Punk Oii..oii!

Anak punk biasanya berambut ala Indian mohawk, yang ditata tinggi diatas kepala mirip daun pohon kelapa dan diberi lem supaya awet. Lem? Ya. Karena kalo beli jel rambut atau hairspray mereka tak mampu, mahal. Lagian masak anak punk beli hairspray, cemen  ah! Itu kan gaya hidup orang mapan. Selain itu, mereka suka pakai celana hitam ketat yang lusuh, kaos belel, rambut acak – acakan tanpa disisir, penampilan dekil dan rada bau badan (alias jarang mandi).

Kalau teman – teman punk yang dulu saya kenal (karena mereka mahasiswa, anak band dan orangtuanya cukup duit) biasa pakai celana ketat butut warna – warni, kaos mahal yang sengaja di belel-belelin, rambut tak disisir tapi pakai wax, dan tak bau badan.

Persamaan antara anak punk miskin dan kaya adalah mereka sama – sama kurus cenderung ceking. Rasanya saya belum lihat ada anak punk yg gemuk. Muka mereka sama – sama dekil, meski ada yang sengaja dibuat
dekil dan ada yang dekil alami. Dan yang paling utama mereka anti kemapanan dan anti sosial. Menurut mereka dunia ga boleh memandang segalanya dari materi. Itu bener bgt! Dan mereka juga beranggapan ga boleh ada orang miskin. Dengan ke-PUNK-annya itulah, mereka melawan kemiskinan dan kekayaan. Mereka mau mengubah dunia yang ideal sesuai cara pandang mereka.

Saya sering bertemu dengan anak punk di Bogor atau yang ngamen di berbagai bus metromini Jakarta. Kadang saya terganggu karena badan mereka bau banget! Udah gitu bau minuman keras lagi! Sebelum ngamen mereka ”pidato” sedikit tentang ketidakadilan yang dialami rakyat, tentang kelakuan penguasa dan orang kaya yang menindas rakyat,  juga tentang perjuangan kaum punk menentang diskriminasi, dan lain-lain. Setelah itu baru nyanyi dengan suara teriak-teriak dan musik brang breng brong. Baru kemudian minta duit dengan paksa.

Yang mengusik saya adalah, anak – anak punk itu kerap bersuara soal diskriminasi dan ketidakadilan dalam masyarakat. Mereka mengaku selalu berpihak pada rakyat dan pembela rakyat kecil yang selalu ditindas penguasa dan pengusaha. Tapi yang mereka lakukan justru membuat masyarakat menghindari mereka. Mereka anti kemapanan, dalam arti tak suka liat segala hal berbau materi.

Tapi mereka juga butuh materi toh?! Buktinya mereka pake sepatu sneaker atau boot, kenapa ga nyeker aja kayak ayam? Lalu mereka juga minum minuman keras. Kenapa ga minum air ledeng aja? Mereka juga nakut-nakutin orang dengan penampilan mereka itu, kenapa ga pakai baju pocong aja biar serem sekalian?

Dan, gimana mereka bisa membela rakyat kalau mereka tak tahu penderitaan rakyat? Gimana mau berbuat banyak untuk rakyat kalau mereka tak terjun langsung di masyarakat? Bahkan memisahkan diri dari masyarakat dan membentuk komunitas eksklusif dengan penampilan ”seram”. Lebih bagus kalau mereka kerja keras dan belajar supaya bisa maksimal cari materi/harta yang bisa membuat makmur banyak orang. Memaksimalkan potensi bermusik misalnya.

Beberapa komunitas punk saat ini sudah mengalami kemajuan. Mereka membuat desain kaos dan menjual kaos itu di distro. Sebagian lagi menciptakan musik dan menjual musik itu di industri indie atau underground.

Tiap orang memang boleh berbeda. Tiap orang memang dianjurkan punya idealisme supaya tidak jadi seperti gabus yang terombang-ambing di tengah laut alias tak punya prinsip. Tapi sebelumnya kita mesti tahu dulu apa yang kita perjuangkan dan bagaimana jalan yang ditempuh untuk memperjuangkan idealisme itu. Tapi itu punk yang berasal dari keluarga kaya. Bagaimana dengan punk dari keluarga menengah kebawah? Biasanya ya tetap luntang-luntang bau alkohol di jalanan.

Kalau tiap ketemu sama anak punk yang bukan teman saya, saya cuma bisa mengerutkan jidat dan nutup hidung. Sudah orangnya kasar-kasar, teriak – teriak, bau badan dan bau alkohol pula! Selamat berjuang deh Punk Oi…Oii.. Punk Not Dead! Yeeahh!

0 Comments

Posting Komentar