Horee libur!!
Sungguh asyik kalau
libur dari hari kerja dan sekolah. Bisa santai di rumah bersama
keluarga, bisa pergi pelesir ke luar kota, bisa tamasya ke tempat wisata
dalam kota, atau bisa tidur sepuasnya mengganti keletihan setelah kerja
yang melelahkan.
Sepanjang 2011
resminya Indonesia punya 15 hari libur nasional, yang terdiri dari hari
raya keagamaan, pergantian tahun, dan kemerdekaan. Kemudian kebanyakan
pekerja (PNS dan swasta) punya hari libur 2 hari (Sabtu dan Minggu)
selama satu minggu yang kalau dijumlahkan pertahun menjadi 96 hari.
Sehingga kalau dihitung, rata-rata pekerja di Indonesia punya hari
libur 111 hari selama setahun. Itu belum termasuk cuti bersama karena
setiap ada “hari kejepit” pemerintah pasti meliburkan pegawainya. Meski
pada hematnya cuti bersama hanya berlaku untuk PNS, namun tak sedikit
pegawai swasta juga ikut dalam hajat libur itu.
Adanya libur panjang
memang menyenangkan bagi banyak orang. Pun tampak bahwa devisa negara
meningkat karena masyarakat membelanjakan uangnya untuk “kepentingan
nasional” alias ke tempat-tempat hiburan dan liburan yang ada di dalam
negeri.
Lihat saja betapa
pengelola tempat wisata sumringah karena tempat mereka selalu penuh
sesak, hotel-hotel kepenuhan kamar, kursi di maskapai penerbangan penuh
terisi, tiket kereta api sulit dicari saking laris manis, bahkan
pedagang kaki lima yang mangkal di tempat wisata kebagian rizki. Karena
itulah pemerintah (pusat) menerima ucapan terima kasih karena memberikan
libur tambahan.
Akan tetapi, dengan
membuat banyak cuti bersama, pemerintah justru telah menghilangkan hak
rakyat memperoleh pelayanan dari aparat negara. Hari “kejepit” itu
mestinya efektif untuk pengurusan surat-surat berharga seperti KTP, SIM,
pajak, izin usaha, surat nikah, dan kegiatan lain yang memerlukan
aparat birokrasi.
Selain itu, sadar
atau tidak, banyaknya libur membuat pegawai negeri sipil, terutama yang
tidak tinggal di pedesaan menjadi malas secara mental. Orientasi
mereka hanyalah “Kapan libur lagi ya” dan bukan “Yuk, lebih giat lagi
melayani warga”. Ya, memang impossible aparat negara bisa giat seperti
itu, tapi setidaknya jangan membuat mereka lebih malas lagi.
Ahh, tapi yang senang
dengan cuti bersama bukan cuma PNS kok, pegawai swasta juga senang. Iya
benar, namun presentase pegawai swasta yang senang dengan cuti bersama
sangat sedikit dibanding PNS karena pada dasarnya banyak perusahaan
mewajibkan pegawainya masuk kerja meski pemerintah menetapkan libur cuti
bersama. Hal ini dikarenakan cuti bersama adalah bukan libur nasional.
Cuti bersama adalah cuti pegawai negeri bukan libur resmi negara.
Lebih jauh lagi,
banyaknya cuti bersama cenderung membuat masyarakat menjadi konsumtif.
Ingatlah bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang pola pikir
masyarakatnya belum punya visi jauh kedepan. Kebanyakan masyarakat mudah
tergoda memanfaatkan liburan untuk belanja barang tersier, pelesir
keluar kota, menghadiri pesta-pesta, atau sekedar datang ke Taman Mini
atau Dunia Fantasi, meskipun mereka tidak punya duit. Alhasil, mereka
meminjam duit itu, entah dari kantor, teman, saudara, atau bahkan dari
bank berupa Kredit Tanpa Agunan.
Melihat lebih banyak
mudarat ketimbang manfaatnya, menurut hemat saya, “libur hari kejepit”
itu mestinya tidak perlu diadakan lagi. Libur normal setiap Sabtu dan
Minggu, ditambah libur hari keagamaan sudah cukup. Hari keagamaan wajib
dihormati dengan meliburkan seluruh pegawai dari kegiatan “duniawi” agar
khusyuk beribadah. Pemerintah memang wajib memberikan hak libur kepada
sebagian warga Indonesia, tapi pemerintah juga wajib memenuhi hak warga
yang memerlukan pelayanan dari aparat negara, yang tidak akan bisa
dipenuhi kalau aparatnya libur melulu.
Kalau libur dirasa
kurang, pegawai bisa mengambil jatah cutinya yang memang disediakan tiap
tahun. Rata-rata pegawai negeri dan swasta dapat jatah cuti 12 hari
dalam setahun, diluar cuti menikah, cuti keluarga meninggal, dan cuti
melahirkan bagi perempuan. Kalau masih kurang juga liburnya, silahkan
berhenti jadi pegawai, buka usaha sendiri, atur waktunya sendiri, dan
liburlah sesuka hati.
0 Comments
Posting Komentar