Rela Tak Rela Bermacet Ria

Kalau soal macet bukan Jakarta saja lho yang macet. Tokyo, Los Angeles, Sao Paolo, Bangkok, Moscow, sampai Mumbai juga macet. Bahkan di Hebei, Cina, kemacetan bisa sampai 10 hari! Wah, 10 hari!

Tapi bukan berarti kita bisa tenang-tenang saja mentang-mentang Jakarta bukan satu-satunya kota macet di dunia. Jakarta tambah macet akibat kebijakan tambal sulam yang dilakukan setengah hati pemerintah dan warganya.

Jalanan macet tentu karena banyak kendaraan yang melaju bersamaan. Separuh dari pengguna jalan itu adalah mobil pribadi. Separuhnya lagi sepeda motor, dan angkutan umum (taksi, angkot, buskota). Satu keluarga dari kalangan menengah atas di Jabodetabek umumnya memiliki lebih dari 2 mobil. Jika ada ribuan keluarga di Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi meluncurkan mobilnya setiap hari menuju Jakarta ya tentulah macet. Apalagi keluarga di Jakarta juga meluncurkan beberapa mobilnya di jalanan.
Solusi singkat mengatasi kemacetan adalah angkutan umum. Satu angkutan umum, misal bus patas AC, dapat mengangkut sampai 40 penumpang sekali jalan. Sedangkan mobil pribadi mengangkut paling banyak 7 penumpang. Namun, 90 dari 100 orang yang pernah saya tanya menolak naik angkutan umum dengan alasan :
  • Panas, gerah, ga nyaman deh.
  • Orangnya berjubel, bau asem.
  • Banyak copet.
  • Busnya suka ngetem, nyampe tempat tujuan jadi lama.
  • Busnya ugal-ugalan, salip sana-sini (sebenernya yang suka ugal-ugalan ga cuma bus aja, hehee! *Yana)
Dari alasan-alasan diatas maka orang lebih memilih naik mobil pribadi, dan itulah sebabnya tiap tahun penjualan mobil baru b ekas terus meningkat.
Untuk "membujuk" warga beralih ke angkutan umum dan mengurangi macet, pemerintah DKI sudah menyediakan bus Transjakarta. Proyek bus Transjakarta atau yang lebih akrab disebut busway ini dibuat dengan menyontoh kota Bogota di Kolombia. Kota itu sukses mengurangi kemacetan dengan meluncurkan busway dan angkutan umum  yang teringrasi dengan busway itu. Di beberapa tempat juga disediakan parkir khusus sepeda untuk mengurangi penggunaan mobil.

Lalu busway di Jakarta? Transjakarta memang laku keras, tapi pengguna mobil tetap tak beralih dan pembeli mobil juga makin bertambah. Bus Transjakarta akhir-akhir tak diminati karena jadwal kedatangan bus lama, yang mengakibatkan penumpang penuh sesak karena jalur khususnya kerap dilewati mobil pribadi sehingga bus terjebak dan arus bolak-balik bus tak lancar. Penyebab mobil pribadi melewati jalur Transjakarta adalah karena mereka tak ingin lama terjebak macet.

Gampang saja sebenarnya menyamankan angkutan umum, meski tak semudah membalik telapak tangan. Kumpulkan dulu itu pemilik-pemilik bus yang tergabung dalam Organda. Bicarakan demi kepentingan  umum, bukan kepentingan kapitalis.
Kemudian bus-bus yang ada diperbaiki, bodinya di cat ulang angkot ngetemsampai kinclong, interior dibersihkan, kursinya dibetulkan,  dan kalau perlu mesinnya diganti dengan yang lebih baik supaya tak berisik dan enak ditumpangi. Lalu sopirnya dilatih dan disuruh bikin SIM. Cuma sopir yang punya SIM  umum yang boleh membawa bus atau angkot. Hapus keberadaan sopir tembak.  Kalau mereka berniat jadi sopir bus/angkot buatlah SIM resmi. Kemudian manajemen bus harus punya aturan untuk mengatur arus perjalanan sehingga tidak ada kendaraan yang ngetem atau ngebut untuk kejar setoran.

Saya pernah naik PPD 45 jurusan Blok M - Cawang. Suspensi busnya empuk sekali, kursinya nyaman, ada kipas angin, dan untuk mereka yang berdiri ada pegangan tangan yang mudah dijangkau oleh orang pendek seperti saya
Bus itu bekas dipakai Jepang dan sudah berumur 20 tahun. Bus bekas saja nyamannya seperti itu bagaimana kalau yang baru ya. Terpujilah Jepang. Para insinyur Indonesia juga mahir membuat bus empuk dan nyaman seperti itu, cuma saja para pemilik modal tak mau menggelontorkan duit banyak untuk bikin bus seperti itu.

Tak perlu tambal sulam bikin kebijakan pembatasan kendaraan di jalan raya. Tak perlu juga melarang motor lewat jalan protokol. Tak perlu melarang metromini lewat daerah perkantoran. Kalau memang pemerintah punya kemauan membenahi sistem transportasi umum, berikan saja insentif ke para pengusaha lewat Organda. Mereka pasti senang hati membenahi armadanya.

Pemprov DKI menyediakan Rp 20 miliar untuk klub bola Persija dan Persitara, padahal sepakbola Indonesia lagi terpuruk. Mestinya Pemprov DKI juga bisa menyediakan anggaran besar untuk transportasi. Toh anggaran yang dikeluarkan akan berbuah manis dengan tak segannya orang naik angkutan  umum yang artinya kemacetan berkurang dan kesemrawutan di jalan raya hilang. Untuk soal transportasi ini negara tetangga kita Singapura bisa jadi contoh.

Tapi yang paling penting menurut hemat saya, terjadi kemacetan parah di Jakarta karena fungsi kota satelit di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tidak berhasil. Dulu empat kota itu direncanakan akan menjadi kota satelit pendukung kegiatan kota Jakarta. Tapi faktanya empat kota itu hanya jadi pemukiman tanpa ada tempat ekonomi bisnis sehingga orang-orang Bodetabek tetap memilih bekerja di Jakarta. Akibatnya arus kendaraan menumpuk di seputaran Jakarta. Beberapa tahun lalu kita mengenal "survey" yang isinya : 
Penduduk Jakarta kalau siang 10 juta, kalau malam 8 juta saja."

Hmm, kalau tak ada keseriusan dari kita semua, terutama pemerintah yang bersangkutan, ramalan bahwa lalu lintas Jakarta tak akan bergerak pada 2014 akan terjadi. Tak usah menunggu sampai 2014, mungkin tahun depan penduduk Jakarta tak akan bisa kemana-mana karena jalanan tak bisa dilalui.

0 Comments

Posting Komentar