "simbiosis mutualisme". Artinya selain kita "dipaksa" melihat status, foto, lokasi, permainan, dan lainnya yang dibagi secara terbuka, kita juga bisa melakukan yang sebaliknya. Jadi "keakuan" seseorang tidak hilang di Facebook.
Akan tetapi di Twitter, kita seperti dipaksa melihat kicauan banyak orang sementara orang itu belum tentu membaca kicauan kita. Belum lagi kalau orang itu melakukan kultwit (kuliah tweet) ia akan memposting beberapa tweet dengan satu tema yang belum tentu kita sukai. Media sosial adalah ajang narsisme dan di Twitter narsisme 140 karakter itu seolah berjalan satu arah sehingga orang akan enggan memfollow seseorang sebelum dia difollow lebih dulu. Kalaupun ia mem-follow lebih dulu, ia pasti akan minta follow back sehingga ia bisa menunjukkan "narsisme"nya kepada lebih banyak orang.
Berbagi foto, catatan, dan status juga lebih mudah dilakukan di Facebook karena tidak perlu aplikasi tambahan. Facebook juga disebutkan memiliki sifat lebih privat. Sementara Twitter lebih
terbuka, khususnya terkait penyebaran informasi via layanan online ini
yang dapat berkicau sebegitu cepatnya, meski terbatas jumlah karakter.
Bagi banyak orang, Twitter dirasa lebih tepat sasaran dan efisien dalam menuangkan pikiran atau promosi karena dibatasi hanya 140 karakter yang membuat informasi jadi padat. Namun bagi banyak orang, Facebook tetap lebih favorit karena lebih banyak interaksi dengan jaringan. Selain itu di Facebook, meski tetap berteman, penggunanya bisa memblok status seseorang yang dianggap sampah sehingga ia tak harus membaca keluh-kesah atau pikiran lebay orang lain seperti halnya di Twitter.
Menurut hemat saya, baik Twitter maupun Facebook seharusnya sudah digunakan oleh korporasi, kementerian, dan BUMN untuk menyampaikan informasi dan berinteraksi dengan masyarakat. Keluhan dan pujian dari masyarakat bisa disampaikan dengan mudah untuk perbaikan kinerja korporasi, lebih lagi kementerian dan BUMN. Demikian juga dengan kita sebagai individu hendaknya menggunakan Facebook dan Twitter dengan bijak dan tidak gampang mengumbar keluh-kesah, caci-maki, euforia dan lainnya karena pribadi kita adalah apa yang kita sampaikan di media sosial.
0 Comments
Posting Komentar