Saya, seperti Anda juga mungkin, adalah salah satu dari jutaan penggemar kopi di seluruh dunia. Jauh sebelum kafe Starbucks, Coffee Bean atau Oh La La muncul di tanah air, masyarakat Indonesia sudah biasa minum kopi, terutama di pagi hari sebelum beraktivitas.
Warung-warung kopi alias warkop ada di setiap sudut kampung, pasar, pinggir jalan raya, juga kantin perkantoran atau bahkan rumah sakit. Bila di Starbucks kita minum kopi sambil ditemani sandwich atau croissant, maka di warung kopi nikmat sekali minum kopi ditemani roti bakar, pisang atau ubi goreng.
Mengintip sejarah kopi di negeri lain, konon zaman dulu di Swedia, Raja Gustaff II menghukum sepasang kembar yang dituduh bersalah. Karena hanya salah satunya yang benar-benar bersalah maka selama dalam tahanan seorang dari mereka hanya diberi minum teh, dan kembarannya hanya boleh minum kopi.
Siapa yang lebih dulu meninggal dialah yang bersalah. Ternyata yang
lebih dulu meninggal adalah si peminum teh dalam usia 83 tahun. Sejak
itulah masyarakat Swedia menjadi salah satu bangsa peminum kopi fanatik
di dunia.
Mari kita tinggalkan Swedia dan kembali ke tanah air.
Penikmat kopi di negeri kita sepertinya lebih menyukai kopi bubuk biasa
dibanding kopi instant. Alasannya adalah karena citarasa kopi lebih
terasa dan harumnya dapat membangkitkan semangat dibanding kopi instant.
Kopi bubuk akan lebih kuat aromanya bila langsung diseduh dengan air
mendidih, diaduk pelan-pelan sembari dituangkan air mendidih itu sedikit
demi sedikit.
Banyak kaum lelaki yang senang minum kopi tanpa gula, biasanya ditemani rokok kretek. Citarasa rokok dan kopi yang sama-sama kuat merupakan paduan khas yang cocok dinikmati kala santai atau sembari membantu memperlancar ide-ide.
Orang kita biasanya tak
terlalu suka kopi campuran seperti kahlua coffee, atau ice blended
coffee with cream. Lidah orang Indonesia lebih menikmati kopi susu
daripada kopi campuran ala barat, atau minimal es kopi yang kalau di
barat punya nama frappe coffee.
Kebiasaan orang Indonesia
menyukai kopi tradisional seperti itu sama seperti orang Itali. Mereka
suka kopi ya kopi, tanpa campuran rasa “aneh-aneh” seperti di Amerika.
Tradisi minum kopi seperti itu sudah kuat.
Itulah mengapa Starbucks yang
mendunia itu muncul dari Amerika, bukan dari Itali yang identik dengan
negeri peminum kopi. Lidah orang Itali, seperti halnya orang Indonesia,
tidak biasa menerima, bahkan cenderung menolak aneka minuman kopi yang
sudah tidak nyata aroma dan rasa kopinya. Jadi secara tidak langsung
susah bagi orang Itali untuk mengembangkan kopi dengan varian aneka rasa
seperti yang dilakukan Starbucks.
Lakunya kedai-kedai kopi asal
luar negeri di Indonesia lebih karena “asing minded”, gengsi, dan
pembesaran oleh media massa. Di luar wilayah urban yang tidak dijangkau
kedai asing itu, warung kopi tradisional tetap jadi favorit. Fungsi
warung kopi ini sama dengan café di kota. Orang datang menikmati kopi,
bersenda gurau, membicarakan keseharian mereka, bahkan seringkali
diskusi urusan RT-RW dilakukan di warung kopi.
Awal mula
munculnya kopi di Indonesia berasal dari seorang Belanda diabad 17
sekitar tahun 1646. Ia membawa biji arabika mocca dari Arab ke Jakarta.
Kopi arabika pertama ditanam dan dikembangkan di Jatinegara pada
sebidang tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal sebagai
daerah bernama Pondok Kopi.
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah
menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walau cuma sebentar
karena adanya serangan hama karat daun besar-besaran. Serangan hama yang
disebabkan cendawan hemileia vastatrix itu menyerang tanaman kopi di
Indonesia sekitar abad 19. Meski bukan lagi yang paling besar, kini
Indonesia masih merupakan negara penghasil kopi terbesar ke-5 di dunia.
Negeri
ini punya kopi khas yang sudah terkenal di mancanegara, diantaranya
kopi takengon (Aceh), kopi mandailing (Sumatera Utara), kopi toraja
(Sulawesi Selatan), kopi kintamani (Bali), kopi bajawa (Flores), kopi
baliem (Papua), dan kopi luwak (Jawa). Sebenarnya tak ada asalan bagi
Indonesia untuk jadi terkenal karena kopinya seperti Itali atau Brasil.
Bicara
kopi luwak, inilah kopi termahal di seantero jagat. Kopi 100% asli
Indonesia ini berasal dari kotoran luwak. Luwak adalah hewan sejenis
tupai yang memakan biji kopi. Luwak hanya makan biji kopi, biasanya dari
jenis robusta, yang benar-benar matang pohon yang tingkat kematangannya
pas.
Sayangnya pencernaan luwak tidak mampu mencerna biji-biji kopi
yang telah ditelan sehingga biji kopi itu keluar lagi utuh melalui
kotorannya. Nah, biji kopi dalam kotoran itu dibersihkan dan digiling
lalu dihidangkan menjadi kopi paling nikmat di dunia. Secangkir kopi
luwak berharga lebih dari seratus ribu rupiah.
Mahal? Ya memang,
luwak, kan, tak bisa dipaksa makan kopi banyak-banyak dan menghasilkan
banyak kotoran tiap hari, kecuali ada ratusan luwak yang
dikembangbiakkan besar-besaran di kebun kopi. Tapi kata para pecinta
fanatik kopi, kopi dari kotoran luwak liar lebih enak daripada luwak
yang sengaja dipelihara.
Meski Anda bukan penyuka kopi, tak ada
salahnya sesekali meminumnya. Secangkir kopi sehari, bukan kopi instant
lho ya, dapat mengurangi risiko penyakit parkinson, diabetes tipe dua,
kanker kolon, dan sirosis hati. Mari seruput kopi selagi panas. Ahh,
sedap!
mas cuma mau menambahkan sedikit ya menurut sya org itali jg suka minum yg aneh2 buktix capucino, mocacino, fanila late smua brsl dri italy
BalasHapusBetul sekali
Hapus