Indonesia sedang heboh mendukung Pulau Komodo untuk menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru versi lembaga New7Wonders. Di layar televisi kerap kita lihat "Dukung Pulau Komodo, kirim sms ke 9818 tarif Rp1,- (satu rupiah)".
Kalangan yang merasa tinggi jiwa nasionalismenya tentu tak ragu mem"boom" server 9818 untuk mengirim ratusan sms berisi dukungan. Namun bagi sebagian kecil kalangan yang lain, dukungan terhadap Pulau Komodo menyimpan bahaya. Bahaya dimulai sewaktu Presiden Susilo mendukung Jusuf Kalla untuk pemungutan suara melalui sms ke 9818. New7Wonders adalah lembaga swasta yang tidak berafiliasi dengan UNESCO. Tujuan New7Wonders bukan konvervasi seperti yang dilakukan UNESCO tapi komersialisasi dan menarik wisatawan secara besar-besaran. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Prof.Putra Setiawan, peneliti komodo dan Prof.Dr.Laurentius Dyson, guru besar Antropologi Fisip Universitas Airlangga sebagai hal yang tidak etis dilakukan oleh presiden karena berarti presiden mendukung komersialisasi Pulau Komodo.
Konvervasi
Komersialisasi Pulau Komodo untuk tujuan wisata akan bertolak belakang dengan usaha konversasi untuk kelestarian habitat para komodo. Pulau Komodo sendiri sebenarnya tidak perlu publikasi besar-besaran karena ia memang sudah terkenal sejak lama. Pulau Komodo adalah satu-satunya habitat komodo di dunia. Anak SD di seluruh dunia yang belajar tentang dinosaurus akan juga mengetahui soal Pulau Komodo di Indonesia. Karena itulah sejak 1991 UNESCO sudah mengakui Pulau Komodo sebagai World Natural and Cultural Heritage.
Oleh sebab itu, yang diperlukan komodo bukan publikasi dan wisatawan, melainkan ketersediaan makanan, keamanan untuk berkembang biak dan keseimbangan ekosistem di habitatnya supaya komodo dapat hidup sesuai dengan sifat aslinya dan bukan sebagai hewan piaraan. Jadi yang diperlukan adalah konversasi. Dan terpilihnya Pulau Komodo sebagai satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru bisa merusak konservasi komodo.
Komersialisasi
Bahaya lain adalah uang. Seperti yang sudah dikemukakan, tujuan utama lembaga New7Wonders adalah komersialisasi besar-besaran untuk menarik turis ke tempat yang masuk daftar Tujuh Keajaiban Dunia Baru, bukan untuk tujuan pelestarian budaya atau cagar alam. New7Wonders akan mendapat keuntungan karena mendapat fee dari pemerintah yang wilayahnya terpilih sebagai 7 Keajaiban Dunia yang baru. Lebih dari itu, turis yang datang ke Pulau Komodo tentu membutuhkan tempat istirahat dan rumah makan yang akan dibangun disekitaran pulau. Selain ingin menjelajah ke seluruh pelosok pulau untuk melihat komodo, para turis juga berpotensi meninggalkan sampah. Perilaku-perilaku yang dibawa turis bisa membuat habitat komodo jadi rusak, para komodo stres, berpotensi ganas dan menyerang manusia kemudian kehilangan sifat alaminya dan tidak lagi mampu hidup secara alami.
Karena berorientasi uang, pada Februari 2011, Yayasan New7Wonders pernah menawarkan kepada Indonesia untuk menjadi tuan rumah acara final kontes ini asalkan kita menyetor US$45 juta (lebih dari Rp 400 miliar). Jero Wacik (mantan Menbudpar) menolak menyetor uang itu karena sangat mahal dan menghabiskan anggaran negara.
Pemerintah Kepulauan Maldives juga pernah membayar biaya administrasi keikutsertaan sebesar US$199, namun belakangan ada biaya lain yang harus dibayar yang totalnya –jika dikurs ke rupiah– lebih dari 21 miliar.
Kemudian daripada itu, mengenai sms dukungan, meski pengirim sms hanya mengeluarkan Rp1,- setiap mengirim sms, pengelola 9818 beserta operator tentu menangguk untung yang tidak sedikit dari voting ini. Indonesia kabarnya butuh minimal 25 juta sms untuk terpilih menjadi satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru.
Terkenalnya Pulau Komodo ke seluruh dunia memang berpotensi menambah pundi-pundi uang negara tapi potensi untuk kehilangan komodo itu sendiri, hewan purba yang hanya ada di Indonesia, jauh lebih besar.
Politisasi
Hal terakhir dibalik bahaya yang mengancam komodo adalah Jusuf Kalla. Seperti yang kita tahu Jusuf Kalla pernah menjadi wapres dan mantan calon presiden. Belakangan ini sejak aktif di beberapa kegiatan PMI yang ia ketuai, ia juga menjadi host di acara televisi, aktif menyambangi kegiatan sosial, tambah aktif lagi karena ia bertugas menjadi Duta Komodo. Kenapa beberapa tahun ini ia sungguh aktif padahal pada 2009 ketika Pilpres ia berkata di media massa bahwa akan pulang kampung dan mengurus masjid jika tidak terpilih menjadi presiden? Ada agenda kepentingan didalamnya? Wallohualam.
Demikian halnya dengan Presiden Susilo. Ia mempromosikan New7Wonders yang notabene lembaga swasta itu. Sejak Jusuf Kalla menggulirkan promosi untuk dukungan Pulau Komodo melalui sms 9818, media sosial ramai menyerukan dukungan serupa. Banyak dukungan rupanya membuat presiden, yang memang gemar popularitas ala pesohor, ikut menyerukan kepada segenap rakyat untuk mengirim sms. Padahal UNESCO sebagai lembaga resmi PBB untuk pendidikan dan kebudayaan dunia telah menyatakan tidak berkolaborasi dengan Yayasan New7Wonders.
Karena itulah sungguh sulit menghilangkan pikiran bila apa yang dilakukan Jusuf Kalla dan Presiden Susilo tidak mengandung nuansa pencitraan, kepentingan pribadi, dan agenda politik.
Pelestarian komodo di habitat aslinya memang butuh dana, tapi mencari dana dengan mendatangkan turis justru malah bisa membuat komodo punah. Jadi sebaiknya pihak-pihak yang mendorong Pulau Komodo sebagai tujuan wisata terlebih dulu minta masukan kepada para pakar mengenai dampak Pulau Komodo di masa depan.
Kita sebagai bangsa yang punya falsafah Pancasila sebagai dasar negara hendaknya jangan bertingkah seperti kaum kapitalis yang tidak pernah peduli dengan lingkungan karena hanya mengejar uang.
No Vote for Komodo :D
BalasHapusIyak! Betul, no vote. Kita lihat jd apa nanti setelah Pulau Komodo terpilih jd 1 dr 7 keajaibaan dunia versi New7Wonders :D
BalasHapus