Mega Tri Pratiwi alias suster ngesot mendadak jadi punya ratusan "musuh" di media sosial. Berawal dari keisengannya menjadi suster ngesot untuk memperdaya kawannya yang berulang tahun, Gadis 20 tahun ini harus kehilangan gigi bawah dan memar di pelipis akibat tendangan satpam penjaga apartemen Galeri Ciumbuleuit Bandung. Terlihat jelas di CCTV lift bahwa si satpam reflek menendang begitu sosok suster ngesot muncul didepan lift. Jadi satpam sesungguhnya hanya beraksi karena instingnya sebagai petugas keamanan wajib melindungi penghuni lift yang terlihat ketakutan. Penghuni lift sebenarnya hanya akting ketakutan karena mereka kawan-kawan dari suster ngesot juga yang merencanakan aksi jahil itu.
Mega merasa dianiaya karena babak belur dan satpam Sunarya tidak minta maaf dan mengantarnya ke rumah sakit. Karena itulah ia minta tanggung jawab dengan mempidanakan Sunarya ke polisi. Satpam Sunarya sendiri ketika diperiksa polisi mengaku kaget melihat ada sosok aneh didepan lift dan karena itulah ia menendangnya. Menurut hemat saya, Sunarya memang tidak berniat menganiaya seperti yang dituduhkan Mega, karena Sunarya hanya menendang satu kali tidak berkali-kali. Ini menandakan tendangannya memang spontan dan tidak disengaja.
Tentu saja urusan melaporkan satpam ke polisi membuat Mega dikecam banyak orang. Menurut khalayak kesalahan ada pada Mega karena ia menjadi suster ngesot di area publik dan tanpa memberitahu pihak apartemen. Kalau saja ada penghuni apartemen melihat suster ngesot itu kemudian ia meninggal karena jantungan, tentu akan jadi hal sangat serius ketimbang jahil untuk mengerjai teman yang berulang tahun.
Kemudian karena kecaman tidak berkurang, Megapun membuat kronologi kejadian penendangan di blog miliknya dan menegaskan bahwa ia korban penganiayaan dan minta supaya satpam Sunarya bertanggung jawab. Namun sungguh malang, bukannya dukungan yang ia dapat justru menggunung sumpah serapah yang ia terima. Massa membuat grup di Facebook mendukung satpam Sunarya. Rencananya grup ini akan mengawal proses persidangan dan berkoordinasi dengan apartemen Ciumbuleuit supaya Sunarya tidak dihukum dan tidak dipecat dari pekerjaannya.
Kenapa orang-orang begitu marah dan mengecam Mega? Pertama, Mega memang salah. Ia pada tengah malam, jam 2 pagi, duduk di depan lift yang merupakan area umum untuk seluruh penghuni apartemen. Sementara satpam pada dini hari itu menjalankan tugasnya menjaga ketertiban dan keamanan supaya penghuni apartemen dapat tidur nyenyak. Satpam hanya berusaha mengeyahkan gangguan yang ia temui di depan lift, apalagi di dalam lift ada beberapa orang yang ia lihat kaget melihat penampakan “suster ngesot”.
Kedua, Mega anak orang kaya. Ayahnya pengusaha batu bara. Sementara itu bangsa ini sudah muak melihat tingkat kaum borjuis dapat seenaknya memainkan hak dan hukum diatas penderitaan rakyat jelata. Karena itulah persoalan Mega vs Sunarya menjadi “perang” terhadap si kaya dan si miskin. Khalayak sering terluka oleh ulah arogan orang-orang kaya menjadi murka mengetahui bahwa ada orang kaya melaporkan seorang satpam yang memang sedang berdinas menjaga keamanan apartemen hanya gara-gara kesalahan orang kaya itu sendiri.
Ketiga, ayah Mega ternyata juga seorang sesepuh Pemuda Pancasila (PP). Organisasi masyarakat (ormas) ini bilang mereka mendatangi apartemen untuk ikut "mendamaikan" Mega dan satpam karena merasa tergerak demi sang sesepuh. Karena penggrudukan ormas ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah suster ngesot jadilah khalayak tambah geram karena menganggap tidak mungkin ormas bergerak jika ada tak yang membayar. Dengan dalih mendamaikan, orang justru bersyak-wasangka ormas itu mengintimidasi pihak apartemen.
Kasus semacam ini mengingatkan kita pada Prita Mulyasari. Setelah banjir dukungan di media sosial dan aksi pengumpulan uang koin untuk membayar denda, pada akhirnya Prita tetap harus dipenjara karena keadilan memang hanya milik penguasa dan kaum borjuis. Akan tetapi, Prita sebagai pihak yang kalah di arena hukum justru menjadi pemenang mutlak karena jutaan orang mendukung dan mendoakannya. Demikian pula dengan satpam Sunarya. Meski ia digempur oleh berbagai tuduhan dan ancaman hukum tapi masyarakat mendoakannya dan tetap mengecam Mega Tri Pratiwi sebagai pelapor.
Mestinya Mega bisa memulihkan namanya sebelum terlambat, namun sayang ia, yang mungkin tercemar arogansi ayahnya, tidak menunjukkan kerendah-hatian, dan kerap memposisikan dirinya sebagai korban penganiayaan. Padahal tiada asap tanpa api, tak ada sebab tanpa akibat. Andai ia tidak iseng susuk didepan lift ala suster ngesot jam 2 pagi di tempat umum, akankah satpam Sunarya menendangnya? Atau jika tidak ada satpam Sunarya lalu ia sukses mengerjai kawannya kemudian ada penghuni apartemen yang stres, sakit, atau tidak nyaman karena ia dan kawan-kawannya membuat ribut dalam apartemen, akankah Mega berkata bahwa ia adalah korban?!
Mega merasa dianiaya karena babak belur dan satpam Sunarya tidak minta maaf dan mengantarnya ke rumah sakit. Karena itulah ia minta tanggung jawab dengan mempidanakan Sunarya ke polisi. Satpam Sunarya sendiri ketika diperiksa polisi mengaku kaget melihat ada sosok aneh didepan lift dan karena itulah ia menendangnya. Menurut hemat saya, Sunarya memang tidak berniat menganiaya seperti yang dituduhkan Mega, karena Sunarya hanya menendang satu kali tidak berkali-kali. Ini menandakan tendangannya memang spontan dan tidak disengaja.
Tentu saja urusan melaporkan satpam ke polisi membuat Mega dikecam banyak orang. Menurut khalayak kesalahan ada pada Mega karena ia menjadi suster ngesot di area publik dan tanpa memberitahu pihak apartemen. Kalau saja ada penghuni apartemen melihat suster ngesot itu kemudian ia meninggal karena jantungan, tentu akan jadi hal sangat serius ketimbang jahil untuk mengerjai teman yang berulang tahun.
Kemudian karena kecaman tidak berkurang, Megapun membuat kronologi kejadian penendangan di blog miliknya dan menegaskan bahwa ia korban penganiayaan dan minta supaya satpam Sunarya bertanggung jawab. Namun sungguh malang, bukannya dukungan yang ia dapat justru menggunung sumpah serapah yang ia terima. Massa membuat grup di Facebook mendukung satpam Sunarya. Rencananya grup ini akan mengawal proses persidangan dan berkoordinasi dengan apartemen Ciumbuleuit supaya Sunarya tidak dihukum dan tidak dipecat dari pekerjaannya.
Kenapa orang-orang begitu marah dan mengecam Mega? Pertama, Mega memang salah. Ia pada tengah malam, jam 2 pagi, duduk di depan lift yang merupakan area umum untuk seluruh penghuni apartemen. Sementara satpam pada dini hari itu menjalankan tugasnya menjaga ketertiban dan keamanan supaya penghuni apartemen dapat tidur nyenyak. Satpam hanya berusaha mengeyahkan gangguan yang ia temui di depan lift, apalagi di dalam lift ada beberapa orang yang ia lihat kaget melihat penampakan “suster ngesot”.
Kedua, Mega anak orang kaya. Ayahnya pengusaha batu bara. Sementara itu bangsa ini sudah muak melihat tingkat kaum borjuis dapat seenaknya memainkan hak dan hukum diatas penderitaan rakyat jelata. Karena itulah persoalan Mega vs Sunarya menjadi “perang” terhadap si kaya dan si miskin. Khalayak sering terluka oleh ulah arogan orang-orang kaya menjadi murka mengetahui bahwa ada orang kaya melaporkan seorang satpam yang memang sedang berdinas menjaga keamanan apartemen hanya gara-gara kesalahan orang kaya itu sendiri.
Ketiga, ayah Mega ternyata juga seorang sesepuh Pemuda Pancasila (PP). Organisasi masyarakat (ormas) ini bilang mereka mendatangi apartemen untuk ikut "mendamaikan" Mega dan satpam karena merasa tergerak demi sang sesepuh. Karena penggrudukan ormas ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah suster ngesot jadilah khalayak tambah geram karena menganggap tidak mungkin ormas bergerak jika ada tak yang membayar. Dengan dalih mendamaikan, orang justru bersyak-wasangka ormas itu mengintimidasi pihak apartemen.
Kasus semacam ini mengingatkan kita pada Prita Mulyasari. Setelah banjir dukungan di media sosial dan aksi pengumpulan uang koin untuk membayar denda, pada akhirnya Prita tetap harus dipenjara karena keadilan memang hanya milik penguasa dan kaum borjuis. Akan tetapi, Prita sebagai pihak yang kalah di arena hukum justru menjadi pemenang mutlak karena jutaan orang mendukung dan mendoakannya. Demikian pula dengan satpam Sunarya. Meski ia digempur oleh berbagai tuduhan dan ancaman hukum tapi masyarakat mendoakannya dan tetap mengecam Mega Tri Pratiwi sebagai pelapor.
Mestinya Mega bisa memulihkan namanya sebelum terlambat, namun sayang ia, yang mungkin tercemar arogansi ayahnya, tidak menunjukkan kerendah-hatian, dan kerap memposisikan dirinya sebagai korban penganiayaan. Padahal tiada asap tanpa api, tak ada sebab tanpa akibat. Andai ia tidak iseng susuk didepan lift ala suster ngesot jam 2 pagi di tempat umum, akankah satpam Sunarya menendangnya? Atau jika tidak ada satpam Sunarya lalu ia sukses mengerjai kawannya kemudian ada penghuni apartemen yang stres, sakit, atau tidak nyaman karena ia dan kawan-kawannya membuat ribut dalam apartemen, akankah Mega berkata bahwa ia adalah korban?!
jiakakakaakak, rasain tuh suster ngesot...,
BalasHapussetuju,,,, saatnya orang orang arogan yang bkin muak bangsa ini mendpat balasan setimpal...
BalasHapus